Adnan Buyung Nasution

Ada Pikiran Orde Baru di RUU Intelijen

Adnan Buyung Nasution
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVAnews - Sejumlah tokoh hukum mendesak pengesahan Rancangan Undang-undang Intelijen pada rapat paripurna penutupan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 15 Juli 2011 mendatang ditunda. Advokat senior Adnan Buyung Nasution menilai RUU tersebut sengaja diselundupkan untuk kepentingan melindungi penguasa.

Buyung memasalahkan beberapa poin dalam RUU tersebut yang terkait wewenang intelijen dalam menangkap, menahan, dan memeriksa secara paksa.

"Saya khawatir yang membuat di belakangnya adalah orang-orang yang paranoid terhadap penegakan hukum, yang berpikir bagaimana melindungi pemerintah," ujar Adnan Buyung saat ditemui dalam diskusi bertajuk 'Menolak Pengesahan RUU Intelijen oleh Parlemen dan Perombakan Total RUU Keamanan Nasional, di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Minggu, 10 Juli 2011.

Apabila RUU Intelijen ini jadi disahkan, maka ada indikasi Badan Intelijen Negara (BIN) dijadikan alat oleh pemerintah yang berkuasa. "Masa Intelijen dijadikan alat pemerintah?" kata pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu.

Buyung berkisah, pada 2002 silam, RUU ini pernah dibahas bersama di sebuah hotel di Bogor, Jawa Barat. Pada hari pertama, poin yang disebut-sebut merupakan hasil penyelundupan tersebut tidak ada dalam draf, namun tiba-tiba muncul pada hari kedua.

"Saat itu saya bilang, saya marah kalau ini diteruskan. Saya akan keluar dan akhirnya pertemuan itu bubar. Itu terjadi waktu zaman Hendropriyono jadi Ketua Badan Intelijen Negara," tuturnya.

Pasal yang diselundupkan itu, menurut Adnan, melanggar demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia. Dia melihat ada sisa-sisa pikiran Orde Baru yang mau dikembalikan lagi.

"Ada yang menyelundupkan pasal itu, harus ditanya siapa otaknya, mestinya diadili. UU Intelijen itu harus berorientasi pada kepentingan umum, untuk melindungi rakyat, bukan untuk penguasa karena bisa abuse of power," katanya.

Sementara itu, Todung Mulya Lubis menegaskan poin yang menyatakan Intelijen dapat menangkap, menahan dan memeriksa secara paksa, menginjak-injak hak asasi manusia. Poin tersebut dapat menyebabkan keamanan nasional terancam.

"Pasal 1 UU Intelijen sangat karet, multitafsir. Apa yang dimaksud dengan ancaman negara? Begitu banyak yang bisa dikatakan ancaman, seperti demokrasi, kebebasan pers, bahkan pemberantasan korupsi," katanya.

Todung melihat UU Intelijen ini tidak bisa dilihat terpisah dengan UU Keamanan Nasional, UU Rahasia Negara dan UU lainnya yang saling berkaitan. "Kita mesti minta pada pemerintah, bukan saja menunda pembahasan RUU Intelijen, tapi mencabut, karena tidak mengajak serta publik dalam pembahasannya," katanya. (adi)

Ada yang Janggal dalam Surat Sakit Gus Muhdlor, KPK: Ini Agak Lain Suratnya
Ilustrasi E-KTP.

Siap-siap, 92.493 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Pekan Depan

Penonaktifan NIK itu tengah diajukan ke Kemendagri.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024