- ANTARA/ Wahyu Putro A
VIVAnews -- Selain menghanguskan kawasan lereng dan menguburnya dengan abu, dampak letusan Gunung Merapi juga dirasakan masyarakat di kaki gunung. Lahar dingin menerjang ke wilayah hilir, mengirimkan bongkahan batu-batu besar dan ribuan kubik material.
Bencana tak terelakkan, rumah-rumah hancur dan hanyut. Jalur Yogya-Magelang berkali-kali putus. Padahal, baru sekitar 30 persen material Merapi yang turun.
Untuk menghindari malapetaka, warga bantaran Kali Code, Yogyakarta menggelar ritualĀ 'Larung Sukerto' dan doa bersama lintas iman bekerjasama dengan di bantaran kali, Kelurahan Jogoyudan, Gowongan, Yogyakarta, Kamis 12 Mei 2011 malam.
"Ini dalam rangka memohon keselamatan bagi masyarakat di lereng Merapi, sepanjang sungai yang berhulu di gunung Merapi khususnya warga yang tinggal dibantaran Kali Code agar mampu mengatasi dan terhindar dari mara bahaya banjir lahar dingin," kata A. Daryanto, Ketua Panitia Ritual Larung Sukerto dan doa bersama lintas iman disela-sela acara kepada VIVAnews.com.
Sejumlah pemuka agama memimpin doa, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu, dan kepercayan seperti Kejawen. "Dengan doa bersama lintas iman ini kami berharap warga bangkit dalam kebersamaan untuk penguatan mental spiritual dan memohon keselamatan," ujarnya.
Sementara, ritual Larung Sukerto dilakukan dengan menghanyutkan bebek berwana putih ke arah aliran sungai Code. Ritual itu dianggap menjadi simbol mengalirnya ancaman bencana diikuti dengan kesucian -- yang diharapkan masyarakat ikut menjaga kesucian tersebut.
Terlihat juga anak sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun mewakili keluarga Keraton ikut melepas bebek ke aliran Kali Code. "Tujuh ekor Bebek ini untuk buang sial atau membuang segala marabahaya," tambah Daryanto. Angka 7 juga diyakini sebagai simbol atau lambang arah mata angin. (Laporan Erick Tanjung| DIY)