- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat akan mempertanyakan kasus dugaan surat palsu yang diduga dibuat Andi Nurpati saat menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum. Surat ini diduga menyebabkan adanya kursi haram di DPR.
Anggota Komisi II DPR, Al Muzzammil Yusuf, mengaku sudah meminta Komisi II untuk segera membentuk Panitia Kerja pada rapat kerja sebelumnya antara Komisi II, KPU dan Bawaslu.
Panitia kerja untuk mengusut kasus itu sungguh penting, sebab kata Muzzammil, ini merupakan kasus besar. Besar implikasinya terhadap wibawa dan kredibilitas KPU dan Bawaslu. Dua organ itu merupakan mitra Komisi II yang bertugas menyelenggarakan dan mengawasi jalannya Pemilu.
Kasus ini akan dibahas dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu pada pukul 09.00 ini, Selasa 14 Juni 2011.
"Selain mendengar keterangan KPU dan Bawaslu, saya akan mendesak kembali Komisi II agar segera membentuk Panitia Kerja untuk mengawal kasus ini,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini di laman DPR.
Muzzamil menilai bahwa KPU dan Bawaslu adalah pihak yang bertanggungjawab atas kasus ini. Ini merupakan pertaruhan kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berwibawa, profesional, dan independen. Publik bisa meragukan kerja KPU yang berimplikasi besar.
“Jika KPU tidak dipercaya maka akan terjadi delegitimasi publik terhadap hasil pemilu, tentu hal ini berdampak sangat besar, untuk itu seharusnya anggota KPU yang lain tidak boleh melindunginya, jika Andi memang bersalah," ujarnya.
Terkait adanya pandangan bahwa kasus ini sudah kedaluwarsa, Muzzammil setuju dengan pandangan Mahfud MD bahwa kasus yang dilaporkan MK itu bukan sengketa pemilu, tapi kasus penggelapan dan pemalsuan dokumen negara yang diancam hukum penjara.
"Jadi harus dibedakan bahwa ini bukan sekedar kasus pemilu, tapi kasus pemalsuan dokumen negara, jika terbukti bersalah hukumannya 5-7 tahun penjara," kata Muzzammil.