- Antara/ Andika Wahyu
VIVAnews -- Ketua DPR, Marzuki Alie, menyatakan bahwa masyarakat jangan terlalu berharap pada DPR untuk bisa memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupasi yang terbaik.
"Saya waktu itu menyampaikan pada pansel KPK, jangan terlalu berharap banyak DPR akan menentukan siapa yang terbaik berdasarkan pertimbangan profesionalisme. Karena apa, DPR itu kan lembaga politik," ujar Marzuki di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat 19 Agustus 2011.
Oleh karena itu, Marzuki mengharapkan pansel KPK, yang melakukan seleksi para calon pimpinan KPK, sejak awal dapat benar-benar menyaring orang-orang yang terbaik berdasarkan metode dan kemampuan yang lengkap, termasuk di dalamnya meliputi audit dan investigasi. "Saya minta waktu itu, betul-betul siapapun yang dipilih itu yang terbaik."
Menurut Marzuki, DPR bukan lembaga seleksi yang benar-benar mampu mendalami para calon dalam hal kompetensi, integritas, dan profesionalismenya. "DPR ini memilih dengan banyak pertimbangan politis, kan mereka orang politik," kata Marzuki. "Makanya saya harapkan yang menentukan ini pansel, memilih orang yang betul-betul orang tidak ada masalah. Dipilih siapapun, siapa yang terbaik."
Dia menilai, jika memang tidak bisa memilih 8 orang terbaik dari seleksi tersebut, jangan dipaksakan. "Pansel itu yang kemarin saya harapkan, memilih yang 8 itu. Tapi kalau nggak cukup, saya katakan, jangan dipaksakan 8," kata Marzuki.
Adapun 8 nama yang sudah diumumkan oleh pansel itu, menurut Marzuki, berbahaya jika ternyata nanti yang dipilih DPR adalah yang sebenarnya mendapat penilaian setengah hati dari pansel.
"Delapan yang sekarang kelihatannya, ada yang berfungsi sebagai pelengkap. Nah ini berbahaya kalau sebagai pelengkap tapi yang diterima. Ini kan artinya tidak sesuai harapan kita untuk memberikan pimpinan KPK yang credible, capable dan punya integritas," kata Marzuki.
Marzuki mendasarkan hal itu pada penjelasan pansel yang memberikan semacam ranking terhadap para calon. Sehingga, lanjutnya, seolah-olah ada empat orang dengan ranking di bawah namun tetap dimasukkan dalam daftar yang diserahkan untuk diuji DPR. Jadi dipaksakan masuk hanya sebagai pelengkap daftar agar bisa menjadi delapan orang, meski sebenarnya tidak diharapkan lolos uji DPR. "Nah kalau yang pelengkap ini dipilih, ini kan ada sesuatu yang di luar harapan mereka [pansel]," kata Marzuki.