RUU Pengadilan Tipikor

Mengusut Korupsi Butuh Keahlian Khusus

VIVAnews - Direktur Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi, Fery Wibisono, mendorong Dewan Perwakilan Rakyat menyelesaikan  pembahasan Rancangan Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Bisa jadi 'Bestie' Olahraga, Jangan Asal Pilih Earbuds

“Untuk efisiensi dan efektivitas penegakan hukum bagi perkara tipikor. Karena itu perlu dibentuk pengadilan yang lebih khusus,” kata Fery dalam seminat “Menyelamatkan RUU Pengadilan Tipikor” di Dewan Perwakilan Daerah, Kamis 15 Januari 2009.

UU itu, kata dia, juga dapat mendukung pembuktian perkara korupsi yang masuk kategori sulit. Misalnya dilakukan secara teroganisir. Mereka juga memiliki sistem untuk merekrut akuntan dan ahli hukum. Akibatnya, kasus ini sulit diusut karena dilakukan orang yang pandai memanfaatkan celah hukum.

Juniver Girsang Imbau Para Advokat Bersatu Pasca Putusan MK, Ini Alasannya

Membuktikan korupsi terorganisir, kata Ferry, dilakukan dengan merunut satu persatu kronologisnya. Bahkan, kata dia, KPK harus menyadap pelaku untuk mendapat bukti.

Menurut Fery, tingkat kesulitan mengusut korupsi makin tinggi bila dilakukan antar negara. Sebab, kata dia, pelaku memisah rekening satu dengan lainnya di beberapa negara. Itu menyulitkan petugas membawa bukti ke pengadilan.

Belum Resmi Jadi Suami-Istri, Rizky Febian dan Mahalini Jalani 2 Prosesi Adat Hari Ini

“Ini membutuhkan keahlian khusus, karena dampak korupsi yang luar biasa maka hakim-hakim Tipikor menjadi semacam Kopasusnya kasus korupsi,” kata Fery. “Jaksa dan penyidik kalau bisa juga khusus untuk kasus  korupsi.”

Itu sebabnya, Fery menyarankan, dalam RUU Tipikor hakim Tipikor dibebaskan dari tugas fungsional sebagai hakim dipepradilan umum. Sebab, kata dia, rangkap jabatan dapat membuat para hakim tidak fokus.

RUU Tipikor masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya