- Antara/ Ujang Zaelani
VIVAnews - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pertemuannya dengan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum membahas tentang mekanisme perlindungan terhadap participant whistle blower atau saksi pelaku terkait revisi Undang-Undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Salah satu yang perlu dimasukkan dalam revisiĀ adalah mengenai pengurangan hukuman. "Agar participant whistle blower dimungkinkan untuk diringankan hukumnya. Kedua, mendapatkan pembebasan bersyarat, serta yang ketiga mendapatkan remisi," kata Kepala LPSK Semendawai usai pertemuan, Rabu 16 Februari 2011.
LPSK mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi participant whistle blower (saksi-pelaku) untuk mendapatkan keringanan hukuman bahkan bebas dari tuntutan. Syarat-syarat ini masih dibahas untuk masuk dalam revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Namun, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi. "Pertama, yang bersangkutan memberikan informasi untuk mengungkapkan kejahatan. Kedua, dia bukan aktor intelektual dari kejahatan. Ketiga, faktor-faktor lain seperti tidak mengulangi kejahatan," kata Semendawai.
Juga akan dipertimbangkan, informasi yang diberikan saksi pelaku harus memberikan dampak besar untuk kepentingan negara.
Wacana perlindungan saksi pelaku sendiri masih dalam pembahasan serius LPSK dengan aparat penegak hukum lain. Tujuannya, agar korban terlanggar pun juga mendapatkan kepastian hukum, dan whistle blower yang melakukan kejahatan juga mendapat hukuman setimpal. (adi)