Walikota Solo, Joko Widodo

"Teror Bom Harus Dilawan dengan Optimisme"

Walikota Solo, Joko Widodo dan wakilnya
Sumber :
  • Fajar Sodiq| Solo

VIVAnews – Walikota Solo, Joko Widodo tentu saja pusing bukan kepalang saat bom bunuh diri meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Minggu 25 September 2011.  Kedamaian kota yang ia pimpin terkoyak. Menyesalkan – memang – tapi  tak ada kata 'prihatin' yang ke luar dari mulutnya.

Bukan Hanya Palestina, Ini 9 Negara yang Belum Diakui Keanggotannya oleh PBB

Kalimat pertama yang disampaikan Jokowi – demikian ia akrab dipanggil, adalah imbauan kepada warga untuk tetap tenang, namun waspada.  Tanpa mengeluh dan gaduh, strategi ia susun untuk menyelamatkan Solo. 

Pertama, dengan mengumpulkan tokoh-tokoh agama, mencegah  jangan sampai insiden bom lari ke isu SARA.  Kemudian, Jokowi mengeluarkan senjata ampuhnya untuk melawan dampak teror: strategi pendekatan budaya.

2.000 Hewan Ternak Dilakukan Vaksinasi Antisipasi Wabah PMK Secara Gratis

Tiga hari pasca teror, sebuah parade akbar bertajuk ‘Solo Damai’ digelar. Ribuan warga Solo tumpah ke jalan, walikota yang populis itu juga ikut berpawai, memakai baju Kresna – tokoh pewayangan. Wakilnya, FX. Hadi Rudyatmo berdandan sebagai Werkudara.  “Untuk membuktikan bahwa Solo aman,” kata Jokowi, optimistis.

Kontributor VIVAnews.com, Fajar Sodiq berkesempatan mewawancarai  Jokowi dalam dua kesempatan, Rabu 28 September 2011. Pertama, di tengah karnaval, saat warga Solo berebut ingin berfoto dengannya. Lokasi ke dua, di dalam mobilnya.

Ternyata Buah Delima Punya Manfaat untuk Sembuhkan Kanker, Benarkah?

Sambil melepas atribut karnaval, penggemar music rock itu menyempatkan diri memeriksa akun Twitter miliknya. “Ini hiburan saya, ketimbang stres,” kata dia.

Sesekali ia tergelak membaca respon warga soal dandanannya saat pawai, salah satunya:  “Kapan Pak Jokowi main ketoprak humor.”

Berikut wawancara dengan Joko Widodo:

Anda optimistis Solo akan bangkit dari teror?

Apapun ujiannya harus optimistis, yang paling penting, memberi persepsi, imej, bahwa Solo aman.  Ada meeting, ada konferensi, simposium, seminar, tetap berjalan sesuai rencana, tak ada pembatalan, tak ada masalah.

Saya optimistis kegiatan masyarakat, kegiatan ekonomi  masyarakat, dinamika berjalan.  Dari Senin sampai sekarang, nggak kelihatan pengaruhnya sama sekali. Kalau kita berada dalam posisi ketakutan, itulah yang sebetulnya ditunggu (pelaku teror).

Saya kira membangun persepsi yang paling cepat dengan cara seperti ini (pawai), besok Festival Keroncong Solo. Pendekatan budaya.

Biasanya suatu daerah akan sangat terpengaruh jika ada teror ?

Tidak ada (di Solo).  Saya Senin membuka workshop seluruh Indonesia di Hotel Aston. Saya tanya kenapa tidak batal, jawab mereka, “tidak ada apa-apa, Pak”.  Tanya saja langsung ke tamu-tamunya. Kalau saya optimistis Solo tak akan terpengaruh, yang namanya orang harus optimistis.

Bagaimana dengan travel advisory yang dikeluarkan Inggris?

Tidak ada urusannya dengan travel advisory. Tidak ada, itu kan umum untuk semuanya (seluruh Indonesia), bukan untuk Solo saja.

Apa yang Anda rasakan di hari pertama ledakan, saat mendengar kabar itu?

Pertama, ya campur aduk. Betul, campur aduk saya. Tapi ya sekejaplah -- bingung, khawatir. Saya langsung ke lapangan. Lalu saya menunggu sampai jam 17.00, saat pesawat-pesawat ke luar Solo.  Karena banyak kemungkinan. Bisa saja sore itu terjadi eksodus besar-besaran. Dari turis, wisatawan, meninggalkan Solo. Kalau terjadi eksodus, habislah bangunan yang tahap demi tahap kita kerjakan. Ternyata tidak.

Anda sempat khawatir akan menyerempet ke isu SARA?

Khawatir isu SARA, tapi tadi karnaval semua -- dari gereja, masjid, Hindu, ikut (Jokowi tertawa). Semuanya.

Sehari setelah bom meledak, Anda mengumpulkan tokoh-tokoh lintas agama, apa tujuannya?

Kita ingin antisipasi jangan sampai ujian bom kemarin dibawa ke isu-isu SARA, isu-isu agama. Jangan sampai

Pawai Solo Damai memang sudah direncanakan atau mendadak?

Baru dirapatkan Senin he..he…he (Jokowi tertawa). Ini bagian dari strategi. Mumpung banyak tamu di sini, yang dari Malaysia, Singapura, semua tarik ke sini. Peserta konferensi parlemen Asia, tarik semua. Kalau masalah keamanan, itu wewenang aparat. Maksud saya, untuk menunjukkan Solo tidak ada masalah. Ini bagian dari strategi.

Dulu Solo sempat dituding jadi ‘sarang teroris’, kemudian Anda mencoba melawannya dengan membuat branding, ‘Solo Spirit of Java’. Apakah insiden bom ini merusak imej kota Solo?

Tidak lah, dari dulu orang tahu, di Solo ada radikal kanan, tengah, radikal kiri. Saya kira yang penting, bagaimana mencitrakan kota ini penuh toleransi, kebersamaan, saling menghargai, saling menghormati. Yang ingin kita bangun seperti itu.

Apa strategi Anda meredam potensi konflik di Solo?

Semua dirangkul, semua diberikan akses yang sama untuk memajukan kota. Siapapun. Harus ada keadilan, semua diberi kesempatan dan ruang yang sama. Kalau rakyat melihat ada keadilan, tak ada masalah. Tapi kalau kita jadi pemimpin miring kanan, miring kiri, ya, (rakyat akan berpendapat) “Ouw ini berarti nggak ngayomi saya”. Kalau saya tidak, pemimpin tak boleh seperti itu (berpihak).

Dengan adanya kejadian seperti ini, bagaimana dengan kehidupan beragama di Solo?

Tidak ada masalah, paling nanti kita lebih pertajam, agar bangunan lebih kokoh, lebih kuat. Saya ingin masuk ke RT, RW,  memberi imbauan, agar keramahan kita, kesantunan kita pada tamu tidak dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik. Kalau ada orang baru mencurigakan, ya harus lapor. Tamu harus lapor.

Anda akan mengintensifkan forum lintas agama?

Ya, tapi menurut saya, kita hanya memberikan ruang. Sebaiknya, secara alami mereka sendiri yang bergerak. Jangan sampai saya dorong-dorong,  paksa-paksa,  nanti semua menjadi tidak alami. Tidak menjadi kokoh, hanya karena kita lihat. Kalau saya cenderung seperti itu (alami).

Laporan: Fajar Sodiq| Solo, eh

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya