Cara Australia Jadikan Debt Collector Ramah

Kartu kredit
Sumber :

VIVAnews - Kasus kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum jasa penagih tunggakan kartu kredit (debt collector) masih terus menjadi perhatian masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, Bank Indonesia (BI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga perbankan bersama-sama turun tangan memperbaiki mekanisme penagihan yang dianggap lebih baik.

Perkembangan terakhir, BI dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) telah menyusun standar prosedur operasional atau SOP penagihan yang lebih ramah pada nasabah. Rencananya SOP hasil rembukan tersebut akan diperkuat dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia.

Terkait kasus debt collector yang terjadi belum lama ini, otoritas perbankan Indonesia patut bercermin dari aturan penagihan negara Australia yang dengan jelas dan gamblang memberlakukan aturan khusus mengenai tata cara penagihan.

Menurut staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Maqdir Ismail, tata cara penagihan kredit macet di Australia sama sekali tidak menggunakan kekuatan fisik, pelecehan yang tidak semestinya, dan atau paksaan agar yang berutang melakukan pembayaran atas barang atau jasa.

Keamanan nasabah dan kenyamanan para debt collector tersebut bisa terjaga karena landasan tindakan para penagih utang tersebut diatur secara ketat dalam sebuah produk hukum. "Hal tersebut diatur dalam pasal 60 Trade Practices Act dan pasal 12 DJ ASIC Act (Australian Securities and Investments Commission)," ujarnya Maqdir di Jakarta.

Dalam aturan tersebut, Maqdir menjelaskan, sejumlah perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang debt collector ketika menagih tunggakan nasabah.

Aturan tersebut di antaranya, pertama, debt collector tidak boleh menghubungi debitor atau pihak ketiga pada jam yang tidak masuk akal. Kategori jam tidak masuk akal itu adalah akhir pekan, hari libur umum, larut malam, atau pagi-pagi.

Kedua, seorang debt collector sama sekali tidak diperkenankan melakukan kontak secara berlebihan, dan mengunjungi debitor di tempat kerja karena berpotensi dipermalukan atau sebagai ancaman untuk mempermalukan debitor di tempat kerja.

"Debt collector di Australia juga tidak boleh berusaha untuk mempermalukan atau menakut-nakuti, seperti kasar, ofensif, cabul atau bahasa diskriminatif," katanya.

Kalau kembali ke Indonesia, Maqdir menjelaskan, larangan yang harus dipatuhi debt collector dan aturan yang ada sama sekali belum memadai. Tidak adanya aturan tegas yang mengatur mengenai debt collector mengakibatkan kegiatan para tukang tagih itu bisa merajalela.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Arief Budimanta, menyayangkan tidak adanya pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/11/PBI/2009 Pasal 17 yang mengatur bahwa penerbit kartu kredit wajib menjamin jalannya penagihan atas transaksi kartu kredit sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DSAP/2009.

"Namun, dalam surat edaran tersebut tidak dijelaskan secara rinci. Jadi, perlu ada pengaturan terhadap jasa penagihan, sebagaimana di Australia itu ada," ujarnya.

Peraturan terhadap debt collector tersebut penting karena banyaknya oknum tukang tagih yang berlaku semena-mena dan tidak sesuai dengan etika. Tidak jarang para oknum debt collector melakukan kekerasan seperti yang terjadi pada kasus kematian nasabah kartu kredit Citibank, Irzen Octa, beberapa waktu lalu. (art)

Francesco Bagnaia Beber Masalah di Sprint Race MotoGP Amerika 2024
Ilustrasi kereta api.

KAI Operasikan 256 Kereta Jarak Jauh per Hari Selama Arus Balik Lebaran 2024

Masa angkutan lebaran tahun ini, rata-rata tingkat ketepatan waktu perjalanan kereta api jarak jauh capai 99,6 persen.

img_title
VIVA.co.id
14 April 2024