- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews- Langkah BI yang akan mengatur kepemilikan saham mayoritas menimbulkan kekhawatiran bank dalam negeri. Terutama bank yang sahamnya dimiliki mayoritas asing.
"Kekhawatiran itu pasti ada karena adanya ketidakpastian mengenai pengaturan saham mayoritas ini oleh BI," Komisaris Utama OCBC NISP Pramukti Surdjaudaja, di acara halal bihalal Perbanas, di Jakarta, 14 september 2011
Menurut dia, pemegang saham asal Singapura yang menguasai seluruhnya bank OCBC NISP memperhatikan penuh mengenai aturan ini.
“Kami berharap BI jelas untuk apa perlu diatur mengenai pembatasan kepemilikan saham mayoritas ini kita memikirkan itu sekali. Kita memikirkan lebih jauh soal itu,” ujarnya.
Pramukti menjelaskan jika pengaturan kepemilikan saham mayoritas untuk mencegah penyimpangan pemilik saham, maka sebaiknya tidak diterapkan secara merata.
"Lebih baik pengaturan saham ini dilakukan kombinasinya. Kalau bank itu tidak benar ya harus dipecahlah kepemilikan sahamnya,” paparnya
Seperti diketahui, Bank Indonesia tengah membahas aturan maksimum kepemilikan saham oleh satu pihak tertentu. Besaran kepemilikan saham ini belum ditetapkan. Kemungkinan aturan ini nantinya akan bersamaan dengan aturan kantor cabang bank asing harus berubah status menjadi badan usaha di Indonesia.
BI juga akan mengatur status pendirian kantor cabang bank asing harus berbentuk PT itu untuk mencegah terjadinya gejolak jika negara asal bank asing mengalami masalah.
Kajian itu berawal dari adanya kekhawatiran jika ada masalah dengan induk bank. Dampaknya bisa ke negara tempat kantor cabang bank asing itu berada. Oleh karena itu, perlu aturan yang melindungi keberhasilan kantor cabang bank asing itu.
"Jika induknya sangat berdampak, harus ada aturan melindungi bangsa. Jika ada apa-apa di induk, semua negara di mana ada cabangnya ikut susah," kata Gubernur BI Darmin Nasution.