- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVAnews - Polemik kembali terjadi antara Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kali ini, kedua pihak sama-sama ngotot mempertahankan pendapatnya dalam hal pembelian 7 persen saham divestasi milik PT Newmont Nusa Tenggara.
Komisi XI DPR sebelumnya menuding pemerintah melanggar kesepakatan dengan DPR terkait pembelian saham Newmont. DPR bahkan mengancam akan menempuh prosedur hukum atas perilaku Menkeu tersebut.
"Ini adalah kewenangan pemerintah," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo usai rapat dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2011.
Menurut Agus, pembelian saham Newmont melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sudah dilakukan sesuai prosedur yang ada. PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) memiliki kewenangan untuk membeli saham di sebuah perusahaan.
"Jadi, misalnya PIP terakhir membangun Rumah Sakit di Kendari, upaya membangun RS itu tidak perlu meminta persetujuan yang lain karena sudah diberikan mandat. Istilahnya, PIP itu sudah punya mandat dan statusnya adalah BLU," ujar Agus.
Menkeu juga berharap Newmont bisa segera tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rencana untuk menjadi perusahaan publik itu setidaknya sudah masuk dalam agenda perusahaan usai rapat umum pemegang saham (RUPS) terakhir yang digelar Newmont.
Namun, Newmont belum memutuskan secara pasti waktu pelaksanaan go public tersebut.
Walau Newmont telah menjadi perusahaan milik pemerintah, Agus meminta agar Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) tetap memproses rencana penawaran umum perdana saham (IPO) Newmont sesuai ketentuan yang berlaku.
"IPO Newmont yang bisa memberikan lampu hijau adalah Bapepam dan Bapepam diminta Menkeu untuk menjadi lembaga yang profesional," kata dia.
Bapepam, lanjut Menkeu, harus menjaga standar yang baik sehingga kualitas pasar modal Indonesia yang saat ini tidak terlalu dalam dan luas dapat lebih baik. Terlebih lagi, masuknya perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif biasanya akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk ikut mencatatkan saham di bursa efek.
Berdasarkan Kontrak Karya Newmont pada Desember 1986, pemegang saham asing wajib melepas 51 persen saham kepada pihak Indonesia setelah empat tahun tambang berproduksi. Saat ini, divestasi sudah selesai.
Dengan transaksi pembelian itu, kini pemegang saham Newmont terdiri atas pemegang saham asing, yaitu Nusa Tenggara Partnership BV 49 persen. Sementara itu, pemegang saham dari Indonesia mengantongi sebesar 51 persen, yang terdiri atas PT Multi Daerah Bersaing 24 persen, PT Pukuafu Indah 17,8 persen, PT Indonesia Masbaga Investama 2,2 persen, dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) 7 persen. (art)