Petani Dipidana, UU Perkebunan Diujikan ke MK

Petani yang terusir
Sumber :
  • Hafiz Hasian | VIVAnews

VIVAnews - PIL-Net, jejaring pengacara publik, memasukkan permohonan uji material Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai pasal 21 dan pasal 47 UU Perkebunan ini telah mengkriminalkan petani di sekitar perkebunan.

Di awal pembentukannya, Pemerintah beranggapan bahwa lahirnya UU No 18/2004 tentang Perkebunan merupakan satu langkah maju dalam upaya mewujudkan kesejahteraan warganegara. Sehingga penyelenggaraan perkebunan yang demikian telah sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD1945.

Namun, dalam perjalanannya, lahirnya UU a quo, justru memunculkan serangkaian persoalan baru. Materi muatan UU yang mengatur mengenai “larangan melakukan suatu perbuatan” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU Perkebunan, telah menyeret ribuan rakyat miskin yang marginal, ke dalam penjara.

"Perumusan delik di dalam kedua pasal tersebut, yang dibuat samar-samar, tidak jelas dan tak terrinci, telah menjadi senjata bagi perusahan-perusahaan perkebunan besar, untuk memidanakan para petani kecil di sekitaran perkebunan. Bahkan, menginjak rumput perusahaan, petani pun bisa dipidana dengan ancaman lima tahun penjara," kata Wahyudi Jafar, salah satu yang mengajukan permohonan, dalam rilis ke VIVAnews, Selasa 12 Oktober 2010.

Dalam catatan PIL-Net, hingga medio 2010, telah ada 106 kasus kriminalisasi petani berhadapan dengan sejumlah perusahaan kakap. Karena itu, PIL-Net yang aktif mendampingi petani-petani korban kriminalisasi, memohon kepada MK, membatalkan Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU Perkebunan.

PIL-Net menyatakan, kedua pasal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. Prinsip negara hukum itulah yang mendasari seluruh penyelenggaraan negara di Indonesia, termasuk jaminan perlindungan kesamaan di muka hukum dan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

Dilihat dari muatannya, Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU a quo, terang tidak mencerminkan aturan yang jelas, mudah dipahami, dan dilaksanakan secara adil. Rumusan delik pemidanaan dalam Pasal-pasal a quo adalah rumusan yang tidak jelas dan berpotensi disalahgunakan secara sewenang-wenang. Ketentuan dalam Pasal-pasal a quo yang tidak jelas dan sumir tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas konsep negara hukum, di mana “a legal system in which rules are clear, wellunderstood, and fairly enforced”, dengan unsur kepastian hukum di dalamnya, dan sekaligus mengandung asas legalitas, prediktibilitas, dan transparansi.

Mendag: Kami Siap Meluncurkan Roket Bertenaga Metana Perdana
Brigade tanggap bencana KSPSI siagakan posko mudik Lebaran 2024

KSPSI Siagakan Posko Mudik Lebaran 2024 Lewat Brigade Tanggap Bencana

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea lewat Brigade Tanggap Bencana ikut berpartisipasi aktif dalam arus mudik Lebaran 2024.

img_title
VIVA.co.id
12 April 2024