- Reuters/Regis Duvignau
VIVAnews - Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Kadin Indonesia, Hariyadi B Sukamdani, menyatakan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal akan membuat produsen kecil dan menengah menghadapi ekonomi biaya tinggi.
"Konsekuensi dari RUU (Jaminan Produk Halal) ini menjadi wajib, memang akan menjadi kesulitan besar bagi pengusaha yang bergerak di industri makanan dan minuman, kosmetika, serta obat-obatan," kata Hariyadi dalam diskusi terkait RUU Jaminan Produk Halal di kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Jumat, 21 Oktober 2011.
Hariyadi menyebutkan, jika hal itu terjadi maka akan berdampak langsung pada industri, khususnya kecil dan menengah. Pertama, pengenaan kewajiban sertifikasi akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi produsen.
Kondisi itu bisa muncul karena proses dalam mendapatkan sertifikasi ini cukup panjang dan kompleks, bahkan harus melalui tahapan audit secara laboratorium.
Sayangnya, Hariyadi tidak bisa menyebutkan besaran biaya sertifikasi halal terhadap biaya usaha produsen. Dia hanya menyebutkan biaya sertifikasi halal tergantung dari proses auditnya.
"Teman-teman DPR waktu itu tidak bisa menjawab yang menanggung biaya itu. Hanya menjawab sekenanya. Mereka bilang lewat APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)," ungkap Hariyadi. "Tapi, jawaban tersebut sulit untuk diupayakan. Ini karena APBD saja kesulitan membiayai pegawai pemerintah daerahnya."
Dampak kedua, munculnya penipuan label halal sebagai akibat dari biaya sertifikasi halal yang tinggi. Hariyadi menilai, pengenaan biaya sertifikasi halal seharusnya bisa tidak dalam bentuk aturan yang mengarah pada komersialisasi keterangan halal yang dikaitkan dengan jumlah volume produk.
"Prinsipnya, biaya sertifikasi halal harus ringan dan efisien. Dengan begitu, tidak membebani masyarakat, baik produsen dan konsumen," kata dia. (art)