Pengamat Prediksi Investasi Migas di RI Sepi, Ini Alasannya
- Pertamina EP
VIVA – Wilayah Kerja migas yang dilelang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) awal tahun ini hanya laku sebanyak lima WK dan seluruhnya menggunakan skema Gross Split. Padahal, total WK baru yang ditawarkan kepada investor mencapai 15 WK, baik konvensional maupun non konvensional.
Pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai investasi migas di Tanah Air tidak lagi menjadi incaran dari investor migas. Berbagai permasalahan dari sisi regulasi maupun fiskal telah menjadi momok investasi migas di RI.
"Tempat investasi hulu migas kan tidak hanya di Indonesia. Kalau di luar negeri banyak yang lebih menarik, baik dari sisi potensi geologi maupun aspek-aspek lainnya seperti fiskal dan regulasi, ya investor pasti akan lebih memilih untuk menanamkan investasinya di luar," kata Pri Agung kepada VIVA, Jumat 9 Februari 2018.
Dia pun menuturkan, jumlah investasi yang digelontorkan kontraktor di lima WK yang baru tersebut pun tidak begitu besar. Bahkan, ia memprediksi investasi di lima WK itu hanya sedikit bisa sampai kepada fase pengeboran (drilling).
"Dalam lelang WK terakhir itu, skala investasinya sangat kecil, hanya sekitar US$23,5 juta dari lima perusahaan. Itu juga pasti tidak sampai melakukan pengeboran. Paling hanya (sampai) studi dan survei seismik," kata dia.
Ditambahkan Pri Agung, pencabutan 11 izin di sektor migas yang tak perlu oleh Kementerian ESDM pun tak akan berpengaruh kepada kemudahan investasi. Sebab, peraturan yang dicabut adalah peraturan lama yang memang sudah tidak relevan.
"Sebagian merupakan peraturan yang dulunya sekadar diterbitkan tapi tanpa implementasi jelas, dan sebagian adalah peraturan yang sifatnya sangat teknis," kata dia.
Selain itu, upaya Kementerian ESDM tersebut dinilai hanya lebih pada langkah merapikan administrasi di lingkungan sektor ESDM, yang tidak berkorelasi dengan memudahkan investasi, apalagi meningkatkan investasi.
"Yang dikehendaki Presiden Jokowi saya kira lebih konkret daripada sekadar itu. Misalnya menyederhanakan perizinan operasional di hulu migas yang 371 izin itu. Atau menyelesaikan revisi UU migas itu sendiri, yang merupakan akar masalahnya," ujarnya.