Bangkit dan Optimistis Pascapandemi

Sampul The New Me (koleksi penulis)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Akhir 2019 menjadi awal masa krisis yang melanda dunia sejak menyebarnya coronavirus disease (Covid-19). Berbagai sektor turut merasakan dampak penyebaran virus ini. Pendidikan, ekonomi, kesehatan, wisata, transportasi, adalah sejumlah sektor yang mengalami dampak penyebaran virus yang sebelumnya tak pernah diprediksi.

Indonesia salah satu Negara yang juga merasakan dampak dahsyat. Dari sektor pendidikan, misalnya. Proses pembelajaran yang sebelumnya lazim dilaksanakan dengan tatap muka, terpaksa harus dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) alias online. Semua dilakukan untuk menekan angka penyebaran virus. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan dari rumah.

Lewat buku The New Me (Life After Crisis), Sinta Yudisia memaparkan berbagai hal penting seputar krisis yang selama ini melanda dunia. Penulis—yang juga pernah terpapar Covid-19—menjelaskan pelbagai permasalahan yang terjadi, terutama dampak dan bagaimana mengatasi permasalahan yang terjadi akibat virus yang penyebarannya begitu masif tersebut.

Corona adalah virus yang sebelumnya tidak pernah diprediksi kedatangannya. Virus ini datang dengan tiba-tiba dan penyebarannya begitu luas dan berpengaruh besar terhadap berbagai sektor.

Masyarakat yang selama ini lazim melakukan aktivitas secara bersama-sama harus menjaga jarak. Segala fasilitas yang ada di sekitar juga harus bersih dan steril. Semua orang dianjurkan—bahkan bisa jadi hal wajib—untuk mencuci tangan, memakai masker, dan lainnya. Semua demi kesehatan, keamanan dan keselamatan.

Berita-berita terkait Covid-19 yang bersumber dari luar negeri, termasuk situs-situs seperti WHO (World Health Organization), UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), dan masih banyak lagi menyebutkan kata “unpredecented” berkali-kali. Waktu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Kondisi yang belum pernah sama sekali dikenali sebelumnya.

Selama penyebaran Covid-19, tenaga kesehatan berpacu dengan waktu menyelamatkan nyawa pasien, sementara tenaga kesehatan sendiri terpapar virus dan satu demi satu bertumbangan.

Berita yang bertebaran di media cetak maupun media sosial sangat memilukan: kurangnya sarana dan prasarana kesehatan. Masker dan hand sanitizer yang langka, kalaupun tersedia harganya melangit. Waktu itu, vaksin juga belum ditemukan. Rumah sakit tak mampu menampung, dan fasilitas lain juga tidak memadai (hlm. 61).

Berbagai pertanyaan dan opini pun muncul di masyarakat. Apakah manusia yang sudah pernah terpapar Covid-19 akan kebal selamanya, dan tidak akan terkena lagi selama-lamanya? Ataukah akan tetap terkena tetapi dalam skala yang lebih lemah dan lebih cepat sembuhnya?

Bangkit dan Optimistis

Covid-19 yang selama ini melanda membuat banyak orang harus berpacu dengan waktu dan keadaan. Segala daya dan upaya terus dikerahkan agar tetap bertahan di tengah terjangan krisis.

Tak heran jika pada masa ini banyak orang stres dan depresi. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan karena sejumlah perusahaan memilih tutup. Tempat-tempat wisata yang biasanya menuai banyak penghasilan juga harus pasrah karena kondisi yang tidak memungkinkan. Begitu juga sektor lain seperti biro perjalanan umrah dan haji. Semua harus pasrah dan menunggu sampai semua kembali normal.

Buku ini menjadi salah satu bacaan penting untuk menelaah pelbagai permasalahan yang selama ini terjadi. Seperti bagaimana mengelola stres, bangkit dari rasa terpuruk karena depresi, hingga bagaimana mengembangkan kemampuan diri di tengah ledakan krisis. Sebagaimana diketahui, krisis yang melanda ini bukan krisis yang main-main. Krisis yang ditimbulkan oleh dampak Covid-19 membuat siapa pun berpikir keras dan memeras otak untuk bisa bertahan hidup.

Karena itu, membangun optimisme penting sekali pascapandemi ini. Jika kita punya keterampilan atau keahlian, bisa kita kerahkan dan gunakan untuk kebaikan bersama. Tidak hanya untuk pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain. Sudah bukan saatnya untuk bersedih dan berpangku tangan di tengah krisis yang terjadi. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar tetap survive dan mengaktualisasikan diri demi kemaslahatan bersama. Menjemput impian dan harapan yang selama ini belum terealisasi.

Dalam buku 272 halaman yang diterbitkan Indiva Media Kreasi (Solo) ini, Sinta Yudisia menekankan pada pembaca, bangkit setelah krisis adalah hal yang perlu dilakukan. Kegagalan bertubi, sakit berkepanjangan, hubungan romantis yang kandas menyakitkan, misalnya, adalah hal yang lazim terjadi dalam kehidupan manusia. Semua akan berakhir dan berlalu jika kita mau bangkit dan menjalaninya dengan penuh optimistis. Tentu juga dengan berdoa dan semangat yang kuat untuk mengatasinya. (Untung Wahyudi, Lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.