YLKI: Pengesahan Perpres Iuran BPJS Naik Terkesan Sembunyi-sembunyi

Logo BPJS Kesehatan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mengkritik Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Perpres itu dinilai terbit secara mengejutkan.

PM Singapura akan Temui Jokowi Pekan Depan, Bahas Energi Hingga IKN

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, Perpres tersebut dibuat atau disahkan tanpa disertai proses konsultasi publik yang memadai, bahkan terkesan sembunyi-sembunyi saat masyarakat tengah terkurung pandemi Covid-19.

"Akibatnya Perpres No. 64/2020 secara sosial ekonomi juga tidak mempunyai empati. Mengingat kondisi masyarakat secara ekonomi terpuruk oleh wabah covid-19. Sekalipun untuk kelas III kategori peserta mandiri telah diberikan subsidi, tetapi membayar Rp25.000 per orang akan terasa sangat berat," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya, Jumat 15 Mei 2020.

PDIP Tak Mau Pusing Mikirin Jokowi dan Gibran yang 'Bakar' Rumahnya Sendiri

Tulus menambahkan, Perpres ini berpotensi mengerek tunggakan iuran masyarakat dan akhirnya target untuk meningkatkan revenue BPJS Kesehatan justru sulit tercapai. 

Karenanya, idealnya pemerintah menggunakan cara lain untuk menginjeksi biaya operasional BPJS Kesehatan, tanpa harus membebani masyarakat dengan kenaikan tarif.

Menlu Singapura Bertemu Jokowi di Istana Negara, Ini yang Dibahas

Misalnya, pemerintah bisa menaikkan cukai rokok untuk kemudian pendapatan cukai rokok langsung didedikasikan untuk keperluan BPJS Kesehatan.

Sebab, kenaikan cukai rokok juga mampu mengusung gaya hidup masyarakat yang lebih sehat, sehingga mampu menekan penyakit tidak menular yang selama ini menjadi benalu finansial BPJS Kesehatan.

"Apalagi di saat pandemi perilaku merokok sangat rawan menjadi triger terinfeksi Covid-19," kata Tulus.

"Pemerintah dan Kemensos juga harus cleansing data pada kelompok PBI terlebih dahulu. Patut diduga di kelompok ini masih banyak inefisiensi atau banyak peserta yang tidak tepat sasaran," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya