Ketua DPR, Marzuki Alie

Ada yang Menembak di Atas Kuda

Ketua DPR Marzuki Alie pimpin rapat bahas proyek gedung
Sumber :
  • Antara/ Andika Wahyu

VIVAnews - Ketua DPR Marzuki Alie menerima banyak warisan dari kepemimpinan DPR periode lalu. Beberapa warisan yang menjadi sorotan publik dari mulai kinerja anggota Dewan sampai pembangunan gedung baru DPR. Marzuki berupaya mereformasi DPR dengan berbagai program yang termuat dalam rencana strategis. Salah satu yang telah dilakukan adalah moratorium kunjungan kerja anggota DPR.

Bagi Marzuki reformasi DPR merupakan tuntutan publik yang harus dijalankan. Tetapi, Marzuki mengaku tidak bisa sendiri. Dibutuhkan kekompakan, sinergi, transparansi, dan dukungan dari semua pihak termasuk para anggota Dewan. Kritik, cacian, hingga hujatan kerap diterima pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini. Dari mulai kritikan tak berdasar sampai cacian di Twitter.

Pahit-getir sudah dirasakan Marzuki. Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini tak pernah menyangka akan menduduki kursi nomor satu di badan legislatif negeri ini. Terpaan hidup, dari mulai berstatus tersangka dan dikejar-kejar orang sudah pernah dialami. Tapi satu prinsip yang dipegang Marzuki adalah bersabar dan menerima. Karena janji Tuhan akan meningkatkan derajat hidup umatnya bila menerima dan bersabar mengatasi cobaan.

Dalam wawancara khusus dengan VIVAnews.com di ruang kerjanya, lantai 3 gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu 8 Juni 2011 lalu, Marzuki bersedia membeber sejumlah persoalan terkini, termasuk kasus yang mendera politisi Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Berikut wawancara VIVAnews.com dengan Marzuki Alie:

Apa warisan DPR periode lalu yang paling membebani?
Sebetulnya kami tidak bisa menyalahkan ya, karena ini proses. Proses itu perlu waktu, kita tahu reformasi mulai 1998. Mulai tahun 1999 ada banyak perubahan konstitusi. Adanya amandemen konstitusi tentu diperlukan pada masa-masa transisi. Ada pula masa penataan sistem dan masa konsolidasi. Semua perlu waktu dan itu bukan pekerjaan mudah. Lobi politik untuk melakukan sesuatu yang sifatnya konseptual, sistemik itu tidak mudah. Apalagi demokrasi baru terbangun di mana kita seolah sangat bebas, di mana kita merasa saat itu tidak berpikir koridor-koridor aturan di dalam demokrasi, sehingga konsolidasi demokrasi itu melebihi dari waktu yang tersedia. Itu yang kami pahami.

Yang kedua, persoalan di DPR itu ada dua hal. Pertama, institusi partai politik sebagai bagian dari pilar demokrasi dan proses demokrasi. Partai politik itulah juga menjadi bukti negara kita negara demokrasi. Dibuktikan juga dengan pemilu demokratis yang teragenda dengan baik dan di mana tanggung jawab partai politik dalam menyiapkan kader-kadernya yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif. Ini belum berjalan seperti harapan. Kenapa? bertahun-tahun partai politik itu dibangun bukan berdasarkan sistem, tetapi kita merasakan pada zaman Orde Baru kekuasaan yang menentukan segalanya, di mana hanya tiga partai politik dan dua lainnya itu hanya pelengkap penderita.

Satu partai itu dikendalikan oleh kekuasaan. Sehingga membangun partai itu sebagai satu institusi kaderisasi calon-calon pemimpin masa depan, belum terbangun sebagai proses rutin yang dapat berkontribusi positif terhadap bangsa ini. Itu yang kita merasakan hingga banyak muka baru yang masuk ke DPR ini,

Mereka-mereka yang tidak melalui proses kaderisasi, yang tidak melalui proses berjenjang, yang biasanya untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu harus melalui proses pematangan, memperluas pematangan dan sebagainya. Itu yang tidak ada, sehingga orang masuk DPR ini bawa sumber daya masing-masing, bawa pengalaman masing-masing. Itulah yang menjadikan hiruk-pikuk di DPR.

Yang ketiga, di tambah lagi persoalan kelembagaan DPR. Kelembagaan DPR sendiri kita merasakan belum secara cepat melakukan reformasi untuk menangkap peluang demokrasi ini. Kelembagaan di DPR ini tidak berubah secara signifikan pasca-Orde Baru. Akibatnya, satu sisi seleksi partai tidak memenuhi harapan, sisi kedua suprastruktur di DPR tidak berjalan baik sehingga DPR kita saksikan seperti sekarang ini.

Artinya, reformasi belum terwujud di DPR?
Demokrasi ini pilihan, dilakukan dengan pengorbanan nyawa, darah, materi. Itulah yang terjadi dalam proses reformasi 1998. Karena kita merasakan selama Orde Baru demokrasi itu hampir tidak dirasakan. Rakyat menyampaikan pendapatnya hampir tidak ada ruang sama sekali. Negara kita baru dalam berdemokrasi, tentu demokrasi yang kita jadikan pilihan itu langsung berjalan sesuai harapan untuk kesejahteraan rakyat.

Demokrasi itu kan tujuannya untuk kesejahteraan rakyat, tinggal caranya saja. Untuk menyejahterakan rakyat, sistem yang sudah teruji itu kan demokrasi. tetapi demokrasi yang betul-betul keberpihakannya pada rakyat itu belum tumbuh. Ini kan butuh waktu. Amerika sendiri butuh waktu ratusan tahun. Indonesia sendiri baru 13 tahun. Sekarang ini kita melakukan reformasi dalam bidang demokrasi. Artinya kita perlu waktu. Harusnya kita mensyukuri demokrasi di Indonesia. Ini pendapat saya, jauh lebih hebat dari apa yang diidolakan sebagian masyarakat Indonesia yang selalu berorientasi barat, Amerika, sebagai contoh negara yang demokratis.

Perbedaan antara Amerika dan Indonesia, Amerika belum pernah presidennya perempuan. Indonesia kita tahu kita pernah presidennya perempuan. Banyak hal lain kita syukuri demokrasi kita lebih liberal dari yang ada di Amerika Serikat. Demokrasi tentu harus disesuaikan dengan negara kita, masyarakat kita kan religius, yang berke-Tuhanan sebagaimana yang dinyatakan dalam sila Pancasila. Itu kan digali dari akar budaya kita. Kita belum mengaitkan demokrasi dengan
sila-sila Pancasila. Ketika bicara demokrasi kadang ada anggapan agama itu tidak terkait demokrasi, menafikan pemahaman. Demokrasi ini kan sebagai alat ya, harus ada payung. Payungnya itu tentu sebagai masyarakat religius ada agama di sana, tentu harus berperilaku sesuai ajaran agama.

Bagaimana dengan pembenahan kelembagaan dan juga anggota DPR?
Kita sudah membedah persoalan DPR ini dengan SWOT analisis. Lalu solusi kita jabarkan dalam rencana strategis DPR. Sekarang, rencana strategis ini kita jabarkan dalam program-program. Percuma saja apa yang kita siapkan dengan baik, mana kala rencana strategis tidak kita jalankan. Solusinya itu ada di rencana strategis atau renstra. Jawabnya itu ada di renstra.

Pembenahannya bagaimana?
Kalau kita bicara pembenahan, kita sudah susun visi misi DPR periode 2009-2014, kita mencapai visi misi dengan strategi yang dijalankan. Restrukturisasi kelembagaan DPR ini perlu di jalankan. Reformasi kesekjenan itu penting dalam rangka kita menyiapkan struktur, wadah, untuk melakukan perubahan itu. Ini yang menjadi prasyarat utama. Artinya ada strategi, struktur yang kita benahi, kemudian ada sistem kerjanya, setelah itu kita bicara sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan atau memiliki kualifikasi menjalankan itu.

Kalau empat hal ini kita laksanakan dengan baik visi DPR itu kita yakin bisa kita capai dengan baik. Kalau 4S ini terpotong-potong, misalnya struktur tidak dilakukan pembenahan bagaimana menyiapkan sistem. Ini rangkaian pekerjaan besar dalam rangka reformasi DPR ini. Soal warisan periode lalu, gedung baru. Dulu mau disayembarakan tidak jadi. Periode sekarang sudah punya desain gedung baru. kemudian jadi isu ramai, sampai Kementrian Pekerjaan Umum (PU) hitung ulang.

Bagaimana perkembangan terbaru pembangunan gedung baru?
Saya ingin meluruskan, ini bagian program strategi besar. Banyak program lain seperti rumah aspirasi.  Gedung baru itu dikaji karena melihat kebutuhan meningkatkan kualitas kerja perlu tambahan tenaga ahli juga kita lihat ruangan. Ruangan ini dibangun pada masa Orde Baru untuk kapasitas 800 orang, sekarang dengan satu asisten dua tenaga ahli, sekarang gedung itu diisi 2.500 orang. Ini saja sudah menjadi pertimbangan dalam kita minta Sekretariat Jenderal membangunkan satu bangunan baru sehingga ada tempat layak untuk anggota dewan bekerja. Kenapa? Karena gedung berkapasitas 800 orang diisi 2.500 orang itu sama dengan truk berkapasitas 5 ton diisi dengan kapasitas 15 ton, truknya jadi  apa.

Itu diperkuat juga kajian Puslitbang Kementrian PU yang menyatakan keretakan yang terjadi sekarang ini bukan hanya terjadi karena gempa, tapi bisa juga karena faktor beban. Ini yang tidak disadari orang, apalagi kita ingin menambah tenaga ahli dari dua menjadi lima orang. Kenapa perlu tambahan tenaga ahli? Karena mitra kerja ini banyak sekali kementrian, bagaimana anggota dewan bisa menyiapkan bahan materi rapat dengan baik yang diterima dari kementrian mana kala tidak didukung tenaga ahli yang cukup.

Referensi kita tidak jauh kok, Filipina tenaga ahlinya sudah tujuh orang, Irak yang baru saja menjadi negara demokratis saja tenaga ahlinya sepuluh orang. Kita butuh lima orang dan itupun kita penuhi bertahap. Kita perlu meningkatkan kinerja anggota dewan perekrutan tenaga ahlinya juga perlu kita perbaiki, tidak serta merta seperti sekarang seenaknya saja anggota dewan melakukan perekrutannya, nanti ada aturan bagaiman perekrutannya kalau perlu menyewa lembaga independen.

Kenapa kita sekarang belum bicara kesana karena ada yang lebih urgen. Kita pimpinan sudah sepakat perekrutan tenaga ahli harus melalui tes oleh lembaga independen, kalau nggak mau ya silakan saja karena membayarnya pakai uang negara bukan uang mereka. Kalau mereka cari sendiri silakan bayar sendiri, kalau mau dibayar negara ya harus melalui tes, asesment, pemagangan dan lain sebagainya. Sekarang ini tenaga ahli dibayar negara tapi mereka pilih sendiri. Makanya sekarang inipun kualitasnya layak dipertanyakan, mungkin ada yang baik tapi menurut saya mayoritas tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Perkembangan terkini?
Sekali lagi DPR ini tidak perlu gedung baru, tapi perlu ruangan yang bisa menampung semuanya. Satu anggota ditambah lima staf ahli dan satu staf khusus, jadi semuanya tujuh orang. Jadinya sekitar empat ribu orang. Kami minta Sekretariat Jenderal menyiapkan ruangan menampung 4.000 orang, itu yang harus disiapkan. Artinya apa, apakah dibangunkan gedung baru, atau merehab itu urusan Sekretariat Jenderal dengan tim teknis dari Kementrian PU. Karena yang menghitung bukan kita, dulu menetapkan 27 lantai kemudian 36 lantai sekarang 26 lantai. Dulu biaya Rp1,8 triliun karena kita ributkan jadi Rp1,6 triliun lalu turun jadi Rp1,1 triliun.

Sekarang dihitung lagi, katanya harganya bisa turun jadi Rp700 miliar. Ini kan aneh, dan seolah DPR yang main-main. Padahal, tim teknis ini terdiri staf Sekretariat Jenderal, kemudian Kementrian PU dan konsultan, kenapa DPR yang dipersalahkan seolah-olah bernegosiaisi? Itu bukan urusan DPR. DPR itu yang penting gedung untuk kerja itu disiapkan.

Memang masalah desain menurut Kementrian PU itu tergantung owner. Owner itu DPR. Kalau DPR mau disayembarakan ya dilaksanakan, tapi soal desain gedung itu DPR periode lalu. Artinya desain itu yang sekarang muncul ke permukaan. Kami hanya menentukan bentuknya saja, bentuknya ini sudah ditenderkan periode lalu, kami terima saja. Kalau ini dibatalkan, bagaimana uang yang telanjur dikeluarkan. Makanya sekarang, kami serahkan kembali pada BURT (Badan Urusan Rumah Tangga). Apakah kita pakai twin tower saja?

Karena dengan desain sekarang ini lebih mahal 20 persen dari gedung biasa. Kalau kita bangun lagi gedung yang sama dengan Nusantara I, itu bisa lebih murah daripada bangun gedung dengan desain U terbalik itu.

Usai pertemuan antara Kementrian PU, BURT sudah rapat. Apa Hasilnya?
Sudah, tapi saya ingin kita rapat lagi dengan fraksi-fraksi agar BURT ini tidak menjadi tempat yang seolah ilegal. Padahal BURT ini berisi perwakilan fraksi yang membahas urusan internal DPR. Kalau perlu ya sampaikan perlu yang ada di BURT sampaikan. Yang di BURT menyampaikan perlu yang di luar menyampaikan berbeda, ini yang membingungkan kita. Apa yang dilakukan BURT ini legal sesuai UU MD3, prosedural. Apa yang dilakukan orang di luar BURT itu yang tidak legal, bahkan tidak struktur, bukan forum yang berhak ambil keputusan. Makanya saya sampaikan kepada anda yang berkata-kata di luar, tidak bisa mewakili. Bila menolak, gantilah orang yang di BURT kalau mereka dianggap tidak mewakili.

Kebijakan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri itu terprogram atau hanya karena desakan publik?
Apa yang dikerjakan DPR itu tak salah, semuanya ada payung hukum. Payungnya tata tertib DPR dan UU MD3. Dalam rangka pengawasan mereka bisa ke luar negeri, dalam rangka penyusunan RUU bisa ke luar negeri. Ke luar negeri juga ditentukan, RUU dua negara, pengawasan empat negara. Lalu yang dipersoalkan efektifitasnya. Oleh karenanya, pimpinan menganggap untuk menata kembali bahwa ada hal-hal diperlukan boleh ke luar negeri, tetapi harus selektif, contohnya saya bilang ini contoh yang BURT.

BURT ke luar negeri ada buku panduannya, agendanya, tentang negara tujuan, kenapa ke negara tujuan, kemudian bicara apa yang ingin dicari, daftar pertanyaannya. Harusnya ini yang disosialisasikan ke publik melalui media. Kalau ini sudah diatur, kunjungan ke luar negeri itu bukan sesuatu  yang haram, ke luar negeri itu dibutuhkan untuk perancangan undang-undang kan butuh referensi. Apa yang dapat dicari dari internet dimasukkan kesini. Inggris misalnya, bagaimana sistem di sana bisa diambil dari internet. Lalu kaitan RUU yang dibahas. Apakah Inggris cocok sebagai negara tujuan delegasi yang akan berangkat?

Kunjungan ke luar negeri masih dibuka tetapi selektif, izin pimpinan tidak hanya satu, tapi lima sekaligus. Kalau dulu kan wakil saja, wakil sebagai koordinator bidang. Bidang Kesra itu Taufik Kurniawan, Bidang Industri dan Perdagangan itu Pak Pramono, Bidang Keuangan itu Pak Anis Matta, ada Koordinator Politik dan Keamanan itu Pak Priyo Budi Santoso.

Yang lalu itu cukup di mereka, tapi karena ada opini tidak baik, maka kita angkat bersama-sama. Kegiatan lain yang kita batalkan itu pengawasan, pengawasan itu empat kali setiap alat kelengkapan, kemudian GKSB (Gabungan Kerjasama Bilateral). GKSB itu kerjasama bilateral, sekali lima tahun, itu kita tunda. Yang bisa itu hanya kerja-kerja menyangkut BKSAP (Badan Kerjasama Antar-Parlemen), karena memang kerjasama antar-parlemen. Kalau itu tidak diperkenankan, ya sama saja suruh mereka stop bekerja, sama dengan komisi I yang membawahi luar negeri.

Moratorium itu menghemat berapa?
Ini bisa separuh. Kalau rupiahnya saya tidak paham betul karena itu yang bertanggung jawab adalah Sekjen.

Kebijakan moratorium itu sampai kapan?
Sampai sistem berjalan baik. Bagaimanapun ke luar negeri itu kita perlukan. Mereka dibilang usaha cari uang tidak tepat juga, karena soal itu diatur Menteri Keuangan, meskipun harga-harga yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi sebenarnya, seperti tiket penerbangan, hotel, itu kan yang tidak sesuai dengan kondisi sekarang ini.

Satu ketika imbauan Anda untuk kurangi kunjungan diabaikan anggota lainnya, ada apa sebenarnya?
Karena kewenangan itu wakil-wakil, jadi itu sifatnya imbauan. Tapi sekarang ini kita pegang berlima, kenapa? Karena kita lihat tidak ada perubahan, sebelum berangkat tidak sosialisasi. Makanya mau tidak mau pimpinan ambil sikap. mekanismenya, alat kelengkapan buat proposal, minta tanda tangan wakil ketua, dapat tanda tangan mereka berangkat. Tapi, sekarang tidak bisa, harus lima lengkap. Makanya, kemarin GKSP mau ke Australia kita tolak.

