Chatib Basri Bongkar Sebab Kredit Tumbuh Lambat Meski Suku Bunga Turun

Muhammad Chatib Basri.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA – Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri mengungkap alasan masih melambatnya pertumbuhan kredit saat suku bunga telah diturunkan oleh Bank Indonesia ke level 5 persen. Dia mengatakan, persoalan suku bunga bukan lagi hal utama yang menjadi alasan lambatnya pertumbuhan kredit.

Ekonom Prediksi BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6 Persen, Ini Faktornya

Chatib menjelaskan, Loan To Deposit Ratio (LDR) di perbankan saat ini sudah mencapai 94 persen. Kondisi ini membuat perbankan sulit memberikan pinjaman secara cepat. Apalagi, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh lambat.

"Ya kan begini, rumusnya LDR itu adalah pinjaman dibagi dengan dana pihak ketiga. Kamu kan hanya bisa memberi pinjaman ke orang kalau kamu punya uangnya," kata Chatib usai menjadi pembicara di International Symposium, Asia's Trade and Economic Priorities 2020, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2019

BI Sebut Perlambatan Ekonomi 2024 Dipengaruhi Negara-negara Eropa dan China

Dia melanjutkan, hal ini adalah salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan kredit di berbagai sektor yang saat ini stagnan di kisaran 10-12 persen atau bahkan ada yang di bawah angka tersebut.

"Sekarang kan sumber uangnya dari dana pihak ketiga. Nah DPK nya ini tumbuh lambat, pinjami uang kuat enggak?," ucapnya.

The Fed Diproyeksi Pangkas Suku Bunga pada Semester II, Apa Dampaknya ke RI?

Kondisi ini juga, lanjut dia, yang membuat Bank Indonesia menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 tidak akan mencapai 5,1 persen atau di angka 5,05 persen.  

"Makanya pak Perry (Gubernur BI) juga menurunkan, bilangnya enggak nyampe 5,1 padahal tingkat bunga sudah diturunkan," tuturnya.

Chatib mengatakan ruang untuk ekspansi dari kebijakan moneter dan fiskal memang masih ada tapi terbatas. Untuk itu, dalam menjaga stabilitas dan meningkatkan ekonomi Indonesia ke depan, dia menilai perlu adanya reformasi struktural.

"Kalau kita mau dorong terus, itu harus struktural reform. Itu kaitannya aturan tenaga kerja, perizinan, skill dari tenaga kerja, jadi isu isu ini yang harus di address. Tanpa itu kita enggak bisa growth, jauh dari 5 persen, mungkin bahkan di bawah 5 persen sedikit," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya