Wawancara Dokter Pribadi Nunun, dr. Andreas Harry:

"100 Persen Nunun Bisa Diperiksa"

dr. Andreas Harry
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Nunun Nurbaetie Daradjatun sudah di Tanah Air. Tapi, memeriksa tersangka cek pelawat ini masih harus menemui jalan berliku. Pada pemeriksaan perdana, Senin lalu, 12 Desember 2011, Nunun tiba-tiba jatuh pingsan.

Padahal, kesaksian Nunun sangat penting untuk mengungkap siapa aktor di balik sebaran cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Saat itu, Miranda Swaray Goeltom terpilih.

Apakah mungkin Nunun menjalani pemeriksaan di KPK dan persidangan? Dokter pribadi Nunun, dr. Andreas Harry, yang menangani Nunun selama di Indonesia menyatakan bisa. Tapi, ada cara khusus.

Dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Kamis 15 Desember 2011, Andreas yang berpraktek spesialis syaraf di Rumah Sakit Gading Pluit ini menjabarkan perihal penyakit Nunun. Dia juga menjawab keraguan sejumlah pihak atas kapabilitasnya sebagai dokter.

Banyak pihak yang menyangsikan kompetensi Anda. Tanggapan?

Suzuki Nex II Edisi 2024 Mengaspal, Ini Perubahannya

Saya sudah menjalankan etika moral saya dengan jujur di bawah sumpah kedokteran. Saya siap diperiksa. Mengenai penyakit Nunun, terbukti kan? Senin lalu dia stroke. Saya benar.

Dengan kondisi Nunun saat ini, apakah dia bisa diperiksa KPK?

Seratus persen Nunun bisa diperiksa. Ibu itu gampang. Usul saya, Ibu beri psikoterapi saja. Penyidik mengetik dan psikolog menanyakan baik-baik mengenai kasus ini. Misalnya: "Bu, tolong beri keterangan. Nanti ini akan menguntungkan Ibu. Kalau Ibu sehat, bisa kembali ke keluarga."

PSI Buka Pendaftaran Bagi yang Ingin Maju Pilkada, Siapa Saja Bisa Ikut

Kalau saya dipercaya ya syukur, kalau tidak juga tidak apa-apa. Kan, selesai. Tidak melalui situasi hiruk pikuk yang bikin stres. Bisa di cafe, di rumah sakit, pokoknya tempat yang tenang. Apa pemeriksaan harus selalu di kantor KPK? Amnesia itu tidak semua hilang, kok. Dalam pemeriksaan Sabtu, Ibu kadang ingat, kadang lupa. Amnesia memang begitu.

Kapan pertama kali menangani Nunun?

Saya punya dokumen medik. Jika saya palsukan, silakan pidana saya. Jika saya manipulasi, saya bisa dihukum. Ini otentik. Saya periksa Ibu pertama kali 12 September 2006. Saya datang ke rumah karena dihubungi Bapak (mantan Wakapolri Adang Daradjatun). Hasil pemeriksaan kala itu, diagnosanya vertigo, migraine, nyeri tubuh badan terutama tungkai, neuropathic pain, cervical root syndrome.

Lantas pada 25 Juni (2009) penderita kena stroke. Ada MRI-nya. Ada datanya. Penderita kena pengecilan pembuluh darah bagian belakang dan penciutan otak. Hasil ini saya konsultasikan ke Profesor Sidiarto Kusumoputro pada 4 Juli 2009. Dijawab profesor, dementia ringan. Ini ditandai dengan skor Mini Mental State Examination/MMSE 23. Normal itu 30. Saya lantas rundingkan dengan profesor dan diberilah obat dementia.

Diberi waktu enam bulan untuk menjalani terapi. Namun, saat konsultasi lagi 15 Februari 2010, tidak ada perbaikan. Keluarga berunding untuk konsultasi ke Singapura. Pada 23 Februari 2003, Nunun berangkat ke Singapura. Ini bukan melarikan diri karena sebelumnya sudah di-BAP oleh KPK.

Hasil pemeriksaan di Singapura?

Akun TikTok Disita, Polisi Pastikan Galih Loss Belum Dapat Untung dari Kontennya

Has probable mild alzheimer's dementia. Penurunan memori yang akan berlanjut menjadi dementia tipe alzheimer. Ibu diminta untuk tetap aktif. Selama di Singapura saya mendampingi saja.

Pada 3 Mei 2010, kami hendak kontrol. Tapi, wartawan sudah banyak di rumah sakit (Mount Elizabeth). Saya tidak tahu siapa yang membocorkan. Ajudan Ibu menilai sebaiknya kontrol ditunda karena khawatir kena stroke lagi. Ibu sempat teriak," Kenapa saya diperlakukan seperti ini?"

Tapi, yang paling membuat marah Bapak (Adang) adalah Dokter Nei I Ping mengundurkan diri. Alasannya, dia tidak mau ada hiruk pikuk wartawan di rumah sakit.

Apakah selama Nunun kembali ke Tanah Air, Anda menangani Nunun?

Saya mendampingi karena sudah saya serahkan ke dokter KPK. Jadi, waktu Sabtu (Nunun) datang, Bapak (Adang) minta saya jemput ke bandara bersama keluarga. Langsung ke KPK. Saya baru jam 8 sampai dan duduk di menunggu. Lalu, ada tim penyidik, Ibu Ros, minta dokter dan pengacara ke klinik. Di sana ada dokter Jo, dokter KPK. Tensi ibu sudah 180/100. Lalu dikasih obat turun 150 dan dilakukan BAP.

Tapi saya lihat ada tremor, tangannya gemetar. Dulu tidak ada. Ini kan symptom gangguan fungsional. Neurolog pasti tahu. Lalu, kencing-kencing sampai dilapisi handuk itu. Sudah ada tanda-tanda.

Lantas dokter dan pimpinan KPK berunding dan diputuskan ke (Rutan) Pondok Bambu. Ibu ikhlas. KPK yang menentukan, saya tidak campuri.

Minggu malam, saya ditelepon Bapak (Adang) untuk mengecek kondisi Ibu. Saya sempat beri terapi fungsional. Kalau memang sehat, kok kondisi dia begini?

Senin, terbukti. Tensi 200/110. Ibu blackout. Dokter KPK menelepon saya dan mengatakan Ibu pingsan. Saya suruh cari fasilitas kesehatan terdekat, KPK kemudian membawa ke MMC. Saya sedang menguji saat itu di Untar (Universitas Tarumanegara).

Pak Adang kemudian meminta saya mendampingi. Saya datang ke MMC dan melihat data obyektif. Tensi tinggi itu termasuk obyektif. Anda bilang lumpuh, buta itu subyektif. Tapi, kalau tensi, apa Anda bisa menaikkan tensi Anda dalam sekejap? Kan, tidak.

MMC mengatakan Ibu Nunun harus dirawat. Bukan saya yang bilang, lho, tapi neurolog MMC. Keluarga dan KPK berunding, kemudian diputuskan dibawa ke RS Polri. Saya masih ikut mengantar dalam mobil. Sampai di sana, saya serahkan (Nunun) kepada Dokter Joko. Tidak ada intervensi apapun dari saya. Saya hanya ikut memantau.

Ada pertanyaan, amnesia Nunun kok masih bisa jalan-jalan?

Amnesia yang tidak bisa apa-apa itu disebut dementia berat. Bukan saya yang ngomong, lho, buku ini (dia menunjukkan sebuah buku medis, Red.). Jadi, urutannya stroke dulu baru amnesia setelah itu dementia. Ada delapan domain yang ada di otak, salah satunya memori. Jika terganggu satu, ini disebut amnesia. Jika ada gangguan pada dua atau tiga domain, ini sudah disebut dementia.

Jika benar amnesia, kenapa Nunun masih mengenali Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah di pesawat?

Selama setahun ini Chandra kan terkenal. Dia sering terlihat di televisi. Terus, Nunun bilang di pesawat, "Pak Chandra, ya?" Terus ini dibilang tidak pernah amnesia. Ya, ngawur. Amnesia ya memang begitu. Misalnya, saya berboncengan dengan Anda lalu ketabrak dan saya lupa siapa yang saya boncengi. Lantas, saya dikenalkan kepada Anda. Besoknya saya dikenalkan, ya saya kenal Anda. Pasca amnesia, otak kan bisa diisi lagi dengan informasi-informasi.

Separah apa kondisi Nunun?

Dementia ringan tak perlu tuntutan itu misalnya kalau mau ke pesta, pakai satu sepatu hitam satu sepatu merah. Di tengah jalan sadar, ya pulang untuk ganti. Coba tanya sama Bapak (Adang), Ibu pernah tidak seperti itu. Tanya juga Bapak, Nunun itu suka lupa arloji, bahkan uang untuk undangan pun lupa. Ibu sudah menuju ke dementia, penyebab dementia banyak macam. Salah satunya adalah alzheimer.

Apa pesan Anda pada tim dokter yang menangani Nunun saat ini?

Diagnosa dementia Nunun bukan dari saya tapi dari Dokter Nei I Ping dan Profesor Sidiarto. Ini adalah tim saya. Bapak punya rekam medis masa lalu. Hati-hati dokter KPK dalam membuat diagnostik penyakit Ibu. Berbeda pendapat tidak masalah, asal jangan sampai malpraktek.

Misalnya, ada nenek kena dementia. Lalu, saya katakan nenek ini tidak dementia. Saya yang kena malpraktek. Tanggal 17 Desember nanti kita lihat saja hasil diagnostik tim dokter RS Polri. Tidak masalah berbeda, tapi hati-hati.

Anda pernah disidang Kode Etik Kedokteran. Hasilnya?

Sampai detik ini, saya tidak pernah menerima teguran. Saya ini anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Kalau saya macam-macam, IDI juga yang rusak. Saya juga bekerja untuk nama baik IDI.

Tapi, saya siap mempertanggungjawabkan. Jika memang saya salah, silakan hukum saya. Hidup itu bukan hanya dari dokter. Saya masih bisa menulis. Saya sedang membuat buku. Tidak usah takut. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya