Saya Pesimis Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

- ANTARA FOTO/Fanny Octavianus
VIVA – Hari ini, dua puluh tahun lalu Presiden kedua Soeharto mengundurkan diri. Dia meletakkan jabatannya sebagai presiden setelah diterpa gelombang demonstrasi. Aksi unjuk rasa yang menuntut reformasi semakin tak terbendung pasca penembakan terhadap sejumlah mahasiswa. Penembakan itu membuat rakyat dan mahasiswa semakin marah dan bersemangat untuk menggulingkan jenderal yang sudah mengangkangi kekuasaan selama 32 tahun tersebut.
Reformasi sudah berjalan selama dua dasawarsa. Namun, sejumlah agenda yang diteriakkan dan menjadi tuntutan reformasi belum semuanya terpenuhi. Padahal, reformasi telah menelan banyak korban. Sejumlah mahasiswa gugur ditembus peluru demi sebuah perubahan dan cita-cita besar. Salah satunya adalah Bernadinus Realino Norma Irawan atau yang akrab dipanggil Wawan. Mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Atma Jaya Jakarta itu meninggal diterjang peluru tajam saat sedang membantu sebagai tim relawan kemanusiaan. Kita mengenalnya dengan Tragedi Semanggi I.
Dua dekade sudah. Dan kasus penembakan mahasiswa tersebut masih gelap. Ironis. Sebab, salah satu tuntutan reformasi adalah penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Getir, mungkin itu yang dirasakan ibunda Wawan, Maria Catarina Sumarsih atau yang akrab disapa Sumarsih. Tragedi yang terjadi 13 November 1998 itu menjadi mimpi buruk bagi mantan pegawai Sekretariat Jenderal di DPR RI ini.
Namun, alih-alih berdiam diri dan meratapi kepergian anaknya, Sumarsih memilih ‘melawan’ dan berjuang menuntut keadilan. Berbagai ikhtiar dan upaya ia lakukan demi mendapat keadilan. Sumarsih tak kenal lelah dan tak menyerah. Sejak 1999 hingga saat ini dia terus berjuang menuntut keadilan. Salah satunya dalam bentuk Aksi Kamisan di depan Istana Negara.
Kepada VIVA ia menyatakan, selama hayat masih dikandung badan ia akan terus berjuang. Sebab, ia tak hanya memperjuangan keadilan untuk Wawan, anaknya. Namun keadilan untuk semua. Semua orang yang telah dilanggar haknya dan menjadi korban kekuasaan. Demikian petikan wawancaranya.
Bagaimana Ibu melihat perjalanan 20 tahun reformasi ini?
Mahasiswa menyuarakan enam agenda reformasi. Tetapi kalau dilihat satu persatu enam agenda reformasi itu gagal.
Contohnya?
Misalnya, agenda pertama, adili Soeharto dan kroni-kroninya. Terbukti sampai sekarang ini pengadilan Soeharto tidak pernah tuntas karena terganjal Pernyataan Sakit Permanen dari pihak rumah sakit. Kemudian, kroni-kroni Soeharto sendiri, seperti anak-anaknya sekarang ini malah mendirikan partai politik, seperti ingin mengembalikan kejayaannya dulu.
Kemudian, agenda reformasi tentang pemberantasan KKN. Korupsi sekarang masih merajalela, justru hari ini banyak menular ke politisi muda di berbagai tingkat. Misalnya, kasus Gayus Tambunan di Dirjen Pajak. Kemudian, anggota DPR juga banyak yang kena Operasi Tangkap Tangan KPK. Kepala daerah yang masih muda-muda juga banyak yang kena tangkap tangan KPK.
Selain itu?
Kemudian agenda penegakan supermasi hukum. Hukum kita faktanya masih tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kasus –kasus pelanggaran HAM, berkas penyelidikannya belasan tahun menggantung di Kejaksaan Agung.