Serikat Pekerja Rokok Tunggu Janji Pemerintah Soal Cukai dan HJE

Ilustrasi Buruh Perusahaan Rokok.
Sumber :

VIVA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) meminta Kementrian Keuangan melalui Badan Kebijakan Fiskal, membatalkan dan menghentikan wacana kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok. Keduanya masing-masing akan sebesar 23 dan 35 persen di 2020. 

Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 8,1 Triliun hingga Maret 2024

Realisasi kebijakan itu ditegaskan akan berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Sebab, dapat menghilangkan lapangan pekerjaan maupun menurunkan kesejahteraan petani tembakau dan karyawan industri rokok. Selain itu  berpotensi menumbuhkan maraknya peredaran rokok ilegal.    

“Kami meminta Kementerian Keuangan yang baru nanti  melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk membatalkan wacana kenaikan cukai dan HJE,” tegas Ketua Umum FSP RTMM Sudarto dikutip dari keterangannya, Kamis 17 Oktober 2019.

Kenaikan Tarif Cukai Disarankan Moderat Menyesuaikan Inflasi agar Tidak Suburkan Rokok Ilegal

Selain itu, lanjut Sudarto, FSP RTMM juga meminta pemerintah memperhatikan dan melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia yang padat karya. Pemerintah perlu memberikan perhatian pada kelangsungan dan kesejahteraan nasib para pekerjanya.

“Kami juga meminta agar setiap kebijakan pemerintah berkaitan dengan industri rokok dan tembakau seperti penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHC-CT, memasukan aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja rokok dalam pemafaatannya,“ papar Sudarto.

Wamenkeu: Konflik Israel Vs Iran Kita Perhatikan Sangat Serius 

BKF, menurut Sudarto pun telah  berjanji untuk memperhatikan aspirasi dan permintaan dari pihaknya, khususnya mengenai Sigaret Kretek Tangan atau SKT. Karena, secara umum, dalam kurun lima tahun ini industri hasil tembakau mengalami jalan ditempat bahkan mengalami penurunan.

"Dampaknya bagi penurunan industri tembakau adalah menurunnya kesejahteraan karyawan. Bila pemerintah tidak memperhatikan SKT, maka bukan hanya kesejahteraan karyawan industri rokok yang turun melainkan juga lapangan pekerjaan untuk buruh dan karyawan industri rokok dan tembakau akan semakin berkurang," tambahnya.

Lebih lanjut Sudarto menyampaikan, pihaknya masih terus menunggu realisasi janji dari pihak BKF, khususnya dalam hal pembatalan atau penundaan kenaikan cukai dan HJE Rokok. Realisasi janji pemerintah khususnya BKF akan terlihat di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang biasanya sudah keluar di pertengahan oktober atau akhir Oktober.

“Mereka berjanji akan memperhatikan suara dan permintaan kami termasuk soal SKT. Akan tetapi sampai saat ini PMK belum turun. Jadi Kami akan menunggu PMK nya dulu baru kami akan mengambil sikap. Kami akan mempelajari sejauh mana PMK yang baru nanti mampu mengakomodir aspirasi dari kawan kawan serikat pekerja RTMM,“ papar Sudarto.

Sudarto juga berharap, di pemerintahan Presiden Jokowi jilid dua, Kementerian Keuangan tetap memperhatikan aspirasi dan masukan dari FSP RTMM. Yakni tidak adanya kenaikan cukai dan HJE rokok, serta memperhatikan kelestarian SKT dan kesejahteraan karyawan dan para pekerjanya.

Namun demikian, bila di pemerintahan Presiden Jokowi jilid dua, menteri keuangan yang baru mengeluarkan PMK yang mengatur kebijakan tentang rokok dan tembakau, tidak memperhatikan masukan FSP RTMM, menurut Sudarto pihaknya akan menolak. Sebab, masukan dari FSP RTMM berkaitan dengan kelangsungan industri rokok dan kesejahteraan para pekerjanya.

“Tentunya kami akan menolak keputusan tersebut dan kami juga akan meminta kepada pemerintah terkait seperti Kemenkeu, BKF dan Presiden untuk melindungi tenaga kerja kami karena dalam kurun 10 tahun terakhir ini korban PHK sudah sangat tinggi,” tegas Sudarto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya