Ilmu Power vs Ilmu Pengetahuan

Ilustrasi cara mendekati kekuasaan (Foto/steemit.com)
Sumber :
  • vstory

VIVA  - Hindenburg Research menuduh perusahaan investasi Icahn Enterprises menggunakan skema ponzi. Kondisi ini membuat saham perusahaan turun 20% hingga harta kekayaan pemiliknya, Carl Icahn anjlok US$ 10 miliar atau setara Rp150 triliun (kurs Rp15.000/US$).

Kejadian yang menimpa Icahn ini menyusul Gautam Adani, pemilik Adani Group, dan Jack Dorsey dari Block Inc. Para konglomerat itu juga mendapat kritikan pedas dari Hindenburg, hingga berujung pada 'menguapnya' harta mereka.

Kenapa harta orang kaya menguap?

Secara umum bisnis investasi adalah ponzi, artinya mereka mendapatkan capital gain dari pembeli baru. Misal real estate di Kelapa Gading, harganya naik, hingga sekarang resesi, harganya turun disebut sunsets area.

Demikian pula terjadi di lembaga investasi Indosurya, Net89, asuransi Asabri, Wanaarta, termasuk unit link bahkan di perusahaan asuransi asing Prudential, AXA Mandiri, dll. Banyak korban yang kehilangan uang simpanan mereka.

Ekonomi secara umum dilandasi oleh adanya pertumbuhan daya beli masyarakat. Nah, itu lah yang sekarang resesi.

Bagaimana caranya lolos dari jeratan resesi?

Secara umum daya pikir dan pendidikan dibuat untuk masuk ke dalam perusahaan yang didasari oleh pembagian kerja, spesialisasi, dan sistim ban berjalan.

Namun pada saat banyak perusahaan resesi, akibatnya daya pikir dan skill masyarakat banyak yang tak berdaya.

Bedanya pendidikan dan power kekuasaan.

Pendidikan itu mengajarkan Ilmu Pengetahuan. Sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Power.
Power ya Power.

Namun banyak orang menghubungkan ber-Power itu karena ber-Ilmu Pengetahuan Tinggi. Sebenarnya bukan.

Masalah pendidikan

Pada saat keilmuan seseorang tidak membuat dia berdaya, mereka langsung menyalahkan pendidikan. Bahwa sekolah insinyur, dokter, akuntan, semua dikalahkan oleh Akpol.

Mental blok mereka adalah akar ketidakberdayaan karena cukong bandar kongkalikong dengan jenderal! Mental blok inilah yang membuat daya pikir otak kita seketika tertutup. Asumsi bahwa pada kaum orang berduit mereka punya duit membeli kekuasaan! Ini keliru.

Bila Anda butuh duit konglomerat, probabilitas Anda hanya 0.1% untuk bisa sukses, berdaya!

Karena power itu kemahiran, jam terbang, di bidang tertentu saja.

Jadi prinsip power adalah, keberhasilan seseorang tidak dilihat atau diukur dari kemanpuan atau kapasitas pribadi individual. Tapi keberhasilan seseorang banyak ditentukan dari bagaimana dukungan network lingkaran sekitarnya.

Oleh karena itu, bedanya caranya kerja kita dengan pejabat tinggi TNI, atau konglomerat adalah, kita berorientasi pada peluang, kesempatan, profit.

Saat resesi itu tidak jalan. Semua orang seret. Tidak ada titik terang!

Satu yang saya pelajari bahwa mereka pejabat tinggi TNI, maupun kekuasaan uang konglomerat sama sama dalam pola pikiran mereka.

1. Mereka tidak memberi pilihan. Saat mereka melakukan apa pun, mereka memastikan Anda tidak bisa punya pilihan.

Perintah mereka kepada anak buah bawahan,

You do it now, or go to hell! Anda kerjakan ini sekarang, atau di PTDH. Dipecat!

Jadi selama ini kita ga berdaya karena belum tahu taktik itu.

Misal, saya ketemu mayor, letkol, Kolonel semua main gasing berputar putar saja, tanpa adanya otoritas! Saat saya ketemu jenderal mereka, semua langsung baris. Akhirnya saya hanya berurusan dengan yang serius, betul betul berdampak. Bukan orang orang yang hanya berkutat di antara nonsense.

Trik yang tertinggi dilakukan jenderal adalah fokus pada pintu neraka.

Di grup mereka, ada puluhan orang yabg selalu steady, dan muncul grateful, muncul respek, muncul humility (kerendahan hati) supaya bisa belajar ilmu power.

Mantap.. dipegang dulu yang di atas, di bawah pasti ikut. Seperti nangkap belut.. pegang kepalanya.

Jadi skill yang diperlukan saat resesi adalah bagaimana caranya dapat dukungan level yang lebih tinggi. Lompat kelas.

Kenapa kok, misal korban investasi tak berdaya, bahkan mereka tidak bisa ke advokat, ke polres, polda hingga bareskrim, jaksa, dan pengadilan? Artinya butuh power yang di luar! Mungkin dari Korem, kementrian pertahanan, atau mabes Angkatan Darat.

Pengalaman untuk bisa compromise (menyusup) ke jenjang pimpinan TNI polri. Caranya kita naik adalah menemukan pintu kuburan mereka. Kita tidak bisa menawarkan peluang kepada jenjang perwira menengah (pamen) kecuali mereka tidak bisa ada pilihan saat kita masuk ke atasannya!

Bedanya sebuah power terbentuk, bahkan di lingkaran TNI POLRI adalah, ada yang jenderal bersifat individual, banyak di polri. Atau ada jenderal yang bersifat kelompok (matra dan ikatan alumni). Banyak di angkatan laut.

Jadi saat saya pun bisa menembus lingkaran TNI di level eselon 1, semua pintu akses kepada power terbuka, mulai kepada Korem, Irwasum, Dirpropam, Dirreskrimum. Jampidmil, kasubdit penyidik jampidsus. Pada saat itu, kita ketemu otoritas! Pedang kuasa.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.