- Antara/ Puspa Perwitasari
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Jenderal Perkeretapian, Soemino Eko Saputro, tersangka dalam kasus dugaan korupsi hibah kereta listrik eks Jepang.
"Ditahan di Rutan Cipinang," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, saat dihubungi, Kamis 31 Maret 2011. Soemino ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2009.
Soemino ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK sejak pagi. Usai diperiksa, Soemino langsung masuk ke mobil tahanan.
Menurut Johan proyek tersebut berlangsung pada tahun 2006-2007 dengan nilai proyek sebesar Rp48 miliar. Johan menegaskan akibat perbuatan tersangka, negara diduga dirugikan sebesar Rp 11 miliar. Tersangka pun diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hibah tersebut bermula ketika Jepang tidak lagi menggunakan kereta listrik sejak tahun 1998-1999. Kebijakan itu berlaku karena Jepang memberlakukan Undang-undang Lingkungan Hidup yang melarang penggunaan refrigent freon pada Air Conditioner (AC) di kendaraan umum.
Indonesia merupakan satu-satunya negara yang sistem transportasi kereta rel listrik (KRL) yang sama dengan Jepang. Tahun 2004, melalui PT Kereta Api pemerintah membeli 16 unit KRL kepada Itocu Corporation Japan dengan harga 8 Juta Yen per unit KRL seri 103. Biaya tersebut termasuk angkut dan transaksi. Tahun 2005 PT KA kembali membeli 16 unit KRL seri 8000 pada Tokyu Corporation dengan harga yang sama.
Namun, 30 November 2006, ditandatangani kontrak pengangkutan 60 unit kereta tipe 5000 milik Tokyo Metro dan tipe 1000 milik Toyo Rapid hibah eks Jepang itu antara Satuan Kerja Pengembangan Sarana Kereta Api dengan Sumitomo Corporation. Kontrak tersebut menyebutkan nilai per unitnya mencapai 9,9 yen termasuk biaya angkut dan asuransinya.
Dua tipe itu merupakan tipe yang generasi 1 dan 5 yang tergolong tua. Indonesia Corruption Watch menduga ada kerugian negara mencapai 570 juta yen.