Proyek Asahan Masuki Negosiasi Ulang

VIVAnews - Proyek patungan Asahan antara pemerintah RI dengan 12 investor asal Jepang memasuki babak negosiasi pada awal tahun ini. Itu karena, pada 2013, proyek berumur 30 tahun harus berakhir.

Menteri Perindustrian MS Hidayat ditunjuk sebagai ketua negosiasi proyek Asahan. "Awal bulan ini, sudah mulai negosiasi. Bulan depan saya akan ke Jepang untuk merundingkannya lagi," kata Hidayat di sela-sela Indonesia-Japan Joint Economic Forum di Jakarta, Senin, 11 Januari 2010.

Ketika proyek Asahan yang di dalamnya terdapat pendirian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berakhir pada 2013, maka menurut Hidayat, terdapat dua opsi yang harus dilakukan. Pertama, kerja sama kedua negara diteruskan namun dengan perbaikan skema bisnis. Menurut Hidayat skema bisnis yang sebelumnya perlu dibenahi agar lebih menguntungkan Indonesia.

Misal, Hidayat menjelaskan, kurs mata uang yang digunakan antara pendanaan, penjualan, dan pembukuan tidak konsisten sama. "Kurs untuk pinjaman bentuknya yen tapi ekspor produk jadinya dalam bentuk dolar, sementara hitungan balance sheet dalam rupiah. Jadi harus diperbaiki," ujarnya. Selain itu, harga alumunium harus segera diupdate.

Opsi kedua, proyek tersebut diambil alih sepenuhnya (take over) oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan pertemuan economic forum yang dihadiri oleh menteri ekonomi RI dan Jepang, pemerintah Jepang memberi sinyal positif akan memperpanjang kerjasama proyek Asahan.

"Pemerintah Jepang inginnya kerjasama diperpanjang dan terbuka dengan perundingan," kata dia.

Sementara jika mengambil alih proyek tersebut, menurut Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait, pemerintah membutuhkan setidaknya US$ 220 juta untuk mengakuisisi Inalum dari Jepang.

"Hitung-hitungan saya, US$ 220 juta untuk mengambil alih, terdiri dari US$ 110 juta untuk modal kerja dan sisanya US$ 110 juta untuk melunasi nilai bukunya," kata Ketua Otoritas Asahan Effendi Sirait, 26 Oktober 2009 lalu.

Menurut dia, dari segi dana, Otoritas Asahan cukup mampu mengambil alih Inalum paska kontrak perjanjian dengan Jepang yang selesai pada 2013. "Dengan catatan, keuntungan terus bagus dengan harga yang bagus juga," ujarnya.

Effendi mematok harga aluminium ideal US$ 1.800 per ton untuk mendapatkan profit yang mencukupi.

"Harapan saya bisa diserahkan ke Indonesia karena dengan produksi Inalum sebanyak 240 ribu ton sudah bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 200 ribu ton," ujarnya.

hadi.suprapto@vivanews.com

KPK Siap Dampingi Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran dari Potensi Korupsi
Jalan Juanda di Kota Depok.

Depok Jadi Tuan Rumah Pembukaan Pendaftaran PPK untuk Pilkada 2024

Kota Depok memiliki DPT terbesar.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024