- Antara/ Spedy Paereng
VIVAnews -Suhu politik di Papua belakangan kembali memanas. Lazimnya suhu politik di wilayah paling timur itu mendidih jelang peringatan ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1 Desember. Sekelompok orang menggelar aksi massa menuntut refrendum atau sekedar mengibarkan bendera.
Tapi dua pekan belakangan--yang masih jauh dari 1 Desember itu-- wilayah itu dirundung sejumlah aksi baku tembak dan aksi massa. Dari pencegatan segerombolan orang di Kampaung Nafri yang menewaskan 4 orang, baku tembak di Kampung Kalome, penembakan terhadap helikopter TNI di Puncak Jaya, dan unjuk rasa menuntut refrendum sejumlah yang digelar sejumlah kalangan.
Apakah aksi-aksi itu hendak memperkuat pertemuan International Lawyer for West Papua di London, Inggris yang digelar pada 3 Agustus 2011, belum diketahui, meski agenda pertemuan itu terkait dengan refrendum. Para ahli hukum internasional itu akan menyusun argumentasi hukum guna memperkuat desakan refrendum di wilayah itu.
Pemerintah menghimbau agar rakyat Papua tidak terprovokasi oleh pertemuan itu. Sebab pertemuan di London itu, kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, tidak populer dimata rakyat.
"Karena sebetulnya itu hanya dilakukan oleh segelintir orang saja," kata Purnomo usai menjenguk tiga prajurit TNI yang tertembak di Papua yang dirawat di RSPAD, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2011. Bahkan, menurut Purnomo, pertemuan tersebut tidak mendapat simpati dari Kerajaan Inggris. "Dan ternyata, responnya tidak begitu kuat di sana," tambahnya.
Purnomo mengingatkan seluruh pihak, terus mewaspadai gerakan-gerakan separatis dan upaya memisahkan Papua dari NKRI yang dilakukan segelintir orang. "Kita terus pantau dari berbagai aparat dan juga dengan daerah," ucapnya.
Berdasarkan informasi, pertemuan KTT ILWP tidak menghasilkan agenda yang diinginkan, yakni referendum di Papua. Sebab, Mr. John Saltford dari AS selaku saksi Pepera 1969 menganggap Act of Free Choice 1969 sudah sah sebagaimana Resolusi PBB 2504.
Jika desakan referendum diberlakukan di Papua, maka dikhawatirkan daerah lain juga akan meminta lepas dari NKRI. Seluruh penggagas pertemuan tersebut sangat kecewa, tidak terkecuali Pemimpin Papua Merdeka di Inggris.
Rabu kemarin, ratusan orang Papua berdemonstrasi menuntut referendum digelar untuk menentukan kemerdekaan. Aksi unjuk rasa itu melumpuhkan jalan Raya Jayapura-Sentani selama kurang lebih 3 jam. Akibatnya, akses menuju Bandara Sentani tersendat.
Sementara itu, aksi bersenjata yang dilakukan anggota separatis juga meningkat di Papua. Sejumlah orang tewas, termasuk anggota TNI.
Laporan: Banjir Ambarita l Papua, umi