Apakah berbagai isu miring ini semacam upaya sistematis membusukkan DPR, anda juga sering mengatakan ini. Tanggapannya?
Kalau semua kerja DPR tidak ada baiknya, ini yang saya pikir ada upaya sistematis membuat DPR ini tetap lemah. Kalau DPR lemah, cita-cita membawa negara demokratis yang sejahtera tidak bisa diharapkan. DPR itu pilar demokrasi lho. Kalau salah satu pilar dilemahkan, republik ini bisa ambruk, bisa lebih buruk dari Orde Baru. Sekarang ini era demokrasi, kita semua memiliki kebebasan, anggota DPR bisa ngomong seenaknya, menghambat program pemerintah. Pilar ini tidak kita bangun, individu-individu yang bermain, ya hancurlah induk ini. DPR ini pilar demokrasi. Kalau DPR baik, menyangkut legislasi mereka akan tanggung jawab pada undang-undang yang dikerjakan, berpihak dengan rakyat. Kalau kualitas ini tidak diperbaiki jangan harapkan DPR ini baik.

Yang belakangan mencuat soal calo anggaran. Calon anggaran ini seperti stigma di DPR?
Stigma yang dibangun, mungkin ada. Mungkin juga tidak. Kalau dibilang tidak, tidak juga. Tapi tidak semua. Mungkin ada beberapa orang yang bermain, menembak dari atas kuda. Menembak dari atas kuda ini kan gampang. Sudah disetujui disini, dia hubungi bupatinya di sana, dia ambil uang dari sana. Padahal di sini sudah selesai. Itu kan tidak bisa dikatakan sistem yang salah, itu pribadi orangnya. Maka, untuk antisipasi ini dibuatlah sistem dalam rencana strategis itu agar hal seperti ini tidak terjadi. Rumah aspirasi itu dibuat untuk menutup hal seperti ini, program aspirasi itu paket penting untuk menutup ini. Bupati-bupati tidak perlu datang ke Jakarta, cukup mereka ke rumah aspirasi menyampaikan apa yang menjadi harapan mereka dan anggota DPR beri ruang untuk perjuangkan itu.

Sekarang bagaimana anggota DPR perjuangkan program pembangunan jembatan, wong nggak ada ruangnya, semua oleh pemerintah. Padahal kita yang punya konstituen. Harusnya kita diberi ruang untuk itu. Yang kemarin dibilang dana aspirasi Rp10 miliar per orang itu sebenarnya jangan dikonotasikan kita terima uang, itu menyangkut program. Sekarang misalnya saya kunjungi konstituen di sana ada jalan rusak, perlu dibangun jembatan, saya diminta perjuangkan, tapi bagaimana, sekarang nggak ada ruang untuk itu. Oleh karenanya, harusnya ruang itu dibuka, kalau itu dibuka maka tidak ada lagi kontak antara orang Badan Anggaran dan orang-orang daerah.

Soal dana aspirasi dan rumah aspirasi itu mendapat resistensi tinggi?
Itu yang salah. Di mana-mana, kantor DPR seperti ini tidak ada rakyatnya datang ke sini, tenang sekali. Mereka datang untuk kerja, untuk rapat-rapat, mereka tidak layani konstituen di kantornya. Di mana melayani? Ya di daerah, di rumah aspirasi. Rumah aspirasi negara. Tidak bisa kalau sendiri-sendiri. Kalau sendiri-sendiri, perjuangannya jadi nggak jelas, karena antar partai saling ribut nanti. Pasti nggak pernah klop. Kalau ada rumah aspirasi, semua fraksi masuk di sana, bahas bersama ada yang penting ada yang nggak penting diputuskan di sana. Kalau sudah diputus di sana, dibawalah ke Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrembang). Dimusyawarahkan di sana, itulah bentuk perjuangan aspirasi anggota dewan, sehingga permintaan masyarakat itu masuk dalam bujet dilaksanakan oleh daerah, begitu mekanismenya.

Seperti itu dibuang sama sekali seolah DPR menhabiskan anggaran. Mereka inginnya DPR seperti ini saja tapi berkinerja bagus, bagaimana  caranya, suprastruktur tidak dibangun tapi inginnya bagus, mana ada? Jadi itu ibarat mana duluan telur dan ayam, kinerja dulu atau sistem diperbaiki, saya maunya bareng. Sistem diperbaiki dan kinerja baik, kalau tak dilakukan pembenahan omong kosong perbaikan DPR ini.

Bagaimana atasi calo anggaran?
Ya bagaimana mengatasinya, kita tidak tahu bagaimana cara permainannya.

Laporan-laporan yang masuk?
Laporan formal ada Badan Kehormatan untuk menindaklanjuti, karena itu melanggar kode etik kalau menerima sesuatu dalam konteks tugasnya itu melanggar kode etik. Itu bisa ditindaklanjuti BK tapi bagaimana membuktikannya.

Seperti persoalan Waode Nurhayati kemarin, saya minta proses BK supaya transparan. Siapa melakukan apa dapat apa harus jelas. Jangan asal yang bersangkutan bicara seenaknya. Saya tidak mengerti apa-apa urusan Badan Anggaran kok dibawa-bawa, aneh. Saya berkomunikasi dengan dia melalui twitter, dia bilang, "Pak Ketua saya mengikuti sistem saja." Saya bilang kalau you ngerti sistem kenapa you ngelibatin pimpinan. Pimpinan ini tidak mengerti urusan alat kelengkapan, apa yang diputuskan di pimpinan ini masalah administratif saja, tidak semua hal harus tahu. Kalau ke menteri, itu tidak harus ke saya, cukup ke wakil pimpinan.

Urusan ke Menteri Keuangan dari Badan Anggaran ke Anis Matta, suratnya disiapkan kesekjenan, dia tinggal tanda tangan. jadi, Anis Matta pun tidak paham. karena dia melaksanakan fungsi administratif saja, bukan fungsi substansi. Jadi tidak tahu bagaimana proses pembahasan di dalam situ, karena pembahasan dilakukan oleh Badan Anggaran. Ini yang tidak dipahami, saya bilang begitu, tapi tidak ditanggapi lagi oleh Waode Nurhayati. Saya bilang you tahu sistem, mengerti sistem, harusnya you tahu di mana pimpinan berperan, nggak bisa jawab lagi dia.

Enak dong saya, kalau bisa membatalkan keputusan komisi III misalnya, ya kan, pimpinan ini speaker. Apa yang diputuskan di alat kelengkapan tidak bisa kita ubah sepotong pun. Pimpinan bisa menjembatani kalau ada deadlock, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) misalnya tak bisa ketemu. Akhirnya kita turun gunung, cari solusi. Akhirnya ketemu solusi, BPJS berjalan kembali itu saja. Peran kita mengkoordinasikan saja rapat-rapat di DPR ini.

Apakah Anda pernah dikritik Ketua Dewan Pembina SBY?
Sepanjang ini, saya diapresiasi. Persoalan gedung beliau tanya soal mekanisme, beliau tanya semua ke Kementrian PU, kepada Setneg, bagaimana peran ketua DPR, dijelaskan pimpinan tidak ada salahnya, correct! Pimpinan bekerja berdasarkan aturan. Jadi, jangan salahkan saya sering berbeda pendapat dengan anggota, karena saya bekerja berdasarkan aturan. Salah, dikatakan saya otoriter. Saya mengikuti tatib, demokrasi itu ada aturan, kalau tak ada aturan jadi hutan rimba, siapa kuat menang, siapa suaranya keras didengar, demokrasi itu tidak bisa begitu. Ada aturan. Itu yang harus kita tegakkan. Tanpa aturan demokrasi ini menjadi liar, jelas ujungnya merugikan rakyat.

Bagaimana soal Nazaruddin?
Waduh, saya tidak mengikuti soal Nazaruddin. Itu persoalan Dewan Kehormatan, saya tidak ikut Dewan Kehormatan. Keputusan Dewan Kehormatan yang dipimpin oleh Pak SBY kami hargai sebagai keputusan institusi. Jadi, saya tidak masuk ke wilayah sana karena saya tidak ikut ambil keputusan dewan kehormatan itu.

Setelah hampir dua tahun jadi Ketua DPR, apa yang paling berkesan?

Setiap pekerjaan itu punya kesan sendiri-sendiri, semuanya. Jadi saya menganggap ya inilah perjalanan saya sebagai pimpinan DPR di era sangat demokratis di mana ketua DPR bisa dihujat oleh anggota. Ya, itu saya anggap sebagai bagian demokrasi. Saya biasa saja. walau bagaimana dinamika, tensi tinggi saya biasa saja, ini keniscayaan demokrasi. Jadi kenapa kita harus terlalu memikirkan, saya tak perlu ini itu, terima saja. Kenapa orang protes, ya terima saja orang protes. Kalau protesnya baik kita pakai kalau tidak baik ya abaikan saja

Bagaimana tanggapan keluarga?
Ya, sudah paham lah mereka, cuma putra saya kadang-kadang e...

