Sultan Bujuk Warga Tak Kembali ke Kaki Merapi

Banjir lahar dingin Merapi
Sumber :
  • ANTARA/Anis Efizudin

VIVAnews - Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, membujuk warga korban erupsi Merapi yang tinggal di hunian sementara agar mau merelakan bekas lahan mereka yang ditinggal akibat erupsi Merapi 2010 lalu untuk dijadikan hutan lindung.

"Saya berharap di atas (lahan bekas terkena erupsi Merapi) supaya dihutankan kembali," kata Sri Sultan HB X dalam dialognya dengan warga korban erupsi merapi di Huntara Plosokerep, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, 5 Juni 2011.

Menurut dia, kawasan lereng Merapi bekas terkena erupsi 2010 lalu yang telah menjadi padang pasir itu rawan bahaya ketika turun hujan. "Begitu turun hujan, nanti material turun semua, ibarat jalan tol (turunnya cepat)," kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Sultan menjelaskan, lahan warga lereng Merapi bekas erupsi yang masuk kawasan rawan bencana itu akan dijadikan hutan lindung. "Status tanah milik pemerintah. Namun, tanah itu tetap bisa dikelola oleh masyarakat. Hal itu, supaya Bapak atau Ibu sekalian tidak bangun rumah di atasnya," kata Sultan.

Sultan menambahkan, reboisasi lahan tersebut bukan untuk jadi taman nasional, tapi dijadikan hutan lindung. Jadi istilah taman nasional yang sebelumnya pernah diwacanakan, sebetulnya adalah hutan lindung, supaya masyarakat bisa menggunakan lahan itu. "Tetap jadi lahan warga dan digunakan oleh warga," katanya.

Yang tinggal di Huntara Plosokerep adalah warga korban erupsi merapi 2010 lalu yang dihuni oleh 219 kepala keluarga, terdiri dari dua dusun dan 6 kampung yaitu, Dusun Pelemsari terdapat kampung Kinahrejo, kampung Pelemsari, kampung Krangkahlor dan Dusun Pangukrejo, yang terdapat kampung Krangkah Kidul, Pangukrejo, Sidorejo.

Dalam dialog dengan warga korban erupasi merapi yang sudah tinggal setengah tahun di Huntara itu, warga menolak direlokasi dan menuntut status kepemilikan tanahnya.

"Pertama, hak atas tanah tetap jadi milik warga sepenuhnya, bukan untuk taman nasional atau yang lainnya. Kedua, sertifikatkan tanah warga yang tertinggal selama erupsi. Ketiga, tempat relokasi permanen tetap di lahan huntara sekarang (Plosokerep). Keempat, tempat relokasi harus ada fasilitas umum yang memadai, seperti sekolah, tempat pertemuan, drainase (saluran air) dan yang terakhir, budaya yang sudah ada dari dulu tetap dipertahankan," kata Ramidjo, Kepala Dusun Palemsari, saat berdialog dengan Sultan dan jajaran Pemerintah Provinsi DIY.

Selain itu, Ramidjo mewakili warga Pelemsari, kampungnya Mbah Maridjan ini, minta Sultan menandatangani surat tuntutan mereka.

Senada dengan Ramidjo, Trubus, mewakili warga Dusun Pangukrejo RT06, RW05, Desa Umbulharjo, Cangkringan Sleman, juga menyatakan penolakan relokasi, karena batas tanah yang masih jelas dan kampung mereka layak huni (tidak terlalu bahaya untuk ditempati). "Mata pencaharian kami di sana. Peternakan, pertanian dan pariwisata," katanya.

"Kami minta tanah warga disertifikasi dan jadup (jatah hidup yang dulu pernah dijanjikan 5 ribu perjiwa setiap bulan)."

Sri Sultan HB X, selaku Gubernur DIY mengatakan, menampung dan akan menyampaikan aspirasi warga itu pada Pemerintah Pusat di Jakarta. "Saya akan sampaikan aspirasi bapak/ibu semua pada Pemerintah Pusat supaya bisa dipenuhi," katanya pada ratusan warga yang hadir dalam dialog itu.

Ia mengakui, bahwa Keputusan Presiden terkait rehabilitasi dan rekonstruksi belum keluar. "Saya mendahului (Keppres) supaya pemerintah pusat punya pertimbangan," katanya. (eh)

Laporan Erick Tanjung | Yogyakarta

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot
Jemaah haji Indonesia mendengarkan khutbah Subuh jelang wukuf.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Menurut Direktur Bina Haji PHU Arsad Hidayat, jemaah haji diminta tidak asal membagikan informasi yang beredar di media sosial yang belum jelas kebenarannya.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024