TKW Asal Madiun Tewas di Hong Kong

SURABAYA POST -- Rumah mungil di belakang bangunan warung terhubung gang sempit dengan jalan beraspal Desa Serangan, Kec. Sukorejo, Ponorogo. Rumah seluas sekitar 40 meter persegi itu, lantai tegel ruang tamunya nyaris a tertutup tikar seluruhnya.

10 Negara Ini Dicap Paling Malas Gerak Sedunia, Kok Bisa?

Belasan gelas air minum dalam kemasan berada di atas nampan. Di dekatnya, terdapat piring yang di atasnya terdapat puluhan batang rokok kretek beberapa merk yang telah dikeluarkan dari bungkusnya.

Di sudut ruang tamu tanpa kursi, masih ada tiga dus air minum lagi dalam kemasan gelas. Selain sebuah kamar, dua lemari yang sebagian pintunya masih bolong tanpa kaca ikut mengisi ruang tamu sekaligus menyekatnya dengan ruang lain.

Bangunan rumah berdinding tembok itu mungkin sudah cukup bagus untuk ukuaran suami isteri yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh tani yang harus membesarkan empat orang anak.

Memang dua orang anaknya, Siti Maemunah (sulung) dan Sri Wahyuni (anak nomor 2) bekerja sebagai TKW. Namun keduanya belum banyak ikut membantu ekonomi keluarga, seperti lazimnya kebanyakan TKW yang banyak berkirim uang untuk keluarganya.

Suratman (50) dengan mengenakan sarung dan berkaus sesekali sibuk menerima telepon melalui pesawat telepon genggamnya. Sementara, Sartini njagongi tiga orang perempuan pelayat. Edi Purwanto anak ketiga dan Dyah Ayu anak bungsu pasangan suami isteri (pasutri) Suratman-Sartini ikut menemui pelayat yang masih famili.

Keluarga Suratman sangat terpukul dengan kematian Siti Maemunah. Anak sulung pasangan Suratman-Sartini yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hongkong itu harus pulang tanpa nyawa. Kabar itu diterimanya, Senin (4/1 tengah malam.

“Saya kaget sekali, tengah malam orang mengetuk pintu, setelah saya buka di luar sudah banyak sekali orang. Tak hanya lima atau enam orang, tapi orang sekampung sudah berkumpul di depan rumah. Saya sampai seperti tak sadarkan diri, ketika orang PT (maksudnya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia/PJTKI) memberitahukan anak saya Siti, meninggal di Hongkong,” ujar Suratman di rumahnya RT 03/RW 01 Desa Serangan mengisahkan kabar kematian Siti yang membuatnya nyaris pingsan.

Hingga kini Suratman tak tahu siapa orang yang disebutnya sebagai orang PT pembawa khabar duka itu. Dia juga tidak tahu nama PJTKI yang memberangkatkan anaknya ke Hongkong, kecuali hanya bisa menyebutkan berkedudukan di Malang . Ketika ditanyakan nama PJTKI, Edi Purwanto anak ketiga pasangan Suratman-Sartini menyela: “nama PT-nya kalau tidak salah Citra Bandung Perkasa gitu lho.”

Tak banyak yang bisa diingat Suratman dari apa yang disampaikan petugas PJTKI itu. Yang dia ingat, orang yang datang ke rumahnya hanya mengabarkan bahwa Siti meninggal akibat bunuh diri. Sebelum bunuh diri, Siti sempat sakit. Pihak PJTKI akan mengupayakan pemulangan jenazah Siti yang diperkirakan sampai rumahnya pada Selasa malam minggu depan. Hanya itu.

“Tak banyak yang saya ingat, karena malam itu seperti pingsan rasanya. Orang PT hanya bilang, anak saya sempat sakit sebelum akhirnya meninggal. Menurut rencana, janazah anak saya diberangkatkan Selasa pagi minggu depan setelah disalatkan, diperkiraakan sampai sini Selasa malam,” terangnya.

Kematian Siti yang kelahiran 1985 tanpa didahului mimpi buruk atau firasat. Kalau bisa disebut sebuah pertanda bakal ada kematian, Selasa pekan lalu atau 6 hari sebelum meninggalnya Siti, gelas tempat membuat kopi tiba-tiba lepas dari tangan Sartini dan jatuh ke lantai hingga pecah menjadi empat bagian.

“Hari Selasa sebelum meninggalnya Siti, saya membuat kopi. Tapi entah kenapa, gelas tempat saya membuat kopi itu terlepas dari tangan dan jatuh ke lantai, hingga pecah menjadai empat,” kisahnya.

Anak kedua Suratman, Sri Wahyuni sekarang ini juga bekerja sebagai TKW di Hongkong. Sri Wahyuni sudah mendengar khabar kematian kakaknya. Namun Suratman tak tahu apakah, Sri Wahyuni akan bisa mendatangi prosesi pemberangkatan jenazah kakak kandungnya atau tidak. Karena, kata Suratman, meski sama-sama bekerja di Hongkong, kedua anaknya diberangkatkan oleh PJTKI berbeda, dan tempat mereka bekerja pun dipisahkan jarak yang jauh.

Siti sebelumnya pernah menjadi TKW di Singapura selama dua tahun. Hasil kerja di Singapura itu sebagian digunakan untuk suatu keperluan, sebagian lagi untuk biaya resepsi pernikahannya dengan Mulyono pemuda RT 04/RW 01 Desa Serangan.

Kondisi ekonomi memaksa keduanya segera mengakhiri nikmatnya bulan madu. Bukan berpisah dalam arti cerai sebagai suami isteri. Namun, keduanya meninggalkan kampung halamannya untuk sama-sama bekerja ke luar negeri.

Mulyono berangkat lebih dulu menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, sedangkan isterinya, Siti menyusul berangkat ke Hongkong. Mulyono lebih dulu pulang ketimbang Siti.

Laporan: Siswowidodo

Ilustrasi berjalan tanpa alas kaki.

Viral Seorang Remaja Jalan Puluhan Ribu Langkah demi Datang ke Masjid untuk Hal Ini

Belum lama ini viral mengenai seorang remaja berusia 14 tahun dari Amerika Serikat yang berjalan selama 3 jam dan menempuh 35.000 langkah menuju masjid untuk hal ini

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024