HIPMI: Usul Naikkan Harga Elpiji Tak Tepat

Stasiun Pengisian Gas Elpiji di Plumpang.
Sumber :
  • ANTARA/Saptono

VIVAnews - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai usulan PT Pertamina untuk menaikkan harga elpiji sangat tidak tepat. Pasalnya, kenaikan itu bisa berdampak pada inflasi dan perekonomian nasional. Selain itu, krisis Eropa juga belum berakhir.

“Usulan menaikkan harga elpiji sangat tidak tepat,” kata Wakil Ketua BPP HIPMI Silmy Karim dalam keterangannya, Selasa 9 Juni 2010.

Silmy mengatakan, pemerintah maupun Pertamina sebaiknya mempertimbangkan lebih jauh dampak kenaikan itu bagi perekonomian masyarakat, utamanya pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Dalam rapat kerja Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat yang dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, Senin kemarin,  Pertamina mengusulkan kenaikkan harga elpiji non-subsidi sebesar Rp 1.000 per kilogram per Juni 2010.

Blak-blakan, Putri Anne Ngaku Belum Bisa Move On dari Arya Saloka

Dengan kenaikan itu, kata Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PE Pertamina Ferederick ST Siahaan, kerugian perusahaan negara tersebut akan berkurang Rp 655 miliar menjadi Rp 2,55 triliun pada tahun ini.

Pertamina beralasan, kerugian bisnis elpiji non-subsidi terjadi sebab harga jual produk tak sebanding peningkatan harga bahan baku. Pada tahun 2009, dengan harga CP Aramco US$ 515 per metrik ton (MT), kerugian bisnis elpiji non-PSO Rp 2,3 triliun. Pada tahun ini, rata-rata harga CP Aramco US$ 725 per MT. Adapun kerugian bisnis elpiji non-subsidi Rp 3,2 triliun.

Namun, HIPMI menilai dasar perhitungan Pertamina yang menggunakan harga perekonomian sebagai harga acuan sangat tidak tepat. “Mestinya dihitung  atas dasar biaya produksi (lifting, dan lain-lain). Dan harusnya pertamina tidak merugi. Sebab, problem lain Pertamina tidak efisien,” tegas Silmy.

Sedangkan alasan dikonsumsi menengah atas, HIPMI menilai juga tidak tepat. Pasalnya, justru gas lebih banyak dikonsumsi oleh pelaku UKM dan kebutuhan rumah tangga.  “Akan ada migrasi konsumsi, dan disparitas harga  mendorong terjadinya penyelewengan,” imbuh dia.

Dari sisi produksi, Silmy mengatakan, kenaikan ini belum sepantasnya sebab produksi dalam negeri masih dominan atas  elpiji impor. Produksi dalam negeri lebih dari  separo dari yang diimpor. Itu sebabnya, harga elpiji harus di bawah patokan CP Aramco.

“Jadi jangan menggunakan harga internasional sebab harga CP Aramco merupakan harga untuk gas elpiji impor. Sedangkan gas yang diproduksi masih berasal dari kekayaan alam nasional,” ujar Silmy. (hs)

Ilustrasi STNK di Jakarta.

Bayar Pajak Kendaraan Sekarang Dapat Diskon

Pemerintah daerah ini menghadirkan program istimewa yang memungkinkan Anda menghemat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor alias PKB.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024