Prof. DR. Anna Alisjahbana, dr.Sp.A

Selamatkan Bayi Indonesia, Jamin Masa Depan Bangsa

DR. Anna Alisjahbana
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA –  "Upaya menyelamatkan bayi Indonesia akan jamin masa depan bangsa”,  Prof (Em) DR. Anna Alisjahbana, dr. Sp.A, menyampaikan kalimat itu dengan tegas dalam Lokakarya Smiling Children Foundation’s WomenChangeMakers, yang diadakan di Jenewa, 17 – 19 Mei 2010.  

Bikin Mewek, Megumi Masih Ingat Saat Desta dan Natasha Rizky Berantem

Saat itu Pia datang untuk memenuhi undangan sebagai pemenang penghargaan "WomenChangeMakers. Peristiwa itu kemudian terulang tahun 2019. Anna datang sebagai calon penerima Pia Alisjahbana Award, sebuah penghargaan untuk perempuan yang mendedikasikan diri pada isu tertentu, bekerja dalam diam, tapi hasil kerjanya sangat manfaat.

Dr. Alisjahbana memiliki komitmen tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan anak, khususnya anak-anak yang menghadapi masalah perkembangan kesehatan, maupun kesehatan ibu hamil. 

Menkes Ungkap Alasan Tingkat Stunting Indonesia Baru Turun 0,1 Persen

Peran dan kontribusi aktif inilah yang mengantarkan Dr. Alisjahbana menjadi salah satu sosok WomenChangeMakers, penerima Ashoka Award, yaitu sebuah penghargaan yang diberikan melalui seleksi ketat kepada mereka yang dianggap berjasa besar dalam membawa perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat.

Buah tangannya yang memudahkan ibu memantau perkembangan anak dengan cara yang lebih mudah diabaikan Depkes, tapi ia tetap bekerja. Hingga akhirnya satu demi satu penghargaan internasional ia dapatkan. Kepedulian Pia Alisjahbana membuatnya mendirikan Yayasan Surya Kanti untuk terus memantau bayi dan anak agar mereka mampu melampaui masa krisis usai dilahirkan. 

Pakar Ingatkan Bahaya Screen Time, Ini Durasi yang Disarankan untuk Anak Main Gadget Bun!

Tahun ini, Pia Alishahbana menyabet Achmad Bakri Award atas dedikasinya pada kesehatan anak dan ibu. Kepada VIVAnews, Anna menceritakan bagaimana ia akhirnya bergelut dengan dunia anak, termasuk perjuangannya mewujudkan anak Indonesia yang sehat dan ceria. Berikut petikannya:

Anda terpilih sebagai salah satu tokoh yang mendapatkan PAB 2019. Tanggapan Anda?
Ya, saya sebenarnya tidak terpikir sama sekali ya kalau saya bisa mendapatkan penghargaan ini, tentunya saya sangat mengapresiasi penghargaan yang diberikan oleh Achmad Bakrie Award kepada saya ini.

Karena pengalaman atau keinginan yang saya lakukan itu sama sekali saya tidak mengira akan mendapatkan penghargaan seperti ini. Saya mengira Bakrie Award itu hanya lebih ke teknis, tetapi ini kan lebih ke sosial ya. 

Saya memulainya ketika menjadi dokter anak, sejak dulu saya memang tertarik untuk melihat lebih jauh lagi apa yang terjadi di luar rumah sakit. Bagaimana anak-anak di luar rumah sakit itu bisa survive atau ada yang bermasalah dalam perkembangan pertumbuhannya. Karena ketika saya masih menjadi dokter anak dulu, kondisinya tidak seperti sekarang ini. Dulu itu mungkin hanya sekitar 10 persen dari total populasi bayi yang lahir di rumah sakit, sisanya itu lahir di rumah. Nah, saya melihat lebih jauh ketika itu. Karena bayi yang lahir di rumah memiliki risiko yang cukup tinggi. 

Ketika itu saya coba mempelajari, apa yang terjadi ketika bayi lahir di rumah. Waktu itu saya melakukan penelitian, bidan dan dukun bayi di desa-desa. Itu saya lakukan sekitar tahun 80-an. Karena ketika itu kebanyakan ibu, mungkin 90 persen melahirkan dengan dukun beranak. Ketika saat itu tenaga kesehatan masih sangat minim. Lalu kita membuat pelatihan dukun bersama UNICEF. Kemudian saya membedakan dukun yang dilatih dan tidak dilatih, ternyata tidak ada beda. 

Mengapa demikian?
Di situ saya timbul pertanyaan, apa yang terjadi sebenarnya ini. Karena mereka sudah beberapa tahun dilatih oleh Depkes dan UNICEF. Dari penelitian saya itu ketahuan, metode pelatihan tidak seperti yang diperuntukkan bagi dukun bayi. Tidak praktis. Jadi mereka dilatih selama tiga bulan, sekali dalam seminggu. Tidak ada refreshing, tidak ada supervisi, yang diberikan kepada mereka hanya alat persalinan satu kotak. Tapi itu pun tidak dipakai oleh dukun, karena takut kotor. Jadi akhirnya ditaruh saja sama mereka sebagai sample bahwa mereka sudah dilatih. 

Apa yang kemudian Anda lakukan?
Kita ubah metode pelatihannya. Kita lakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan daya tangkap dia. Buku-bukunya bergambar, dan juga kita agendakan supervisi, refreshing, dan kita lakukan diskusi-diskusi bersama mereka. Nah, ternyata diskusi-diskusi itu penting sekali dilakukan untuk menunjukkan kepada mereka bahwa kita ini sejajar, kita bisa sama tinggi dan sama rendah dengan mereka (dukun beranak), walaupun ketika itu kedudukan kita sudah tinggi sebagai dokter anak. 

Nah, ketika itu saya melakukan penelitian di dua tempat yang saya lakukan kontrol dan intervensi. Dan memang yang intervensi ada dampaknya, tetapi angka kematiannya masih tidak jauh berbeda antara yang diintervensi dengan yang tidak diintervensi. 

Petugas Puskesmas mengukur tinggi badan sebelum memberikan pelayanan kesehatan imunisasi kepada balita di rumah salah satu warga Desa Srawung, Gesi, Sragen, Jawa Tengah

Polwan Polres Depok datangi anak viral nangis kelaparan di Bojonggede

Polwan Polres Depok Temui Gibran Anak Viral Nangis Kelaparan di Bojonggede, Ini yang Dilakukan

Polres Depok menugaskan Polwan Satlantas untuk mendatangi rumah Gibran, anak yang viral di media sosial yang menangis karena kelaparan.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024