Tertekan?
Bukan, Dia tahu persis karakter saya cool sekali. Dia bilang kok papa diem saja di-ini-itu kan

Usia berapa?
Sekarang kuliah di UI umur 19 tahun, semester 6 sekarang. Ya dia mendengarkan dinamika BEM UI. Saya jelaskan apa yang saya kerjakan ini ada aturannya.

Pernah menyampaikan kritik dari temen-temen kampusnya?
Ya, saya dengarkan kritik itu, saya dengarkan semua kritik, asal disampaiakan secara benar. Kalau tidak disampaikan dengan benar, saya kerasin, kadang saya ketus juga di twitter. Kadang suara saya sangat ketus apalagi kalau bilang DPR itu setan semua. Saya katakan, yang bilang itu lebih setan lagi. Yang buat jelek itu kan bukan kita, makanya saya katakan dia lebih setan lagi. Ini artinya apa, mari berdemokrasi dengan baik, tidak sependapat kita diskusikan. Saya punya twitter, saya punya facebook, saya punya hp, saya punya email, semua saya buka. Jadi setiap hari itu saya sempatkan buka twitter, saya selalu biasakan buka email dan facebook. Sepanjang saya sempat respon saya respon. Kalau tidak sempat respon saya tunggu nanti waktu yang kosong. Jadi itu alat komunikasi yang saya gunakan sebanyak mungkin saya bisa berkomunikasi, tapi sepanjang komunikasi itu positif dan produktif terus saya teruskan, tapi kalau tahunya negatif, asal kritik ya saya stop diskusinya. Ada yang seperti itu, pokoke setan, pokoknya najis, pokoknya semua. Kalau sudah kayak begitu ya kita tidak layani, itu orang yang sudah tidak waras juga. Orang yang waras tidak berkata begitu. Kalau sudah begitu saya tidak layani lagi. Tetapi, kalau dia masih sekali dua kali saya ingatkan, Islam itu tidak mengajari begitu, Nabi itu tidak mengajari begitu. Nabi tidak pernah menghujat orang. Kalau anda seorang muslim, saya bilang, anda tidak akan mengatakan itu. Tapi kalau keluarnya tetap najis, setan, ya sudah saya stop. Sekali dua kali saya nasehatin, itu kewajiban saya "tawa shoubil haq", tapi tidak mau saya nasehatin ya sudah mau lebih setan lagi, bukan urusan saya lagi itu. Kalau mau diskusi baik, ada yang kritik mereka saya pakai, ada pula pendapat saya yang mereka terima. Banyak orang yang baik. warga indonesia kan banyak, 237 juta orang, masak satu orang kita capek-capek.

Salah satu pertanyaan besar, sebelum ke Singapura, terakhir kali Nazar ke ruangan ini. Apa yang dibicarakan?
Saya itu prihatin ya lihat bangsa ini, kalau orang terkena masalah seolah kita itu najis ketemu orang itu, haram menerima orang itu, itu yang saya tidak sepakat. Harusnya kita tetap seperti biasa. Sahabat itu orang yang tetap susah dia jadi sahabat itu sahabat yang asli sahabat yang betul, kalau saat susah kita lari menerima pun tidak mau, itu bukan sahabat

Dengan pak Nazar, akrab dari dulu?
Saya baru akrab 4 bulan, baru 4 bulan saya akrab, dia sebagai Bendahara Umum, saya kader Demokrat tentu harus saling akrab. Dia dipilih oleh formatur dan pilihan itu harus saya hargai pilih dia sebagai Bendahara Umum Partai. Dalam komunikasi saya mengajak, Anas ada, Nazar ada, mari kita bangun partai ini dengan sehat, bisnis kita cari, bisnis yang sehat, jangan melanggar hukum, jangan menyusahkan kita.

Lalu, terjadi begini, ya waktu itu kan tidak jelas kejadiaanya bagaimana, dan waktu itu menurut penjelasan dia, kasus Sesmenpora tidak terlibat, ya sudah saya percaya, masak saya tidak percaya saya tidak tahu, masak sebagai sahabat sebagai kader saya tidak percaya, ya sudah waktu dia datang saya terima, ada Max Sopacoa ada Sutan Bhatoegana dia datang ke sini curhat saja sudah berjuang untuk partai kok dipecat. Padahal tersangka saja belum tertangkap tangan saja tidak kok saya dipecat, nah itu keluhan. Saya sebagai sahabat memberikan nasihat. Itu sahabat yang baik itu orang menerima saat orang susah, menasehati saat orang susah, menghibur saat orang sedih, yang meninggalkan saat orang susah, saat orang jatuh miskin, itu bukan sahabat. Jangan sahabat saat kita berjaya, kita bersahabat saat jadi pejabat itu hanya sahabat karena kepentingan. Sahabat itu harus benar-benar berlandaskan nilai ukhuwah kita.

Apakah ada komunikasi dengan Nazar lagi, terkait kasus Kemendiknas dan istrinya kasus di Kemenakertrans?
Saya tisak tahu, saya tidak komunikasi, saya komunikasi hanya dua kali, di sini saya nasehatin waktu ngobrol. Pak Nazar, dunia politik itu dunia gelap di mana kita tidak tahu ujung karir kita. Kalau kita di dunia bisnis, menjabat manajer ya meningkat menjadi General Manager, punya peluang jadi Direktur. Itu dalam dunia usaha dunia bisnis saya bilang. Tapi dunia politik ini naiknya mendadak turunnya mendadak, karena dunia politik Indonesia itu masih begini. Bisa saja hari ini gagah jadi pejabat besoknya masuk penjara, itu politik. Kalau tidak siap politik seperti itu ya sudah berhenti tinggalkan dunia politik. Saya rasakan sendiri, pernah saya alami dicari-cari orang dijadikan tersangka, tapi Tuhan Maha Tahu semakin dizalimi kita terima dengan sabar janji Tuhan akan mengangkat derajat kita, tak tahu kemudian saya duduk disini, itu bagian janji Tuhan.

Info soal Nazar dipanggil?
Saya tidak mengerti. Barangkali.

Keluarga, ada keluhan?
Saya tak pernah bicara kerjaan dengan istri, pantang bicara kerjaan dengan istri. Waktu saya dijadikan tersangka, setahun salah saya dicari-cari, tidak bicara ke istri saya, saya bilang tidak tahu. Dia tahunya baca koran terkaget-kaget. Saya bilang tidak ada urusan, you tidak perlu mikir saya akan jalani yang benar, begitu. Dan saya tahu Tuhan maha tahu kita berbuat atau tidak. Kita dizalimi orang, menerima dengan sabar, Tuhan akan angkat derajat kita.

Makanya saya tidak kuatir orang menzalimi saya, makin orang memfitnah saya makin berkurang dosa saya. Saya lebih segar. Tampilan saya pertama masuk dengan sekarang lebih segar sekarang karena Tuhan mencabut dosa saya, karena banyak difitnah.

Apakah pernah menyangka akan menjadijadi Ketua DPR?
Tidak menyangka, tidak pernah terpikir, tidak punya cita-cita sejak kecil.

Aktif ditwitter, website dan lain-lain itu memang fokus tangkal kritik itu?

Sebenarnya sudah lama. Website sudah lama, tapi twitter baru, beberapa bulan inilah. Waktu saya dihujat masalah TKW, Mentawai, saya harus buat pelurusan. Karena jejaring sosial ini luar biasa kejamnya. Di situ saya mulai buka twitter, facebook.

Twitter cukup mumpuni?
Iya, cuma banyak yang di twitter itu namanya palsu kan tidak terbuka, tidak ada keberanian. Makanya kalau anu saya bilang anda pengecut tidak punya keberanian, kalau berani tampil seperti saya Marzuki Alie DPR, @MA_DPR apa adanya. Kalau mau meluruskan dengan benar, tampil dong. Seperti akun @Benny_israel saya pernah kritik.

Anda tahu siapa @Benny_israel?
Saya tahu. Saya punya perasaan itu orangnya. Bener atau tidak, tidak tahu.

Feeling anda biasanya benar?
Biasanya benar, saya yakin itu dia. Saya coba diskusi panjang lebar, karakternya selama ini, itu benar dia.

Karakter spesifik?

Saya kan lihat perjalanan, tampilan di sini bagaimana, ngomongnya bagaimana kritisnya bagaimana, begitu tampil di twitter. Orang ngerti saya kalau sudah biasa bergaul dengan saya.

Kekhasan dia?
Itu feeling saja. Bener tidaknya kita buktikan saja. (eh)

Apple Bagi-bagi Undangan
Pelatih PSS Sleman, Risto Vidakovic

Kata Pelatih PSS Soal Drama 3 Penalti dan Kartu Merah Saat Lawan Persik

Juara bertahan LavAni Allo Bank Electric menargetkan kembali menjadi juara Proliga musim 2024. Target juara ini jika bisa terwujud di Proliga 2024

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024