Agus Condro

“Korupsi Penyakit Kekuasaan”

Agus Condro
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVAnews – Demi seorang Agus Chondro, Mahfud MD --di tengah kesibukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi--  bersedia menjadi saksi di sidang Pengadilan Tipikor, Kamis 26 Mei 2011. Di depan hakim, Mahfud juga meminta keringanan hukuman bagi mantan anak buahnya itu. Sebab, kata dia, Agus Chondro mengaku sadar telah korupsi.

Prediksi Pertandingan Liga 1: Persib Bandung vs Persebaya Surabaya

Ada dua hal yang dibeber Mahfud di muka sidang. Pertama, Agus Chondro mengakui perbuatannya menerima uang Rp500 juta. Pengakuan itu disampaikan di Garut pada 2008.

Tak hanya itu, eks politisi PDIP itu menceritakan praktik mafia suap di Komisi XI DPR Periode 1999-2004. Praktik itu biasa terjadi dalam setiap ada pemilihan di Komisi Keuangan dan Perbankan itu. Agus Condro mengaku tertekan. Bahkan awal masuk Komisi XI ia langsung diberi uang Rp25 juta. Dengan catatan harus mengikuti aturan main Komisi XI pada waktu itu.

Shin Tae-yong Dapat Kabar Baik dari Erick Thohir soal Perpanjangan Kontrak

Untuk diketahui, kasus cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang akhirnya dimenangkan Miranda Swaray Goeltom adalah ‘tsunami besar’ bagi perpolitikan Indonesia. Sebanyak 30 mantan anggota Komisi Perbankan dan Keuangan periode 1999-2004 DPR diperkarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk politisi senior, Panda Nababan dan mantan menteri, Paskah Suzetta.

Proses persidangan kasus ini juga diwarnai berita duka. Dua terdakwa meninggal dalam tahanan, yakni Poltak Sitorus dan Jeffry Tongas Lumbanbatu.

Menggabungkan Teknologi dan Kecantikan, Era Baru Perawatan Kulit dengan AI

Usai sidang berakhir Kamis lalu, sambil menikmati rokoknya, Agus Condro bercerita tentang banyak hal: soal kesaksian Mahfud, praktek penyimpangan di Dewan, perasaannya saat tahu dua rekannya meninggal di tahanan, juga soal kondisinya di penjara. Ia juga menjawab pertanyaan yang sering dialamatkan padanya: apakah ia menyesal mengungkap kasus besar ini?

Berikut petikan wawancara Agus Chondro dengan VIVAnews.com:

Dalam kesaksian yang meringankan, Mahfud MD mengaku, Anda pernah mengatakan menyesal?

Apa yang saya sampaikan ke Pak Mahfud, sudah saya omongkan ketika saya jadi saksinya Hamka Yamdu dalam kasus aliran dana ke Bank Indonesia dengan tersangka Aulia Pohan dkk. Tapi tidak persis seperti kata Pak Mahfud, begitu datang ke Komisi IX itu langsung dikasih duit, itu sebulan kemudian.

Kapan waktunya dan di mana Anda mengaku pada Mahfud MD?
Sudah lama tahun 2004. Ingatnya susah. Waktu itu bareng naik pesawat ada acara sosialisasi Pancasila membahas soal korupsi, saya dilirik Mahfud, “gimana Gus! Ini Komisi XI kena lagi, nggak enak.” Tapi terakhir pada waktu ingin memulangkan, memang ngomong sama Mahfud, uang yang Rp500 juta itu.

Apa benar praktek suap itu lazim di Komisi XI?
Ya ini kan penyakit kekuasaan. Kekuasaan itukan cenderung korup. Nah ketika DPR menggunakan kekuasaanya untuk menyetujui divestasi, untuk menyetujui pejabat publik seperti BI ya penyakit itu selalu muncul. Masalahnya kontrol terlalu longgar dan permainan itu tidak diketahui pihak luar. Ketika teman-teman di komisi membahas soal keuangan itu kan komisi basah. Jadi, penyakit dari kekuasaan kewenangan dari komisi itu muncul di situ.

Kondisi itu Anda sebut sebagai tekanan?
Bukan tekanan, tetapi saya mau berteriak, ngomong, itu kan jadi tidak enak. Bukan tekanan psikologis tapi perasaan tidak enak. Tidak merasa tertekan dengan mafia seperti apa, tapi hanya tidak enak mau ngomong, ya sudah didiamkan  saja, yang penting kerja.

Yang diungkapkan Mahfud di persidangan tadi sesuai?
Ya persis, tapi gayanya Pak Mahfud itu kan keras, tegas tidak soft. Beliau orang jujur, kalau ngomong blak-blakan.

Anda menyesal membeberkan semua ini?
Saya kan politisi, kalau ini tidak saya ungkap, tidak saya sampaikan, tidak jadi masalah. Tapi, saya akan tersandera. Kalau saya keluar nanti, mau berpolitik lagi itu, apa yang saya lakukan itu sudah terungkap, sudah tertebus dengan ditahan. Selesai. Berarti saya tidak ada persoalan lagi, saya sudah bebas mau ngomong apa saja, saya tidak takut diungkap kasusnya. Kalau belum diungkap kan saya tersandera suatu saat ada yang meledakkan bisa lawan politik atau siapapun nanti.

Bagaimana dengan status Anda sebagai whistleblower?

