Laporan VIVAnews dari Belgia

Bocah Pipis & 'Eiffel yang Gagal' di Brussels

Manneken Pis di Belgia
Sumber :
  • VIVAnews/Irvan Beka

VIVAnews - Datang ke tempat baru sering kali memunculkan tanda tanya. Apa yang kita dapatkan, apakah kita akan menyukainya atau tidak? Itulah yang muncul dalam pikiran saya ketika mampir sebentar ke Brussels, Belgia. Yang saya maksud sebentar ya memang benar-benar sebentar, 4 jam.

Saat bus mulai memasuki kota, saya tak tahu agenda detailnya. Apalagi saya datang dalam sebuah rombongan berisi belasan orang. Ini adalah pengalaman pertama saya ikut sebuah tur. Bersama rombongan, tentu saja saya tidak punya kekuatan untuk mengubah itenerary semau saya.

Saya kemudian memompa energi positif. Begitu turun dari bus sekitar jam 12.00, Kurnia sang tour guide rombongan kami berkata, "Bapak-bapak, ibu-ibu kita sudah sampai. Kita akan berada di sini sampai jam 4 sore. Sekarang kita makan dulu."

Dia memimpin kami ke sebuah Chinese Restaurant yang berada di pinggir jalan besar. Agak aneh datang ke Brussels tapi yang disantap adalah sup kepiting, bebek panggang, dan kailan plus udang dan lain-lain. Seolah bisa membaca pikiran saya, Kurnia bilang, "Kalau bawa rombongan seperti ini memang biasanya kita cari aman Pak. Chinese food semua orang biasanya pasti suka, apalagi kan ada nasinya."

Well, dia benar juga. Kebanyakan orang Indonesia kan merasa belum makan jika belum menyantap nasi.

Hampir satu jam berlalu dan kami pun keluar restoran. Kurnia mengajak kami ke sebuah tempat yang ia sebut sebagai salah satu alun-alun terindah di Eropa, Grand Place.

Kabar Gembira Ini untuk Penggemar BTS dan Kopi

Ternyata benar. Alun-alun itu begitu megah. Luasnya saya rasa lebih besar dari sebuah lapangan sepakbola ukuran standar FIFA. Grand Place dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua tinggi yang mencerminkan kejayaan kerajaan Belgia. Area ini masuk dalam UNESCO World Heritage Site.

Turis-turis yang datang banyak yang duduk-duduk di pinggir alun-alun untuk melepas lelah. Banyak yang sambil ngemil coklat atau makan es krim. Cocok sekali karena suhu udara cukup panas, sekitar 28 derajat celcius. Grand Place di Brussels, Belgia
Brussels Town Hall (kiri) dan Maison du Roi


Yang paling mencolok perhatian di area Grand Place adalah Brussels Town Hall. Megah dan terkesan angkuh. Letaknya agak di sudut. Punya menara yang tingginya 98 meter. Di seberangnya ada bangunan yang tak kalah indah, Maison du Roi, atau Breadhouse.

Tak jauh dari sana saya melihat sebuah patung sedang tiduran, Everard 't Serclaes. Banyak yang mengelusnya dari kepala hingga ujung kaki. Ada kepercayaan siapa yang mengelusnya, maka apa yang ia inginkan bisa kesampaian. Apakah saya mengelusnya? Tidak. Dan kini saya menyesal.

Puas duduk-duduk sambil cuci mata dan sedikit belanja oleh-oleh, Kurnia kembali beraksi. "Bapak-bapak, ibu-ibu ayo kita jalan. Kita sama-sama lihat patung pipis."

Kami kemudian jalan kaki menyusuri gang hingga akhirnya sampai ke perempatan Rue de l'Étuve dan Rue du Chêne. Manneken Pis, si bocah pipis adalah patung anak kecil dari perunggu setinggi 50 sentimeteran sedang berdiri. Sambil pipis.

Cerita soal Manneken Pis ini ternyata lucu juga. Jadi dahulu kala ada anak kecil terpisah dari ayahnya. Ada juga yang bilang dari mamanya. Lima hari berlalu dan barulah sang ayah, atau sang mama, menemukan anaknya itu. Anda tahu sedang apa si bocah ketika ditemukan? Ya betul, sedang pipis.

Maka kemudian dibuatlah Manneken Pis. Artis yang membuatnya adalah  Jerome Duquesnoy di tahun 1600an. Menariknya lagi, ada saja wisatawan yang datang ke sana membawa baju untuk si bocah pipis. Manneken Pis di Belgia

Ada versi lainnya. Tahun 1100an terjadi pertempuran antara pasukan  Leuven melawan Berthouts. Seorang anak kecil bangsawan Leuven berdiri di ketinggian sambil pipis. Pasukan Berthouts yang lewat di bawah terkena 'siraman' dan kemudian kalah.

Puas lihat-lihat Manneken Pis, Kurnia lalu mengajak kami untuk makan waffle. Saya sempat ingin menolak karena Chinese food tadi masih terasa penuh di perut. Tapi ujug-ujug dia sudah membawakan waffle yang dioles nutella di atasnya. "Coba deh, enak banget."

Ternyata benar saja. Banyak sudah waffle yang saya makan. Tapi yang ini lain. Rasanya renyah sekali dan nggak ngenyangin. Entah resep rahasia apa yang mereka punya, waffle ini begitu mudah lumat di mulut. Nutella yang dioles di atasnya menambah lezat. Teman-teman rombongan saya juga menyukainya. Ada yang memilih topping stroberi, pisang, macam-macam. Lekker!

Pembunuhan Sadis, Wanita di Medan Tewas Ditangan Kekasihnya

Toko coklat di Brussels, Belgia

Masih di gang yang sama, saya beli coklat. Ada yang murah sekali. Enam kotak ukuran 20cm hanya 9,9 Euro, sekitar Rp120 ribu ribu. Tapi bukan itu yang saya beli. Penjual di toko sebelah bilang pada saya kalau yang murah-murah itu lebih banyak krim-nya ketimbang coklatnya. Dasar pedagang, bisa aja ngomongnya. Tapi saya percaya pada dia. Ada harga, ada rasa.

Usai beli coklat, Kurnia meminta kami bergegas. Ia mengajak rombongan untuk melihat monumen Atomium yang terletak di Boulevard du Centenaire. Sekitar 10 menit perjalanan dengan bus dari Manneken Pis. Monumen Atomium di Brussels, Belgia

Atomium tingginya 102 meter. Itu sama dengan 162 biliun kali ukuran atom. Monumen ini dibangun tahun 1958 untuk menyambut sebuah expo. Tadinya pemerintah setempat berencana untuk membangun menara Eiffel terbalik. Namun sebuah atom raksasa pada masa itu dinilai lebih menarik perhatian.

Atomium menjadi persinggahan terakhir saya di Belgia. Singkat tapi menyenangkan. Karena waktu rombongan kami sangat terbatas, maka tak sempat lah mendatangi Mini-Europe Park serta stadion berdarah Heysel yang lokasinya tak jauh dari Atomium. Lain kali harus ke sana.

Hwang Sun-hong,

Lawan Timnas Indonesia U-23, Pelatih Korea Khawatir karena Hal Ini

Timnas Indonesia U-23 akan menghadapi Korea Selatan U-23 pada laga perempat final Piala Asia U-23 2024. Duel berlangsung di Abdullah bin Khalifa Stadium, Jumat dini hari

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024