Ini Modus Merugikan Negara Temuan BPK

Mantan Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki.
Sumber :
  • Antara

VIVAnews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan masalah transparansi dan ketertiban pengelolaan keuangan negara. Dalam hasil evaluasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), BPK menemukan 235 kasus merugikan negara senilai Rp294,2 miliar dan 39 kasus berpotensi merugikan negara senilai Rp429,96 miliar dan US$11,72 miliar.

"Kasus-kasus kerugian negara yang terjadi umumnya terkait belanja fiktif, kekurangan volume, pemahalan harga, penggunaan uang untuk kepentingan pribadi, serta pembayaran honorarium dan atau perjalanan dinas ganda," kata Anggota BPK, Taufiequrachman Ruki dalam sidang pleno Ekspektasi BPK terhadap Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah di Jakarta, Senin 19 September 2011.

Sementara itu, dia melanjutkan, untuk kasus potensi kerugian negara yang terjadi, umumnya berupa rekanan yang belum melaksanakan pemeliharaan barang hasil pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan, aset dikuasai pihak lain, piutang yang berpotensi tidak tertagih dan pihak ketiga yang belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada negara.

Untuk kinerja transparansi, BPK menemukan delapan kasus, di antaranya sistem pencatatan penerimaan perpajakan yang berbeda menurut Kas Negara dan Dirjen Pajak. BPK juga menemukan pembatalan penerimaan pajak oleh bank senilai Rp3,39 triliun yang penyebabnya belum dapat dijelaskan pemerintah.

Selain itu, masih terdapat kelemahan monitoring atas pencatatan penambahan piutang pajak, sehingga data penambahan dalam aplikasi piutang berbeda sebesar Rp2,51 triliun dengan dokumen, serta pengurangan piutang berbeda Rp1,03 triliun dengan penerimaannya.

BPK menemukan kelemahan yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas yaitu tidak ada instansi yang merekonsiliasi selisih kewajiban pajak penghasilan migas antara laporan gabungan satu wilayah kerja dan laporan bulanannya.

5 Motor Vespa Bersolek di Indonesia Fashion Week 2024

Selanjutnya, belum ada mekanisme penetapan dan penagihan PPh migas dan belum jelasnya kewenangan instansi terkait dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kurang bayar PPh Migas.

"Permasalahan tersebut mengakibatkan selisih kewajiban PPh migas sebesar Rp1,25 triliun tidak dapat dipantau dan kekurangan PPh migas sebesar Rp2,6 triliun belum dapat ditagih," jelasnya.

BPK juga menemukan setidaknya terdapat 29 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang tidak konsisten menggunakan tarif PPh migas. KKKS tersebut tidak menggunakan tarif PPh sesuai pokok-pokok kerja sama yang disusun untuk menentukan bagi hasil migas melainkan menggunakan tarif PPh berdasarkan tax treaty.

Dengan menggunakan tarif tax treaty tersebut kontraktor memperoleh bagi hasil lebih besar dari yang seharusnya, sedangkan pemerintah memperoleh bagi hasil yang lebih kecil sebesar US$155,7 juta atau setara Rp1,39 triliun dari yang seharusnya selama 2010.

Terkait penerimaan hibah, BPK menemukan adanya penerimaan hibah secara langsung pada 18 Kementerian dan Lembaga senilai Rp868,43 miliar, namun belum dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB), BPK menemukan PNPB pada 41 Kementerian dan Lembaga sebesar Rp368,97 miliar yang belum dan atau terlambat disetor ke kas negara dan Rp213,75 miliar yang digunakan langsung di luar mekanisme APBN. (art)

Kasus Trabrakan beruntun teejadi di gerbang tol Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur, Rabu 27 Maret 2024.

Sopir Truk Penyebab Kecelakaan di GT Halim Terancam 4 Tahun Bui

Polisi telah menetapkan sopir truk berinisial MI yang menjadi penyebab kecelakaan beberapa kendaraan di gerbang tol Halim sebagai tersangka.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024