Saya tidak merasa manfaat atau kelebihan sebagai whistleblower. Saya sama seperti terdakwa lainnya, sama-sama ditahan sama-sama menjalani ini. LPSK katanya memberi perlindungan hukum tapi ketika diminta hadir tidak datang. Yang datang malah teman-teman yang cukup dengan SMS kemudian saya susuli surat resmi. Malah Mahfud yang ketua MK yang datang, dari LPSK tidak ada, hanya memberikan surat bahwa saya dilindungi saat sidang dilindungi. Tapi ketika pengacara saya minta hadirkan ahli dari LPSK nyatanya tidak datang. Tidak berpengaruh.

Harapan Anda di persidangan ini?
Terserah hakim saja lah, bagaimana baiknya. Yang penting buat saya,  apapun putusan hakim nantinya atas diri saya, akibatnya tidak membuat orang takut melapor kasus korupsi di mana orang itu terlibat di dalamnya. Kalau saya tidak mendapatkan sesuatu kelebihan atau keringanan ataupun tidak, buat apa  buka-buka korupsi kalau ujungnya ditahan. Kan orang belum tentu siap begitu. Saya sejak melapor ke KPK sudah menyadari suatu saat saya akan masuk penjara. Saya bicara ke penyidik KPK waktu itu katanya paling setahun paling lama dua tahun. Saya santai aja.

Apakah ada penjagaan khusus di penjara Polda?
Penjagaan khusus tidak ada, cuma ruang titipan KPK itu berbeda dengan tahanan Polda lainnya. Dan politisi nggak ada yang ditahan di situ.

Perlakuan teman politisi lainnya yang tersangka pada Anda?

Ya baik saja, tapi kalau dalam hati kecil mereka tidak suka sama saya, ya wajar lah. Karena saya, mereka jadi masuk ke sini (penjara). Dari body language-nya kan kelihatan, tapi saya menyadari merasa tidak enak dengan teman-teman yang mestinya tidak masuk jadi masuk. KPK kan biasanya yang dicari aktor intelektual, jadi saya kan cuma disuruh, dikasih duit sama seperti teman lain.

Ada rasa khawatir atau merasa terancam?
Ya kalau terancam sih tidak lah tapi orang kalau mau ngerjain saya kan tak mungkin ngomong. Itu namanya gertak tapi kalau mau kan tinggal lakukan saja. Saya hanya jaga-jaga diri.

Apa yang pernah KPK sampaikan ke Anda?

Tidak pernah bicara mau apa, cuma penyidik waktu itu bilang kalau bapak mengungkap kasus ini paling tidak dihukum satu tahun, katanya KPK itu biasanya aktor intelektual yang akan diusut tapi ternyata semua penerima kena. Ini diluar dugaan saya. Tapi ini sudah risiko

Anda kecewa dengan KPK?
Tidak juga. Tidak apa-apa kalau itu bagian strategi KPK mengungkap kasus.

Sikap PDIP bagaimana?
Banyak teman-teman PDIP yang menjauhi saya. Saya baru lapor KPK langsung dicopot dari DPR, tapi ada yang vonisnya sudah in krach (berkekuatan hukum tetap) sampai sekarang nggak dicopot alasannya macam-macam. Saya juga tidak mau nanya kenapa, malas saya, biarlah, orang mereka yang berkuasa.

Susah ya partai politik?

Jadi begini, sumber masalah di negeri ini kan partai politik. Karena apa? Orang mau jadi anggota DPR melalui partai, jadi presiden, gubernur dari partai. Nah ketika presiden dan DPR terpilih kemudian membuat UU memilih hakim melalui DPR artinya kan sumbernya partai. Lah kalau partainya keruh sumber pendanaanya tidak mandiri kemudian butuh banyak duit untuk memenangkan pemilu ini pasti akan menugaskan anggota mereka yang ada di eksekutif dan legislatif itu untuk mencari duit, ini yang terjadi. Wajah partai itu kan DPR. Dengan saya melapor saya berharap partai akan membenahi dirinya supaya bisa menekan abuse of power. Karena kekuasaan itu cenderung korup.

Kunci kasus cek pelawat ini siapa menurut Anda?
KPK, tapi ini kan persoalannya saksi belum tentu bicara terbuka untuk mengatakan yang sebenarnya. Orang yang dianggap penting juga tidak bicara sesungguhnya. Seperti Tjahjo Kumolo masa tidak tahu ada uang itu, dia kan ketua fraksi. Teman-teman tersangka ini kan cuma prajurit yang menerima. Kalau pimpinan partai mau jujur apa adanya saya yakin akan terbuka. Kalau ketua fraksi tidak mengetahui saya sulit percaya.

Sudah dua terdakwa kasus cek pelawat yang meninggal dalam tahanan. Bagaimana kondisi psikologis Anda dan terdakwa lain?

Saya berusaha mendekat (ke sesama terdakwa) dan itu mencair saat saya mencoba ajak ngomong-ngomong. Kalau yang meninggal itu saya juga kepikiran, jangan-jangan gara-gara saya. Tapi itu takdir, urusan Tuhan, meski sempat terpikir kematian salah satu teman gara-gara saya, berbesar hati saja kalau ini takdir yang maha kuasa.

Keluarga Anda bagaimana kondisinya?
Tidak ada masalah. Saya bilang kalau saya akan masuk penjara. Yang penting sudah mengaku dan mengembalikan uangnya. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya