Catatan Ringan: PSSI dan Klub Harus Berdayakan Suporter

Polisi saat amankan sejumlah oknum suporter Persebaya di Blitar.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Liga Indonesia belum dimulai, tapi sepakbola nasional sudah tercoreng akibat kericuhan suporter Persebaya Surabaya dan Arema FC di Blitar. Kedua tim bertemu untuk memperebutkan satu tiket final Piala Gubernur Jatim 2020. Memang keributan antar suporter terjadi di luar stadion, karena laga sendiri berlangsung tanpa penonton.

Sebelumnya, suporter Persebaya Surabaya mengamuk setelah timnya kalah dari PSS Sleman pada lanjutan Liga Indonesia tahun lalu, di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya.

Keributan antar suporter ini tak boleh dibiarkan berlanjut terus. Untuk kejadian di Blitar, PSSI harus bekerjasama dengan kepolisian untuk bersama-sama mengusut tuntas dan memproses secara hukum pelaku yang terlibat. Para perusuh bisa dikenakan pasal mengganggu ketertiban umum.

PSSI yang sudah membentuk divisi pembinaan suporter harus berperan aktif dalam melakukan pembinaan suporter. Pembinaan dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan positif.

Fakta di lapangan, pelaku kericuhan antar suporter lebih banyak dari kalangan yang belum meperoleh pekerjaan (pengangguran). Mereka sebetulnya menunggangi laga sepakbola untuk melampiaskan masalah pribadinya.

Oleh karena itu, PSSI harus membuat program pemberdayaan suporter. Terkait pemberdayaan, PSSI harus melibatkan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah maupun swasta. Misalnya dibuat program magang bagi para suporter yang menganggur. Atau pelatihan di berbagai BLK milik pemerintah daerah bagi suporter sebagai bekal untuk masuk pasar tenaga kerja.

Selain itu, PSSI harus memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dengan memanfaatkan media sosial. Mengingat peran media sosial sangat besar, divisi pembinaan suporter harus membenntuk bagian khusus media sosial. Tupoksinya selain sosialisasi, juga meluruskan berbagai informasi hoax yang tujuannya provokasi.

Dan terkahir, PSSI harus bisa memediasi pertemuan antar suporter agar kedepannya terjalin komunikasi yang baik antar suporter.

Mengingat Liga Indonesia akan dimulai pada 29 Pebruari yang akan dating, baik bila PSSI meminta kepada seluruh klub dan suporter untuk menandatangani pakta integritas. Dalam pakta integritas tersebut, semua klub dan suporter bersepakat untuk menjaga iklim sepakbola nasional yang sehat, bersih dari tawuran suporter.

Bagi suporter yang melanggar, klub maupun suporter menerima sanksi tegas tanpa banding berupa pengurangan angka antara 5 hingga 10 bagi klub tuan rumah ditambah denda uang dengan nilai besar. Sanksi berlaku efektif seketika.

Dengan adanya sanksi berat tanpa proses banding akan mendorong klub berperan aktif dalam membina suporternya. Klub harus ikut membina, jangan hanya mungut uang tiket dari suporter saja. Banyak cara membina suporter, salah satunya seperti yang sudah-sudah, yakni membentuk fans club. Selanjutnya klub harus mendorong terbentuknya struktur organisasi suporter agar lebih mudah membina dan mengontrolnya.

Mengingat PSSI sudah membentuk divisi pembinaan suporter, maka klub mau tak mau harus membentuk juga divisi fans club. Dengan demikian ke depan setiap program pembinaan dan pemberdayaan suporter dapat dikomunikasikan bersama. Dan dapat dikerjakan secara bersama-sama pula.

Peristiwa kericuhan antar suporter di Blitar harus jadi yang terakhir mengingat Indonesia akan menajdi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021 mendatang. Setiap kericuhan akan membawa efek negatif bagi citra sepakbola nasional di mata publik internasional. (Lalu Mara Satriawangsa, pengamat bola)

 

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.