Seberapa Besar Pertumbuhan Kredit Konsumsi?

Penggunaan kartu kredit di sebuah mal di Surabaya
Sumber :
  • Iwan Heriyanto | Surabaya Post

VIVAnews - Transaksi dengan menggunakan kartu kredit kembali ramai diperbincangkan setelah kasus meninggalnya nasabah Citibank, Irzen Octa.

Kutukan Sungkyunkwan Scandal: 5 Pemerannya Terjerat Kontroversi Bertubi-tubi!

Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) itu meninggal pada Selasa 29 Maret 2011, setelah menanyakan jumlah tagihan kartu kredit Citibank yang membengkak hingga Rp100 juta dari semula Rp48 juta. Sebelum meninggal, dia sempat diinterogasi penagih utang atau debt collector Citibank.

Meski porsi kartu kredit masih relatif kecil dibanding total penyaluran kredit di industri perbankan nasional, penawaran produk perbankan tersebut masih cukup tinggi. Demikian juga penyaluran untuk kredit konsumsi.

Data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan pertumbuhan kartu kredit rata-rata mencapai 18-20 persen per tahun.

Hingga saat ini total pengguna kartu kredit di Indonesia sudah mencapai 13,6 juta orang. "Namun, porsi kartu kredit hanya sembilan persen dari total kredit perbankan sekitar Rp1.700-an triliun," kata Ketua Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), Dodit W Probojakti, kepada VIVAnews.com di Jakarta, akhir pekan lalu.

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, selama lima tahun terakhir, penyaluran kredit konsumsi --termasuk kartu kredit-- di bank umum meningkat 159,8 persen dari Rp206,69 triliun per Desember 2005 menjadi Rp537,11 triliun per akhir 2010. Per Januari 2011, kredit konsumsi telah meningkat menjadi Rp548,75 triliun.

Sementara itu, kredit investasi melonjak 159,3 persen dari Rp134,4 triliun pada 2005 menjadi Rp348,51 triliun per Desember 2010. Namun, kredit modal kerja hanya tumbuh 148,25 persen dari Rp354,55 triliun per akhir 2005 menjadi Rp880,2 triliun.

Dari data tersebut terlihat pertumbuhan kredit konsumsi masih yang tertinggi. Meski hanya berselisih tipis dengan kredit investasi. Namun, dari segi nilai, penyaluran terbesar kredit perbankan masih didominasi kredit modal kerja. Meski demikian, pertumbuhan kredit ini masih cukup rendah dibanding kredit konsumsi dan investasi.

Pengamat perbankan Djoko Retnadi mengatakan, dalam lima tahun ke depan, pertumbuhan kredit konsumsi masih akan cukup tinggi. Kredit konsumsi dinilai pelaku perbankan memiliki risiko lebih rendah dibanding kredit investasi maupun modal kerja.

"Kondisi sekarang berbeda dibanding sebelum krisis 1998, di mana kredit investasi dan modal kerja masih dominan," kata Djoko kepada VIVAnews.com.

Namun, setelah krisis berlalu, seiring aturan BI yang cukup ketat menyangkut rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) dan batas maksimum pemberian kredit (BMPK), menurut dia, bank-bank mulai mengalihkan sasaran ke kredit konsumsi. BI menetapkan persyaratan minimum CAR sebesar 8 persen.

"Sejak saat itu, tawaran KTA (kredit tanpa agunan), KKB (kredit kendaraan bermotor), kartu kredit, hingga personal loan mulai marak," tuturnya.

Tidak hanya bank besar, bank-bank kecil juga mulai masuk ke persaingan di pasar kredit konsumsi. "Ini dilakukan antara lain untuk mengurangi risiko, karena kondisi yang tidak memungkinkan bermain di pasar kredit investasi maupun modal kerja," ujarnya.

Kekhawatiran risiko kredit bermasalah pada kredit modal kerja dan kredit investasi membuat bank memilih strategi aman. Apalagi, selama ini, permintaan kredit konsumsi juga masih sangat tinggi di Indonesia.

Dia pun mencontohkan makin meningkatnya penggunaan kartu kredit sebagai alat transaksi pengganti uang tunai. Belum lagi, maraknya permintaan kredit pemilikan rumah (KPR), sehingga memicu persaingan yang sangat ketat.

Bahkan, untuk KPR, ada bank yang hanya mematok suku bunga 7-9 persen. "Persaingan untuk KPR memang sudah luar biasa," tuturnya.

Apakah bank tidak takut rugi karena menerapkan bunga rendah? Menurut Djoko, bank bisa menerapkan strategi kebijakan 'saling menutupi'. Artinya, di saat bank memberikan bunga rendah pada KPR, bank masih menerapkan suku bunga tinggi untuk KTA, kartu kredit, dan kredit multiguna.

Meski demikian, Djoko menjelaskan, porsi penyaluran kredit perbankan yang ideal sebaiknya adalah untuk kredit konsumsi 30 persen, kredit modal kerja 30 persen, dan kredit investasi 40 persen.

Kredit modal kerja dibutuhkan untuk keperluan perdagangan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, kredit investasi diperlukan untuk menumbuhkan daya saing, sehingga produk di dalam negeri bisa berkompetisi dengan produk luar.

"Produksi akan menggerakkan ekonomi riil, sedangkan perdagangan akan menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan," tuturnya.

Bulu Mata, Salah Satu Kunci Penampilan Kris Dayanti
Febri Diansyah dan Rasamala Usai Diperiksa Penyidik KPK

Jaksa KPK Panggil Febri Diansyah dkk ke Sidang SYL, Ini Alasannya

Jaksa KPK akan memanggil Febri Diansyah dkk dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) dengan terdakwa mantan Mentan SYL.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024