"Inside Job": Akar Krisis Ekonomi 2008

Inside Job
Sumber :
  • scepticblog.org

Judul: Inside Job
Sutradara: Charles Ferguson
Durasi: 120 menit


Dunia enggan melupakan isyarat tubuh dan tekanan suara Gordon Gekko pada "Wall Street" (1987) ketika ia mendenguskan kata-kata yang kini nyaris menjadi adagium, "Rakus itu bagus." Film karya Oliver Stone itu seolah jadi artefak keramat bagi mereka yang ingin 'sedikit' memahami karakter para makelar-makelar saham kelas satu di New York, yang kerap disebut Tuan Semesta. Dan agaknya kini 'Gekko' menemukan penerjemahan sempurna akan kebengisannya justru bukan pada sequel film Stone, "Wall Street: Money Never Sleeps" (2010), namun pada "Inside Job".

Pada tahun 2008, Amerika Serikat menyaksikan kebangkrutan Lehman Brothers, yang lantas menyeret dunia ke dalam krisis ekonomi. Negeri itu lalu jatuh ke dalam resesi yang bikin cemas, terparah setelah Great Depression di awal abad ke-20. Dalam "Inside Job", Charles Ferguson, sang sutradara film dokumenter itu, menjalin pertemuan demi pertemuan dengan banyak petinggi di Wall Street dan Washington serta beberapa guru besar ekonomi Harvard, Columbia Business School, untuk menyebut satu-dua nama, demi mendapatkan 'pencerahan' atas bagaimana krisis bisa terjadi dan mengapa sistem keuangan remuk.

Telunjuk Ferguson mengarah kepada deregulasi, yang mulai kerap diterapkan pada pemerintahan Ronald Reagan, ketamakan korporasi yang merajalela, dan kolusi antara Wall Street, Washington dan kaum akademis.

Pada pembukaan film, Ferguson menoleh kepada Islandia, sebuah negara kepulauan di Eropa sejahtera. Ferguson memperlihatkan bahwa sekelompok kecil regulator, ketika dihadapkan dengan para bankir, menjadi tidak berdaya. Tiga bank di Islandia, "yang tak pernah menjadi global", lantas berkembang menjadi raksasa perbankan dunia dalam satu dekade dengan aset ratusan miliar dolar setelah menjalani privatisasi.

Ada regulator yang berkeras ingin mencari tahu tentang cara salah satu dari tiga bank itu dalam melakukan praktik. Namun, mereka malah berhadapan dengan satu tim pengacara yang telah dibayar teramat mahal oleh bank. Para pengacara itu melawan segala argumen para regulator. Bahkan, jika ada regulator yang sanggup melawan, bank itu tak sungkan merekrutnya.

"Dan itu juga terjadi di New York, bukan?" kata seorang narasumber Ferguson.

Bayangkan Goldman Sachs dan Citigroup, mega bank dunia yang punya kekuatan politik tak terukur. Bank-bank itu punya kontak kuat dengan para pejabat Congress, Kementerian Keuangan, Gedung Putih, dan pejabat-pejabat lain di tempat lain yang diperlukan.

Film dengan gambar-gambar yang berganti dengan cepat ini, demi menegaskan tema film, memasang Matt Damon sebagai narator. Para narasumber, dengan informasi kelas satu, mendapatkan tata lampu dan set yang asyik yang menekankan kekhususan mereka. Lagu berjudul "Big Time" yang energik, dinyanyikan oleh Peter Gabriel sebagai pembuka film, sungguh memberikan aksen 'Gekko-ism' pada 'Inside Job": "My parties have all the big names and I greet them with the whitest smile," demikian salah satu baris lagu.

"Inside Job" menjadi 'kuliah' yang komprehensif tanpa penuturan rumit. Penyuntingan gambar dan narasi layak mendapatkan pujian, hal yang membantu film menjadi sedikit mudah dipahami, setidaknya bagi penonton yang tak menekuni konsep-konsep ekonomi. Dalam taraf tertentu, film ini seperti "An Incovenient Truth" dunia ekonomi. Seperti kita tahu, "An Incovenient Truth" adalah dokumenter karya Davis Guggenheim tentang hal-ihwal pemanasan global.

Melalui film ini, Charles Ferguson sepertinya akan berhasil memantik kemarahan orang tentang para 'penjahat' korporasi yang hampir tak pernah "mendapatkan hukuman penjara". Melanjutkan amarah yang ia salurkan dalam film, ia merutuk di pidato penerimaan Oscar yang lalu: "Saya mohon maaf karena mesti memulai [pidato ini] dengan menunjukkan bahwa tiga tahun setelah krisis ekonomi yang menggetarkan itu, yang disebabkan oleh kecurangan massal, tak ada seorang pun eksekutif keuangan yang dipenjara. Dan hal itu salah."

Bikin 2 Gol ke Gawang Korsel, Begini Kata Rafael Struick
Ilustrasi beli obat bisa lewat layanan telefarmasi.

Istri Bintang Emon Positif Narkoba Gegara Obat Flu, Begini Penjelasan Ahli

Terkait kasus yang dialami oleh Alca Octaviani, ada 2 jenis obat yang telah ia konsumsi di antaranya adalah obat actifed yang mempunyai kandungan pseudoephedrine.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024