Agensi Iklan Mulai Dikuasai Asing, Negara Didesak Buat UU Periklanan

Penyerahan Naskah Amandemen Etika Pariwara Indonesia 2020 di Graha Unilever.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Derasnya kepemilikan modal asing di industri periklanan nasional membuat Dewan Periklanan Indonesia atau DPI merasa risau atas arah konten-konten periklanan yang dikuasai pemilik modal. 

Revisi DNI, Airlangga Buka 1.700 Bidang Usaha Termasuk ke Asing

Oleh karena itu, DPI mendesak pemerintah untuk mulai merancang Undang-undang Periklanan yang dapat mengatur pembuatan konten-konten iklan yang sesuai dengan budaya Indonesia.

Anggota DPI Janoe Arijanto mengatakan saat ini yang terjadi adalah kompetisi yang tidak fair karena tidak adanya aturan perundangan yang mengatur. Modal asing saat ini diperbolehkan menguasai 67 persen kepemilikan agensi periklanan, karena tidak lagi masuk dalam negatif list investasi asing. 

Mengenal Apa Itu UU Sapu Jagat Omnibus Law

“Padahal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan hanya air dan kekayaan alam, tapi juga konten, informasi. Kalau ini dikuasai asing, kan kedepannya membahayakan. Karena itu perlu diatur oleh perundangan,” tegas Janoe yang juga Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), dalam keterangannya, dikutip Sabtu 22 Februari 2020.

Senada dengan Janoe, Ketua Dewan Perguruan Periklanan Indonesia (DP2I) RTS Masli mengatakan, apa yang terjadi di Indonesia berbanding terbalik dengan periklanan di negara lain, di mana modal asing dibatasi tidak lebih dari 51 persen. 

Sidang DPR RI Vs Sidang Rakyat, Mana yang Sebenarnya Mewakili Rakyat?

Menurut dia, hal ini terjadi karena mereka memahami bahwa konten tidak boleh dikuasai oleh pemilik modal asing. 

“Itu bahaya menurut mereka, sementara kita semakin membuka keran modal asing karena mengganggap makin banyak yang masuk maka makin banyak capital inflow, padahal, industri kreatif itu bukan padat modal tapi padat kreatif,” ujarnya. 

Selain itu, pembukaan keran modal asing di Periklanan dimulai saat Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) efektif berlaku. Tapi ternyata tidak terjadi Capital Inflow karena semua berhenti di Singapura sebagai Hub nya Asean.

“Mereka menaruh kantor globalnya di Singapura dan menaruh kantor operasional Asia di sana, bukan di Indonesia,” tegasnya. 

Lebih lanjut Masli mengingatkan agar para pemangku kepentingan di industri Periklanan kembali kepada statuta DPI yaitu melindungi pengaruh dari budaya asing, dan terciptanya industri periklanan yang sehat.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya