Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto

"Saya Tidak Merekomendasi Menteri Diganti"

Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Sebagai Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menjadi sasaran pencari berita di hari-hari menjelang reshuffle kabinet, 18 Oktober 2011.

Syekh Abu Al Sebaa, Seorang Dermawan Penyedia Makan Gratis untuk Jemaah Umrah Meninggal Dunia

Pertanyaannya adalah, apakah hasil reshuffle sudah sesuai rekomendasi unit yang dipimpin pria kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 14 Maret 1947, tersebut?

Dalam wawancara dengan VIVAnews.com, Kamis, 27 Oktober 2011, Kuntoro yang  baru saja didapuk menjadi Penasihat Ikatan Alumni Teknik Industri Institut Teknologi Bandung itu menjelaskan panjang lebar mengenai cara kerja unitnya dan kisah hidupnya sebagai seorang insinyur yang akhirnya berkarir panjang di dunia korporasi dan birokrasi. Berikut petikannya:

Deretan Negara Arab Ini ternyata Tolak Embargo ke Israel, Kok Bisa?

Anda baru mengikuti rapat kabinet perdana hasil reshuffle?
Maaf terpaksa menunggu, tadi saya mengikuti rapat kabinet terlama yang pernah saya ikuti, lima jam.

Bukankah setelah reshuffle ada semangat baru, seperti Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, yang berencana memotong rapat BUMN sebanyak 50 persen?
Kita memang perlu orang yang macam itu di kabinet. [Kuntoro tersenyum]

340 Mayat Ditemukan di Rumah Sakit Gaza yang Hancur, PBB Menuntut Penyelidikan Independen

Unit yang Anda pimpin memberi usulan berapa menteri yang harus diganti ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Unit ini bukan memberi rekomendasi seorang menteri harus di-reshuffle atau tidak. Kami hanya memberi penilaian berdasarkan parameter kerja yang dibuat sendiri oleh kementerian. Rapornya, rapor kementerian, bukan menterinya.

Kami membantu Presiden untuk evaluasi dari waktu ke waktu. Seberapa dekatnya kementerian-kementerian itu dalam mencapai sasaran. Unit ini  yang selalu memberi masukan ke Presiden. Ini sasarannya sudah sampai sini.

Unit ini juga berfungsi membantu menyelesaikan persoalan. Jadi semua kementerian dan lembaga kami record. Kalau kita bicara pembangkit listrik PLTU, misalnya, kami bantu pecahkan agar ini selesai. Geothermal, Trans-Jawa Toll Road, minyak dan gas, itu kami bantu. Ini bagian dari debottlenecking program-program yang terhambat.

Proyek Trans-Jawa Toll Road itu sudah 15 tahun belum menyambung. Ada apa? Pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu megawatt, dari sejak dicanangkan tahun 2006, sampai sekarang baru sampai 2.900 megawatt. Ini yang mesti diselesaikan. Kami kasih laporan, Presiden silakan putuskan.

Itu yang disebut sebagai rapor kementerian?
Bahwa kami memberikan rapor, iya. Rapornya, rapor kementerian, bukan menterinya. Kalau menteri itu orangnya, kalau kementerian itu sistemnya, lembaganya.

Secara implisit kalau rapor kementerian jelek berarti kinerja menterinya juga tidak baik?
Boleh saja seperti itu. Tetapi bukan dari saya, itu VIVAnews yang bilang ... hahaha.

Seperti apa parameter penilaian untuk rapor?
Setiap kementerian punya program kerja, lain-lain jumlahnya. Misalnya, Kementerian ESDM ada 22 program, Kementerian Pemuda dan Olahraga ada empat program.

Hal tersebut kami jabarkan menjadi rencana aksi. Tahun ini mesti mencapai segini, tiap bulan mencapai segini. Ada semacam KPI (key performance indicator) kalau di korporasi. Pertama kali di republik ini, kementerian ada KPI-nya.

Dari evaluasi 2 tahun, bagaimana KPI berbagai kementerian?
Total KPI kita untuk lima tahun. Ini janji Presiden. Janji SBY ke rakyat, di ujung lima tahun Beliau harus mempertanggungjawabkan. Untuk menjawab pertanyaan itu (evaluasi 2 tahun), kami belum bisa jawab, karena belum lima tahun.

Jadi atas dasar penilaian apa Presiden melakukan reshuffle?
Tahunan itu atas dasar kuartalan. Kalau penyimpangan cukup banyak, ya silakan Presiden me-reshuffle.

Jadi selama dua tahun kabinet berjalan, ada pertimbangan bagi Presiden lakukan reshuffle?
Tetap ada.

Paling banyak deviasi target di kementerian apa? Apakah di kementerian yang menterinya diganti?
Kami tidak gabungkan jadi satu kesatuan. Misalnya, ESDM itu ada minyak, gas, listrik. Listrik itu ada PLTU, geothermal, macam-macam. Jumlahnya 20-an program kan.

Dari jumlah itu, ada dua sampai tiga program yang merah berdasarkan KPI. Misalnya, pembangkit listrik tenaga uap di akhir tahun harus ada tambahan 900 megawatt, ternyata tidak sampai.

Reshuffle sesuai harapan UKP4?
UKP4 tidak mempunyai harapan. Maksudnya unit ini bukan lembaga emosional, tetapi lembaga analitik. Lembaga ini yang mengevalusi kinerja. Jadi, sebelum orang bekerja kami tidak melakukan evaluasi.

Kami lihat kinerjanya bagaimana setahun lagi. Apa sesuai dengan harapan bahwa menteri-menteri yang baru kinerjanya lebih baik. Harapan kan selalu begitu. Bukan berarti yang keluar itu gagal, saya tidak katakan seperti itu. Tapi, siapapun yang menggantikan itu harus lebih baik dari yang digantikan. Itu jawabannya.

Beredar kabar unit Anda mengusulkan Menteri ESDM, Menteri Perhubungan dan Menteri Komunikasi dan Informatika diganti, benarkah?
Kami tidak memberikan rekomendasi apapun mengenai penggantian menteri. Tidak ada. Yang kami sampaikan kinerjanya, sampai atau tidak targetnya. Mau ganti itu urusan Presiden.

Jadi ada kemungkinan seorang menteri kinerjanya tidak bagus tapi tetap dipertahankan?
Ada kemungkinan seperti itu. Semua dari Presiden. Kami hanya mesin, analitik. Kalau urusan ganti mengganti itu Presiden. Bukan personal, tidak emosional, semuanya analitik.

Jadi kalau ada menteri tanya, "Pak Kuntoro, mengapa saya dikasih merah? Kan saya sampai 29.700?"

Saya tanya, "Target you berapa?" Kemudian dijawab menteri, "30 ribu. Itu kan beda sedikit."

Tapi saya ini mesin, jangankan 29.700, kalau 29.999 pun saya kasih merah. Kecuali 30.001 barulah saya kasih hijau.

Bukan sistem angka merah seperti di sekolah?
Tidak, tidak pakai range. Begitu pakai range, kami akan dirongrong orang, karena bisa ada rasa iba, rasa pertemanan, ini dan itu, repot urusannya. Karena itu kami kaku. Istilahnya dalam sistem biner, zero, dan one. Tidak ada setengah. You dapat zero atau dapat one, merah atau hijau. Titik. Kejam.

Unit Anda hanya tunggu laporan untuk mengkaji KPI?
Tidak, kami lihat sendiri. Mereka mesti lapor ke kami, kalau ada yang kami rasa bohong, baru kami cari sendiri. Jadi ada 326 program, evaluasi jalan semua setahun. Laporan masuk, kuartal satu, dua. Oh, ini merah, ini hijau. Kami lihat ke lapangan. Lihat dari situation room di Binagraha.

Ada masukan dari pihak lain?
Oh ya, media, masyarakat, laporan internal.

Unit Anda juga memberi arahan ke kementerian?
Begini, orang tidak suka dikontrol. Tidak ada yang suka dikontrol, ditongkrongi di belakang. Kecuali orang itu bilang, "Saya tidak kontrol you, tapi kalau you punya masalah bisa bilang ke saya." Dan terasa dari kementerian, UKP4 bukan mencari-cari kesalahan. Kalau ada kesalahan, mari kita selesaikan bersama.

Jadi kami ini juga semacam konsultan. Memang kami melayani Presiden untuk mengawasi lapangan tapi kami juga memberi solusi, bisa melalui Presiden atau langsung ke kementerian.

Setengah tahun pertama ini penuh pertanyaan, karena ini kan barang baru, tapi sekarang mereka sudah mulai menerima kami. Kemarin Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ke sini, lalu bersama kita rembuk, review kembali cara menilai ketertinggalan.

Proyek Trans-Jawa Toll Road ditargetkan tiga tahun selesai?
Selesai. Bukan selesai jalannya jadi, tidak bisa. Tapi selesai urusannya. Dari 1.000 kilometer yang ditargetkan, Anda tahu berapa yang sudah jadi? Tidak sampai 100 kilometer.

Masalah kepemimpinan?
Masalah kita tanah, pembebasan. Kedua, kontrak-kontrak zaman dulu yang bermasalah. Kita datangi. Capek dong urus begini.

Kenapa tidak mencontoh Malaysia yang membekukan transaksi tanah pada lahan yang sudah ditetapkan untuk dibangun jalan tol?
Undang-undang kita tidak bilang begitu. Kami minta perubahan undang-undang, sekarang lagi di DPR. Itu namanya pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

Repotnya banyak yang trauma, kan? Di zaman Orde Baru namanya kepentingan umum itu berarti kepentingan penguasa. Tapi sekarang terbentur undang-undang. Kalau rakyat marah repot lagi urusan kita.

Di zaman Wakil Presiden Jusuf Kalla,  Menteri Pekerjaan Umum, Dirut PT Jasa Marga dan Dirut Bank BUMN dipanggil langsung untuk menyelesaikan masalah kemacetan pembangunan jalan tol. Hal ini juga terjadi sekarang?
Saya? Tidak bisa. Pangkat gue apa panggil-panggil mereka. Tetapi begini, jadi fungsinya hampir sama seperti yang Anda ceritakan. Kami sampaikan ke Wakil Presiden Boediono bahwa ada persoalan. Lalu Beliau yang mengolah, Beliau yang memutuskan, menteri siapa yang dipanggil, direktur bank mana yang dipanggil. Persis zamannya Pak Kalla. Cuma lebih tertutup.

Bagaimana dengan penyelesaian Proyek Donggi-Senoro?
Itu adalah contoh yang berhasil. Desember 2010 selesai.

Bagaimana bisa dikatakan berhasil? Bukankah keputusannya berlarut-larut, bolak-balik dari bawah menuju Wapres, kemudian balik ke bawah lagi?
Tidak bisa sekaligus memang. Semua begitu, bolak-balik tapi akhirnya selesai. Selama 2010 ada empat yang berhasil: Donggi-Senoro, pengadaan gas untuk pabrik pupuk, diteruskannya Natuna D-Alpha, satu lagi saya lupa. Di sini tidak ada duit, kami auditnya audit performance, kalau tanya ada korupsi atau tidak, saya tidak mengerti deh.

Selain Kepala UKP4, Anda juga pegang dua satgas, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan REDD+. Cara mengatur waktu seperti apa?
Kalau satgas isinya 30 orang, bekerja hampir penuh waktu dan terus-terusan. Cara kerjanya seperti tadi. Jadi saya tidak perlu banyak waktu mengurus satgas itu, karena ada ahli-ahlinya.

Ini bagian dari debottlenecking.  Inpres 9 tahun 2011 (tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi), untuk perbaikan sistem pemberantasan korupsi. Juga satgas REDD+, dua satgas yang saya kepalai itu punya satelit besar. Selama prinsipnya sama, tidak ada masalah. Tapi kuncinya jangan sok tahu, karena saya bukan sarjana hukum, sedikit-sedikit menangkap orang.

Hampir mirip dengan pemimpin kabinet fungsinya?
Ya, tidak lah… hahaha.

Meski dua tahun, perjalanan satgas banyak kontroversi, evaluasi Anda seperti apa?
Saya kira dua tahun ini penuh keberhasilan. Tapi dari semula satgas memang tidak didesain untuk menangkapi orang. Di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang kami telisik apa ada penyimpangan-penyimpangan di pengadilan, di kepolisian, atau di kejaksaan. Jadi kami membangun sistem.

Kalau dilihat Inpres No. 9 tahun 2011, itu adalah produk dari Satgas. Sekarang sistem pengadilan lebih transparan, Bareskrim Mabes Polri katanya lebih baik, Kejaksaan Agung jadi lebih baik. Itu karena kami menggunakan Inpres No. 9 untuk memperbaiki.

Tentunya satu hal yang tidak pernah terdengar, laporan masyarakat bisa saya kontrol  dari sini [menunjuk ke BlackBerry-nya]. Ada 4.821 pengaduan dari masyarakat, yang sudah diproses 4.396. Misalnya, pengaduan rakyat kecil dari Donggala, Papua. Mereka diperas oleh oknum pengadilan. Mereka lapor, kami periksa, lalu kami proses. Seperti ini luar biasa.

Terbayang tidak, sebelum ada Satgas, apakah Kapolri mengurus kasus pemerasan yang nilainya relatif sangat kecil. Misal, ada petani kecil di Situbondo yang diperas Kapolsek Rp200 ribu, begitu laporan masuk, kami kasih ke Kapolri. Mungkin ada yang menggerutu, "Ah, sialan, Kuntoro. Dua ratus ribu perak doang diurusin."

Tapi itu kita tidak bisa diamkan. Kapolri pasti akan telepon Kapolda, kemudian Kapolda telepon Kapolres dan seterusnya. Banyak yang akan berkata "sialan, sialan", kan? Tapi terbayang tidak, oknum Kapolsek yang memeras akan gemetar.

Cara lapornya seperti apa?
Ada dua cara, satu kirim surat, hard copy. Satu lagi melalui web. Kalau di web ada kode. Masukkan, nanti kami verifikasi. Jadi ini pencegahan, yang begini yang berhasil.

Di UKP4, kami juga pakai sistem lapor. Rakyat bisa langsung lapor. Saya cuma kirim berita di web. Misalnya: "Katanya PLTU sudah benar jalannya?" Nanti ada masyarakat yang potret kirim ke kami, ada koordinat, ada tanggal. Lengkap.

Sebagai insinyur, Anda pernah terpikir menjadi birokrat?
Perjalanan hidup saya sangat berwarna. Saya dosen teknik industri, sekarang dosen School of Business. Sekolah saya teknik industri. Dua tahun pertama saya kuliah di Jurusan Mesin ITB, lalu masuk teknik industri saat jadi departemen sendiri.

Tahun 1983 sampai 1988, saya menjadi staf ahli Menteri Sekretaris NegaraPak Sudharmono dan staf ahli Pak Ginandjar Kartasasmita sebagai Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Di sini saya mulai meninggalkan ITB, kecuali satu, saya tetap diminta mengajar.

Kemudian saya diminta menjadi Direktur Utama PT Tambang Batubara Bukit Asam. Saya pindahkan kantor pusat dari Jakarta ke Tanjung Enim. Dua tahun setelah jadi Dirut Bukit Asam sampai tahun 1989, saya jadi Dirut PT Timah, empat tahun. Kemudian jadi Direktur Jenderal Pertambangan.

Dari belajar birokrasi di Setneg, masuk CEO di perusahaan tambang, eksekutif, balik lagi ke birokrat Dirjen, masuk lagi sebagai Deputi I BKPM, kemudian menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, jadi Dirut PLN. Tahun 2001 saya pulang ke ITB. Di situ lahir Sekolah Bisnis ITB.

Tahun 2004 tsunami, saya pindah ke Aceh sampai 2009 menjadi Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Tahun 2009, lagi mau istirahat, disuruh Presiden bentuk UKP4. Ini hidup saya, zig zag sekali. Birokrat, korporat, birokrat lagi.

Ilmu yang Anda pelajari terpakai dalam berkarir?
Begini, teknik industri merupakan bidang keteknikan yang paling soft. Tapi dalam kelunakan itu ada satu inti yang pokok sekali yang jadi bekal agar orang bisa berkarya di mana-mana, seperti Purwacaraka yang juga lulusan Teknik Industri ITB, tapi berkarir di musik  Tapi agar orang itu bisa menjadi pemimpin dia harus kokoh di bidang utama.

Menurut pendapat saya, bidang utama itu ada keteknikannya. Pertama, yang namanya ergonomi. Sebetulnya ini ilmu tentang gerakan manusia. Tetapi dalam ilmu ergonomi yang paling penting adalah mottonya, bahwa tak ada yang terbaik. Tapi yang ada adalah yang lebih baik. Ini membuat orang yang belajar itu secara filosofis disiapkan menghadapi perubahan. Bahkan melakukan perubahan untuk perubahan. Change. Itu yang pertama.

Kedua, hidup ini tidak pernah kontinu, selalu penggalan-penggalan. Di dalam penggalan itu kita bisa melihat sebagai proyek. Ilmu kedua yang paling penting adalah perencanaan proyek yang berbasis jaringan. Semuanya, bangun rumah perlu jaringan, bikin artikel perlu jaringan. Kumpulan jaringan-jaringan yang menyatu, yang ada output akhir.

Ketiga, tidak ada proses hidup yang tidak mengambil keputusan. Itu yang penting: change, proyek, memutuskan. Masuk dalam kelompok memutuskan adalah negosiasi

Tiga itu inti. Tapi menuju ini, you tetap mesti belajar matematika, fisika, itu ilmu dasar. You mesti tahu ilmu perkakas, ilmu ekonomi, mengerti psikologi. Mengambil keputusan itu psikologi, tapi ada juga matematikanya. Gabungan itu semua, jadi ilmu yang memadukan berbagai kemampuan menjadi satu untuk melakukan perubahan lebih baik.

Saat waktu senggang, apa yang Anda lakukan?
Rumah saya di Lembang. Saya bikin tahun ’79. Saya bikin dua tahun, tak tahu berapa harganya, karena mencicil, punya duit bangun, seperti itu. Saya selalu melihat diri saya itu nomaden, di jalan terus. Kalau libur sehari, saya ke Lembang. Jadi hidup saya kayak nomad saja, ke Aceh empat tahun, Tanjung Enim dua tahun. Itu hidup saya.

*Wawancara ini merupakan kerjasama dengan Ikatan Alumni Teknik Industri ITB.

Logo Teknik Industri ITB

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya