PUPR Akui Rantai Pasok Jadi Tantangan Pembangunan Masa Depan

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin.
Sumber :
  • M Yudha Prastya.

VIVA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR menilai, rantai pasok merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan lima tahun ke depan. Termasuk, dalam pembangunan ibu kota, yang direncanakan pemerintah akan dimulai pada 2020 sampai 2024.  

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin mengatakan, kesiapan rantai pasok di setiap wilayah perlu diperhatikan, agar proses pembangunan bisa berjalan dengan lancar.

"Kita lihat dari rantai pasoknya, apakah setiap pembangunan yang kita lakukan sudah siap dengan rantai pasok yang ada," kata Syarif di Auditorium PUPR, Jakarta, Selasa 10 September 2019.

Jokowi: Jalan Inpres Gorontalo Penting untuk Tingkatkan Konektivitas Daerah

Ke depan, lanjut Syarif, potensi yang akan dikembangkan di daerah itu menurutnya harus memiliki rantai pasok yang siap. Setidaknya, dimulai dari SDM, hingga sistem suplai maupun permintaan.

"Tentu, rantai pasok ini sangat terkait dengan seluruh pemain-pemain stakeholder yang terkait dengan kegiatan ini," tambahnya.

Empat Alasan Utama Publik Puas dengan Kinerja Jokowi, Menurut Survei Indikator

Dia menguraikan, rantai pasok harus terintegrasi satu sama lain, termasuk bagaimana mengoptimalkan teknologi yang ada. "Sehingga, supply chain ini bagian dari koordinasi seluruh wilayah seluruh asosiasi. Yang melakukan hal tersebut dan tentunya difasilitasi oleh pemerintah," katanya.  

Di satu sisi, soal pembangunan ibu kota baru, Syarif mengatakan, pendanaannya sudah bukan lagi masalah. Sebab, pembangunan apapun saat ini, tidak lagi semuanya bergantung kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Ibu kota pun kita sudah lihat bahwa skema pembiayaan pun demikian. Diagendakan APBN 19,2 persen dari Rp466 triliun. Kemudian, untuk alokasi KPBU (kerjasama antara pemerintah dan badan usaha) lebih besar 54,6 persen dan selanjutnya harapannya ada investasi lainnya melalui swasta, kurang lebih 26,2 persen," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya