Ini Kontribusi Uni Eropa bagi Ekspor RI

Ilustrasi industri logistik
Sumber :
  • eolaspecialtyfoods.com

VIVAnews - Krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Permintaan ekspor diperkirakan turun 20-30 persen akibat kontraksi ekonomi.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, beberapa produk ekspor Indonesia yang akan terpengaruh secara langsung akibat krisis Eropa dan Amerika adalah elektronik dan otomotif.

Selain elektronik dan otomotif, produk tekstil, garmen, dan alas kaki, kemungkinan juga akan terkena dampak krisis, meskipun hingga sekarang masih relatif stabil.

Sementara itu, produk lain yang akan terkena dampak krisis adalah komoditas. Meskipun saat ini harga komoditas masih stabil, terutama kelapa sawit yang masih belum mengalami penurunan seperti pada krisis lalu.

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Joko Supriyono, mengakui, khusus untuk produk minyak kelapa sawit dan turunannya, dalam jangka menengah dan panjang, pengaruhnya tidak akan cukup besar. Sebab, produk CPO dan turunannya itu tetap dibutuhkan konsumen, seiring upaya negara-negara Eropa yang gencar menerapkan program penggunaan bahan bakar nabati (biofuel).

"Ini yang akan membuat permintaan CPO masih cukup tinggi," ujar Joko kepada VIVAnews.com di Jakarta.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Juli 2011 mencapai US$17,43 miliar. Nilai ekspor itu turun 5,23 persen dibanding Juni 2011. Namun, jika dibandingkan dengan Juli 2010, ekspor meningkat sebesar 39,55 persen.

Dari data tersebut, ekspor nonmigas tercatat mencapai US$13,62 miliar, atau turun 7,93 persen dibanding Juni 2011.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-Juli 2011 sebesar US$116,04 miliar atau meningkat 36,51 persen dibanding periode sama tahun lalu. Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke China pada Juli 2011 mencatat nilai terbesar, yaitu US$1,97 miliar. Disusul Jepang US$1,47 miliar dan Amerika Serikat US$1,36 miliar.

Kontribusi ekspor nonmigas dari ketiga negara itu mencapai 35,26 persen. Sementara itu, ekspor ke Uni Eropa --27 negara-- mencapai US$1,78 miliar.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, bila terjadi resesi global, dampaknya tidak akan membuat perekonomian Indonesia terpuruk. Karena, dia beralasan, AS masih akan berekspansi, sedangkan Indonesia mempunyai pengalaman dalam meminimalisasi dampak negatif dari resesi perekonomian global.

"Rasio ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) kita saat ini lebih kecil, atau sekitar 26 persen dibandingkan pada 2007-2008 sekitar 30 persen. Jadi, ketergantungan perekonomian kita terhadap perekonomian global saat ini lebih kecil dibanding masa lalu," ujar Yudhi.

Data BPS menyebutkan, untuk Uni Eropa, ekspor nonmigas ke negara-negara tersebut mengontribusi 13,31 persen dari total ekspor nonmigas periode Januari-Juli 2011. Namun, kontribusi ekspor dari negara Uni Eropa itu masih lebih kecil dibanding ASEAN yang mencapai 20,89 persen.

Sementara itu, negara utama tujuan ekspor Indonesia seperti China, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan masih mendominasi dengan kontribusi 41,88 persen.

Berikut ini nilai ekspor Indonesia ke negara Uni Eropa:

Jerman: US$2,05 miliar, kontribusi 2,2 persen.
Prancis: US$788,5 juta, kontribusi 0,85 persen.
Inggris: US$996,8 juta, kontribusi 1,08 persen.
Uni Eropa lainnya: US$8,49 miliar, 9,17 persen.

Lawan Timnas Indonesia U-23, Pelatih Korea Khawatir karena Hal Ini
KCIC memberikan kompensasi ke penumpang Whoosh.

KCIC Minta Maaf Kecepatan Whoosh Dikurangi karena Hujan Deras

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memohon maag atas terkait keterlambatan perjalanan kereta cepat Whoosh sore tadi. KCIC pun memberikan kompensasi.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024