Wakil Menkeu Mahendra Siregar

"Pembatasan BBM Bersubsidi Tak Bisa Ditawar"

Kunjungan Mahendra Siregar ke VIVA.co.id.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews –  Selama tahun 2011, kekhawatiran krisis ekonomi global akibat surat utang negara-negara Eropa menghiasi pemberitaan di seluruh media di dunia, bahkan Indonesia. Semua mata pun tertuju pada upaya pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menahan gempuran krisis yang bakal melanda perekonomian tanah air.

Arti dan Peran Amicus Curiae yang Diajukan Megawati dan Habib Rizieq ke MK

Dari dalam negeri, sektor keuangan juga menjadi perhatian dengan mencuatnya kasus Muhammad Nazaruddin yang turut menyeret Kementerian Keuangan selaku pengelola anggaran pemerintah. Belum lagi masalah rekening sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) muda yang dinilai tak wajar, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Memasuki tahun 2012, lagi-lagi Kementerian Keuangan menjadi sorotan dengan kekerasan sikapnya agar pemerintah tetap memberlakukan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Alasannya, anggaran negara sudah semakin membengkak untuk menahan kenaikan harga BBM di tengah minyak mentah dunia yang sempat meningkat dan pengguna kendaraan yang terus bertambah.

Toyota Fortuner Hybrid Sudah Ada di Diler, Segini Harganya

Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar pun menyempatkan diri berkunjung ke redaksi VIVAnews.com di Menara Standard Chartered, Jakarta, Kamis, 5 Januari 2011 untuk menjelaskan segala pertanyaan dan isu-isu di sektor keuangan. 

"Kalau kita penyelesaiannya terisolasi dari konteks global, mungkin tak akan langgeng," ujar Mahendra yang juga sebetulnya memulai meniti karier di bidang diplomasi.

Heboh Warga Dubai Asyik Main Jet Ski saat Kebanjiran, Warganet: Baru Mau Kirim Mi Instan

Berikut ini perbincangan antara redaksi VIVAnews dengan Mahendra Siregar yang sempat membeberkan proses penunjukan dirinya sebagai Wakil Menkeu:

Soal pembatasan BBM, apakah April ini harus jadi?

Harus dong, karena persoalan pada akhirnya yang bisa menjaga kita adalah kita sendiri dari segala macam guncangan dan tantangan. Kalau saya cukup optimis bahwa untuk menghadapi kontek global, daya tahan kita sangat baik. Tapi saya melihat kemampuan kita bisa lebih dari itu, bisa lebih daripada hanya bicara dampak internasional dan daya tahan terhadap guncangan seperti itu.

Bagaimana sebenarnya tahapan pelaksanaan April mendatang?

Tetap dirumuskan. Mulai dari konversi, mekanisme pemantauan, mekanisme untuk transmisi kepada masyarakat, kepada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dan sebagainya. Itu saya pikir hal yang teknis. Saya harapkan, prinsipnya itu, kita sudah tidak perlu persoalkan lagi. Kami sudah bicara ke level eksekusi, implementasi konkrit. Memang betul tak akan jalan 100% di tahap awal, sistim apapun. Tapi kami masuk ke dalam ranah penyempurnaan sistem eksekusi itu.

Bisa hemat anggaran berapa?

Pada akhirnya tergantung dari harga bahan bakar minyak (BBM) saat itu dan sepanjang tahun. Kita lihat lagi. Saya melihat masih ada beberapa opsi.

Artinya, pembatasan BBM subsidi ini sudah pasti?

iya...iya...sudah pasti

Bagaimana sikap DPR?

Sikap DPR justru jelas. Mereka memberikan cap (batasan) dari segi volume yang dibatasi secara tegas. Itu bukan hanya dukungan tapi betul-betul semacam batasan untuk dilakukan dengan sungguh-sungguh. Itu lebih dari sekadar sinyal dukungan, tapi sudah rumusan yang konkrit.

Pembatasan dan konversi gas itu satu paket, karena tanpa konversi bagaimana akan bisa membatasi. Kalau tidak ada yang satu, bagaimana yang lain akan jalan.

Saya pikir terlepas dari siapapun presidennya akan terus menghantui. Masalah energi akan lebih panjang dari term (jangka waktu) periode presiden.

Kementerian Keuangan terus mendesak pembatasan ini berlaku, tapi yang terlihat seperti menabrak tembok?

Saya pikir tidak. Ini kan disatu pihak, peluang untuk keberlanjutan tinggi dan di lain pihak diharapkan, kalau pun ada implikasi sosial bisa lebih diantisipasi dengan baik. Tapi keuntungan untuk kita berkembang lebih lanjut, sangat tinggi. Kalau tidak, kita digondoli terus oleh masalah ini.

Untuk konversi BBM, bagaimana soal pasokan gas?

Kalau saya melihat masalah, tidak pernah dalam kontek bahwa kita ambil keputusan setelah mendapat nilai 8 dulu. Negara maju saja tidak seperti itu. Jadi kami sekarang ambil strategi dan keputusan dulu dan secara pararel bekerja mendukung kesinambungan dari keputusan itu. Apalagi untuk suatu sistem yang baru. Kami sudah firm dan mekanisme pembatasan ini bukan sesuatu yang baru didunia sehingga bisa belajar dari negara lain.

Bisa Anda berikan contoh sukses pembatasan BBM atau konversi gas ini?

Sebenarnya semua negara melakukan itu, mulai dari intervensi di harga sampai pada promosi di salah satu sumber energi lain. Memang di negara maju, sumber energi baru itu lebih banyak yang terbarukan. Mereka yang terakhir ini, perhatian kepada biodiesel. Mereka di satu pihak fosil fuel dikenakan pajak luar biasa mulai dari pajak lingkungan, konversi dan lain-lain. Dilain pihak di bagian energi terbarukan, diberikan subsidi yang besar-besar. Itu mekanisme yg hampir baku dan kita ini yang masih baru.

BBM di Indonesia zero tax, padahal mulai dari aspek komersil sampai lingkungan hidup dan climate changee tidak ada yang lebih dahsyat dari destruksi-nya BBM. Kita dalam sistem BBM bisa dibilang ketinggalan zaman, orang market dan harga sudah sampai mana, Indonesia malah mempromosikan dan memproteksi penggunaan BBM.

Dengan pembatasan BBM setelah April  ini, bagaimana proyeksi Inflasi tahun 2012?

Saya tidak tahu. Tapi kami melihatnya dari seberapa baik kita siapkan transisi termasuk konversi gas. Dalam membicarakan inflasi juga kita bicara variable komoditas yang lain, tak hanya ini (BBM).

Saya pikir dalam perkembangan global tren masih softening dari komoditi prices.

bisa ditahan di 6%?
Saya kira bisa sampai April sekalipun. Momentum ke arah sana. Tidak kita harapkan lonjakan di tingkat global yang luar biasa. Kan di satu pihak domestik prices dan di lain pihak pengaruh internasional yang masuk langsung atau lewat komoditas dan proses produksi yang menggunakan barang-barang impor.

Saya pikir posisi Indonesia, dalam bahasa defensif-nya, sekarang bukan lagi daya tahan terhadap krisis. Kalau istilah saya yang optimis, never been better. Karena realitasnya memang begitu. Tapi bukan berarti kita bisa memperoleh posisi sehat di saat yang lain sakit.

Mungkin maksudnya kita sudah belajar dari pengalaman terlebih dulu?

Betul. Makanya kalau ketemu orang luar negeri, kita tak usah ngomong karena dia sudah malu duluan.

Saya melihat betul dunia sekarang ini terbalik, mendengarkan ‘pidato’ dan presentasi negara maju, itu seperti apa yang kita perbincangkan sepuluh tahun lalu. Dalam pertemuan internasional, negara-negara berkembang kurang percaya diri sehingga selalu melakukan presentasinya yang panjang. Tapi sekarang, malah negara maju yang berperilaku begitu. Mulai dari Eropa, Amerika Serikat, Jepang yang mencoba meyakinkan negara lain mengenai kondisi ekonomi mereka yang sudah lebih baik.

Dunia terbalik itu benar, dalam fakta bukan lagi dalam kiasan. Mereka sibuk meyakinkan negara lain tapi sekarang Indonesia bisa nunjuk-nunjuk saja

Tahun baru lalu, begitu banyak perayaan kembang api, apakah ini indikator pendapatan per kapita kita meningkat?

Tak hanya itu, kita mencapai penumpang pesawat 60 juta 2011. Itu betul.

Ekspektasi Anda sebagai pejabat, kapan GDP/kapita kita bisa mengalahkan Malaysia?

Kalau itu masih lama. Kalau kita menggunakan purcahing power parity (PPP), Indonesia sekarang mendekati  5.000 kalau Malaysia sudah 3x lipat sekitar 16-17 ribu. Kalau saya pikir masih jauh.

Ada peluang?

Peluang selalu ada. Sumber daya kita jelas lebih besar. Saya pikir yang harus kita lalui adalah ambang mungkin kita tak berandai-andai dengan sistem sosial politik kita. Kita mesti lewati ambang itu dulu. Kalau itu bisa dilewati, saya rasa dengan ambang itu terlewati mungkin naik ke 6.000-6.500 lah.

Tapi untuk membandingkan dengan Malaysia itu sangat relatif. Sekarang kalau bersaing dengan Malaysia harus dilihat dalam konteks apa dahulu? Kalau dari jumlah orang Indonesia yang pendapatan per kapita lebih banyak dari Malaysia, jangan-jangan kita sudah jauh diatas Malaysia.

Malaysia saat ini penduduknya 25 juta kan, lihat saja. Bahwa secara rata-rata memang masih jauh, jadi relatif. Karena yang orang sering gunakan sebagai pembanding adalah kita setiap tahun harus menyiapkan lapangan kerja yang jumlahnya 60 persen dari penduduk Singapura atau 2,5 juta.

Tapi kan di lain pihak negara kita sebesar ini. Jadi kadang kala memang sulit tapi tak ada salahnya juga membandingkan per kapita. hanya jangan terlalu jauh.

Pemerintah sekarang mengeluarkan kebijakan survei pajak. Mengapa tak mengincar perusahaan besar saja tanpa harus menyusahkan rakyat kecil?

Kalau saya melihatnya, itu tak terelakan tapi bukan berarti kita tak mengupayakan secara baik governance-nya. Bahwa kemudian dalam bentuk, katakanlah di pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak penghasilan (PPh) untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) mengenai besaran tertentu, tentu kami akan mendengar dan menampung masukan ini.

Mamun yang perlu disadari, juga banyak yang mengeluh mengeluh mengenai terminiologi UKM ini. Memang kalau dilihat dari katakan satu unit bisnis itu, dia masuk ke UKM. Tapi, ternyata kalau dilihat secara keseluruhan dia punya 50 unit UKM. Ini konglomerat. Ini yang kemudian antara keberpihakan dan keadailan.

Saya rasa kalau keberpihakan, di seluruh dunia kalau ada pemerintah tak berpihak pada UKM, itu sangat aneh. Tapi kemudian itu menimbulkan komplikasi yang tadi, tentu akan kita benahi. Dengan tak membenahi itu, kita tak adil pada yang benar. Kita hadapi saja.

Jadi jangan apriori mengatakan bahwa ini bisa atau tidak dilaksanakan. Kita hadapi saja, kita jauh dari sempurna. Asal tadi, kebutuhan aturan, mekanisme yang mendasar sudah dibentuk. Bahwa dalam prosesnya, ada penyempurnaan tidak ada masalah.

