Agung Podomoro soal Fintech Ilegal

Mall Central Park, Jakarta
Sumber :

VIVA – PT Agung Podomoro Land Tbk, perseroan berkode saham APLN menegaskan bahwa mal dan Apartemen Central Park, bukan merupakan tempat kegiatan perusahaan Fintech Peer to Peer Lending atau FP2PL ilegal.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Hal itu, untuk menjawab maraknya pemberitaan yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan surat larangan kepada para perusahaan FP2PL berizin dan terdaftar untuk berkantor di daerah-daerah tertentu, di antaranya Central Park (Jakarta Barat) dan Pluit (Jakarta Utara).

Sekretaris Perusahaan APLN, Justini, seperti dikutip dari keterangannya, Jumat 10 Januari 2020, menyatakan bahwa Central Park, merupakan nama/merek untuk mal dan apartemen yang dikembangkan oleh APLN, berlokasi di kawasan Podomoro City, Jl. S. Parman Kav. 28, Jakarta Barat.

Inovasi untuk Menciptakan Produk yang Sesuai Kebutuhan

Ia menegaskan, sebagai perusahaan terbuka, APLN selalu menaati seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan melakukan prinsip kehati-hatian, termasuk dalam memilih tenant-tenant yang melakukan kegiatan usaha di Mall Central Park.

"Prinsip kehatian-hatian, senantiasa menjadi prioritas kami dalam menjalankan kegiatan usaha. Pemilihan tenant di Mall Central Park, juga sudah melalui mekanisme yang ketat tersebut," tegasnya.

Kiat Bijak Memilih Layanan Pinjaman Fintech: Produktif atau Konsumtif?

Ia menyayangkan, penyebutan nama Central Park dalam surat OJK, karena hal tersebut dapat berdampak sangat negatif pada reputasi APLN.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau fintech penyedia platform peer to peer (P2P) lending untuk tidak membuka cabang di dua wilayah, yakni wilayah Central Park (Jakarta Barat) dan Pluit (Jakarta Utara) dalam surat bernomor S-I/NB.213/2020.

Mereka mengatakan, mayoritas gedung perkantoran dan bisnis di area tersebut terindikasi merupakan pusat beroperasinya banyak fintech yang tidak terdaftar/ tidak berizin OJK.

Sehingga, sebetulnya larangan tersebut bertujuan baik, yakni menjaga citra Fintech legal agar tetap baik dan untuk mendukung ekosistem peer to peer lending yang sehat di Indonesia.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK, Hendrikus Passagi mengatakan, “operasional mereka (Fintech ilegal) diduga terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, di antaranya adalah Central Park (Jakarta Barat) dan Pluit (Jakarta Utara). Dalam rangka menjaga reputasi industri dan mendukung keberlangsungan ekosistem FP2PL, kami meminta perusahaan Saudara untuk: Pertama, tidak memiliki kantor di daerah-daerah yang terindikasi banyak beroperasi Fintech yang tidak terdaftar/berizin di OJK; …”

OJK berpendapat, langkah ini diambil dengan tujuan untuk menjaga citra Fintech legal agar tetap baik, juga untuk mencegah terjalinnya kerja sama antara Fintech legal dengan Fintech ilegal.

“Langkah ini juga dimaksudkan untuk meminimalisasi atau mencegah kemungkinan kerja sama secara off-line antara ‘oknum penyelenggara’ Fintech lending terdaftar atau berizin OJK dengan Fintech lending illegal, yang memang jumlahnya masih terus bertambah karena belum tersedianya perundang-undangan yang dapat memberi sangsi pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara Fintech lending illegal … Langkah pencegahan dalam rangka perlindungan konsumen Fintech lending terdaftar dan atau berizin di OJK merupakan upaya yang perlu dilakukan secara berkelanjutan.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya