- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus pengadaan alat kesehatan, yakni mantan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi.
Dengan penolakan ini, Sujudi tetap dihukum empat tahun penjara sesuai putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Dalam musyawarah Majelis Hakim Agung yang menangani diperoleh satu kesimpulan bahwa permohonan PK Sujudi tidak dapat diterima dan dibenarkan," demikian bunyi putusan Majelis PK yang diketuai oleh Mansur Kartayasa itu, Jumat 8 April 2011.
Dalam pertimbangannya, Majelis menilai novum (bukti baru) yang diajukan oleh Sujudi untuk ajukan PK tidak dapat diterima. Meski mengungkap keadaan baru, tapi substansi perkara perdata dalam novum dinilai sudah pernah dikemukakan dan dipertimbangkan oleh terdakwa dalam pemeriksaan pengadilan di tingkat pertama, Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, 23 April 2010.
"Yang namanya bukti baru harusnya belum pernah dipertimbangkan, dikemukakan oleh terdakwa dalam persidangan," tutur Majelis.
Selain itu, terdakwa juga tidak menggunakan hak melakukan kasasi, tetapi langsung mengajukan PK, sehingga statusnya otomatis sudah menjadi terpidana.
Sebelumnya, Achmad Sujudi divonis dua tahun tiga bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan (kini Kementerian Kesehatan). Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan penjara kepada Achmad Sujudi. Hukuman ini diperberat Majelis Hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta jadi empat tahun.
Dalam kasus ini, Achmad Sujudi memiliki peran dalam penunjukkan langsung PT Kimia Farma Trading and Distribution sebagai rekanan dalam proyek pengadaan sejumlah alat kesehatan pada 2003. Alat kesehatan itu rencananya akan dibagikan ke 32 rumah sakit di sejumlah daerah di Indonesia bagian timur.
Melalui surat bernomor 1450/Menkes/X/2003, Achmad Sujudi menetapkan PT Kimia Farma Trading and Distribution sebagai rekanan proyek tersebut. (Laporan: Siti Ruqoyah, umi)