Catatan Ringan: Mencari Keseimbangan Baru di Tengah Diskrepansi Jokowi dan Anies

Jokowi dan Anies.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia harus produktif, namun tetap aman dari infeksi Covid-19. Sementara Gubernur DKI Jakarta memberi sinyal perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) apabila perilaku masyarakat di wilayah PSBB masih tidak disiplin.

Berbagai negara, contohnya Amerika Serikat, jumlah kasus Covid-19 sudah lebih dari 1,5 juta orang dan yang meninggal mendekati 100 ribu jiwa, sudah mulai membuka isolasi (reopen). Demikian juga Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, serta beberapa negara Asia, China, Jepang, Korea Selatan, Thailand, sudah mulai membuka isolasi.

Negara-negara yang melakukan isolasi sudah mulai terganggu fundamental ekonominya. Resesi atau pelambatan ekonomi sudah terjadi. Negara-negara tersebut tidak tahan juga untuk terus menerus melakukan isolasi untuk menghambat penyebaran Covid-19.

Ibarat peribahasa bagai makan buah simalakama. Serba salah. Isolasi berakibat langsung pada sektor ekonomi. Di Amerika Serikat saja ada lebih dari 30 juta orang yang terkena PHK.

Dengan membuka isolasi (reopen), apakah negara-negara tersebut mengabaikan kepentingan kesehatan warganya? Sudah pasti tidak. Tapi kebijakan itu, lebih pada menjaga keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi bisa berjalan beriring, bukan satu sama lain menafikan dan atau mengalahkan.

Sementara Indonesia, tanda-tanda dimulainya relaksasi disampaikan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi ingin Indonesia produktif, tapi menjalankan protokol kesehatan. Sayangnya menjadi kabur setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pelongaran PSBB sangat tergantung kepada kedisiplinan masyarakat.

Mengejutkan bila faktor kedisiplinan dijadikan dasar pelonggaran atau tidak. Mengingat sedari awal pelaksanaan PSBB, sangat longgar. Kalau tidak mau dikatakan tidak displin!

Ada diskrepansi kebijakan antara Presiden Jokowi dengan Gubernur Anies Baswedan. Dan itu terjadi sedari awal penangan Covid-19.

Penulis memahami banyak yang tidak senang atas kebijakan relaksasi (pembukan mall) yang akan dilakukan pemerintah. Yang tidak senang biasanya dari kelas menengah ke atas yang menganggap kepentingan kesehatan memang sangat, sangat penting.

Di sisi lain, kesehatan ekonomi bagi sebagian besar masyarakat, khususnya kelompok masayarakat tidak mampu atau pas-pasan juga tak kalah pentingnya dari kesehatan jiwa dan badan.

Kita bisa membaca berita bagaimana franchise makanan yang ada di mall-mall sudah melakukan PHK dan kesulitan membayar gaji dan THR karyawannya. Belum lagi tenaga kerja dari sektor informal, industri dan lainnya yang kehilangan mata pencahariannya karena pandemi Covid-19. Dan jumlah PHK versi KADIN Indonesia mencapai 6 juta orang lebih.

Jadi, perlu dicari titik keseimbangan baru di tengah diskrepansi Presiden Jokowi dan Gubernur Anies Baswedan dalam menghadapi pandemic Covid-19. Bagaimana keduanya bisa menempatkan kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi secara proporsional. (Lalu Mara Satriawangsa)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.