- Antara/ Nila Fu'adi
VIVAnews - Gubernur Bengkulu, Agusrin Najamudin, terdakwa perkara tindak pidana korupsi mengajukan keberatan atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurut tim penasihat hukum, dakwaan jaksa salah alamat.
Dalam dakwaannya, JPU menerapkan pasal dengan hukuman maksimal pada Agusrin dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan dana perimbangan khusus bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan. Agusrin diancam hukuman maksimal seumur hidup, minimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar, minimal Rp200 juta.
Dalam keberatan yang dibacakan secara bergantian, tim penasihat hukum mengatakan bahwa perkara tindak korupsi atas penyalahgunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bengkulu Tahun 2006 telah mendapat keputusan hukum tetap. Bahkan, menurut kuasa hukumnya Marthen Pongrekun, putusan hakim telah sampai di tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Telah ada kepastian hukum dalam perkara ini atas terdakwa Chairuddin tanpa kerjasama dengan pihak lain, termasuk dengan terdakwa (Agusrin)," kata Marthen dalam sidang persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 18 Januari 2011.
Menurutnya, mantan Kepala Dinas Pendapat Daerah, Chaeruddin, telah mengusulkan kepada terdakwa selaku Gubernur Bengkulu untuk membuka rekening di luar kas daerah yaitu di BRI Cabang Bengkulu di luar rekening kas umum daerah. "Atas perbuatannya itu, maka negara dirugikan Rp20,16 Miliar," jelasnya.
Oleh karena itu, mereka menyimpulkan bahwa dakwaan jaksa error in persona atau keliru mengenai orang yang didakwa. Selain itu, Marthen menilai bahwa dakwaan jaksa tidak cermat. "Dakwaan primair maupun subsidair tidak cermat, tidak jelas, tdak lengkap," ungkapnya.
Menanggapi keberatan itu, Jaksa Sunarta, mengatakan akan mengajukan tanggapan atas keberatan tersebut satu pekan usai sidang hari ini. Menurut Sunarta, merupakan hak setiap penasihat hukum untuk menyampaikan keberatan. "Itu kan haknya pengacara," ujarnya.