RUU Protokol

DPR Nilai Protokoler Pejabat Berlebihan

VIVAnews - Mayoritas anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menganggap pengaturan protokoler yang diberikan kepada pejabat negara, pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat dianggap berlebihan.

Hal ini disampaikan beberapa anggota dewan saat rapat dengar pendapat dengan Dirjen Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, Deputi Karumga Kepresidenan Bidang Protokol, Selasa 12 Januari 2010, yang dipimpin Ketua Baleg Ignatius Moelyono.

Anggota Fraksi Partai Gerindra, Harun Al Rasyid, mengatakan, jika pengawalan dengan menggunakan mobil sirine itu diberlakukan kepada Presiden dan Wakil Presiden hal itu sangat pantas dan wajar. Namun jika pengawalan dengan mobil sirine itu diberlakukan kepada menteri dan pejabat-pejabat negara lainnya, sering menimbulkan kemacetan dan sering terdengar caci maki dari pengguna jalan yang lain.

Tentunya, kata mantan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta itu, perlu ada pengaturan yang jelas pengawalan dengan mobil sirine ini. Rakyat sudah antipati, apalagi di tengah-tengah kemacetan lalu lintas di Jakarta, tiba-tiba ada mobil pejabat yang lewat jalan tersebut dengan pengawalan mobil sirine. ”Saya bahkan risi dengan keprotokolan ini,” kata Harun yang juga mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat ini, seperti dilansir laman resmi DPR.

Sebaiknya, katanya, keprotokolan ini berlaku yang wajar saja. Di negara-negara lain seperti Australia dan Belanda, pejabat negara dan pejabat pemerintahan ini bahkan sangat dekat dengan rakyat. Karena penghormatan itu bukan karena dibuat, tapi tumbuh dari dalam pribadi pejabat yang bersangkutan.

Untuk itu, dalam rangka mendapatkan berbagai masukan tentang Rancangan Undang-undang Protokol yang menjadi usul inisatif DPR RI, Harun menanyakan bagaimana pengaturannya.

Senada dengan itu, Hj. Himatullah Alyah Setiawaty menambahkan, sebaiknya dibuat pengelompokan jenis kegiatan yang perlu mendapatkan fasilitas keprotokolan. Dia sependapat keprotokolan yang ada sekarang ini berlebihan. Bahkan, hal ini sangat terlihat bagi pejabat pemerintahan di daerah-daerah.

Sementara itu,  anggota F-PDI Perjuangan Irsal Yunus menanyakan, apa sanksi yang akan diberikan terhadap seluruh pelanggaran kegiatan keprotokolan ini. Dia belum melihat sanksi yang akan diberikan terhadap pelanggaran ini.

Untuk itu, dia mengusulkan perlunya diatur mengenai sanksi yang tegas bagi pelanggar UU tersebut. Selama ini, dia melihat pelaksanaan keprotokolan yang sering dilanggar karena tidak ada sanksi. Sehingga kesalahan yang dilakukan itu akhirnya  terulang kembali..     

Selain masalah sanksi, anggota Fraksi Partai Golkar Ferdiansyah mengingatkan jangan sampai ada Peraturan Pemerintah (PP) lebih dari satu terhadap implementasi Undang-undang ini jika nantinya telah disahkan. Diharapkan PP yang hanya satu itu bisa merupakan peraturan sapu jagat, sehingga RUU tersebut harus dibahas secara detail. Perlu diingat, kata Ferdi, masih segudang UU yang menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah, dan sampai sekarang PP tersebut masih banyak yang belum terselesaikan.

“Banyaknya peraturan bagi sebuah UU akan menjadikan UU tersebut semakin lama implementasinya di lapangan,” katanya.

Ferdiansyah juga minta agar RUU tentang Protokol ini segera disosialisasikan dengan baik dan benar, sehingga dapat lebih efektif.

Terhadap pembahasan RUU tersebut, Ketua Baleg Ignanius Moelyono mengatakan,  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti.

Eks Sespri Sekjen Ungkap BAP KPK Bocor ke Pejabat Kementan
Pemkot Tangsel rapikan kabel fiber optik yang semrawut

Rapikan Kabel Fiber Optik Semrawut di Tangsel, Ini 5 Titik yang jadi Sorotan Pemkot

Wakil Wali Kota Tangsel Pilar Saga Ichsan turun tangan langsung dalam melakukan imbauan dan penindakan semrawutnya kabel fiber optik.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024