Contoh kemarin saja, selain mencapai diatas pendapatan negara Rp1000 triliun, untuk pertama kalinya juga tax ratio kita naik 1 persen dari 11,3 menjadi 12,3. Kenaikan 1 persen terjadi disaat PDB naik 6,5 persen. Ini terjadi di saat semua orang setengah mati bicara mengenai bagaimana susahnya menjaga pendapatan saat krisis global, kita naik bukan hanya sebesar GDP malah lebih besar dari GDP.

Tapi untuk melihat rasio ini memang harus dilihat secara hati-hati. Masing-masing negara memiliki definisi. Tapi kalau pakai definisi yang dipakai negara lain atau benchmark OICD mungkin kita sudah dikisaran 15 persen. Tapi tentu kita yang disepakati DPR, tax ratio sekitar 12-an itu. Sebetulnya kita tidak sejauh dari negara maju yang sudah mencapai 20 persen itu.

Pajak dan petugas ketemu potensi penyelewengan?
Itu memang potensi resiko. Memang idelanya adalah lewat online dan didukung e-payment.
Teknologi sekarang tak ada yang bisa mencegah kita sampai masuk kesitu. Apalagi kalau e KTP jalan, bisa dibayangkan Indonesia tak hanya memiliki single identity dalam artian identitas tapi juga NPWP, kegiatan perusahaan, Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS), dan lain-lain.

Dalam kaitan dengan Reformasi birokrasi, Kemenkeu selalu dianggap contoh baik. Tapi mengapa PPATK menemukan PNS yg mempunyai rekening ganjil?
Kami konfirmasi ulang hal ini dengan PPATK dan memang kelihatan bahwa angka-angka ini masih perlu di-rekonfirmasi. Tetapi setelah konfirmasi, ternyata yang dimaksudkan adalah satu periode yang bermula sejak 2007. Jadi bukan kasus terakhir atau baru.

Sejak 2007 akumulasinya disebutkan oleh PPATk sebanyak 60-an rekening. Angka kami malah sejak saat itu sebanyak 80-an. Dari 80 lalu kita jelaskan, bahwa prosedurnya PPATK adalah mengidentifikasikan kegiatan mencurigakan yang dideteksi melalui rekeningnya untuk diinvestigasi lebih lanjut. Dari daftar itu disampaikan, sudah sekian puluh dikenakan sanki, sekian puluh dalam proses penyelesaian, sekian puluh dalam proses kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sekian lagi sedang diinvestigasi.

Jadi ini lebih pada rekonsiliasi dan pemutakhiran data-data PPATK itu sendiri.

Sebenarnya, seberapa gendut rekening itu?
Macam-macam. Ada yang sampai luar biasa besar sekali tapi ada yang betul-betul dalam arti indikasi yang masih bersifat awal. Ini yang masih harus diselediki. Itu termasuk pada kasus Gayus segala. Ternyata data PPATK itu akumulasi data.

Memang modusnya selama ini lewat pindah ke rekening pribadi?
Udah tak ada lagi. Itu justru di waktu yang lalu dan kami istilahkan rekening liar. Sebenarnya di Kemenkeu itu sudah selesai. Tapi itu dia, ini akumulasi 2007, memang dulu masih tergambar itu tapi praktiknya sendiri sudah tidak ada. dalam arti kasus yang terbaru, tak lagi memasukan modus rekening pribadi seperti itu.

Modus terbaru?
Ketidakwajaran dari berbagai segi. Bagaimana mungkin profil kepangkatan mereka dengan rekening sebesar itu. Tapi kan ini indikasi awal dari kemungkinan, ini yang kemudian diperiksa.

Pejabat eselon 1 ada?
Tentu ada. Tapi dalam arti bukan dari eselon I yang sekarang.

Kembali soal konversi gas, selisih harga tak menarik ditambah pembelian converter kit, bagaimana sikap pemerintah?
Ini kan harus satu paket. Antara konversi atau pembatasan, maka pembatasan ini yang harus disiplin. Mungkin saja diawal, akan ada org yang menyolong, tapi kami melihat dari konteks apakah yang langsung berubah dengan menghitung biaya konversi atau juga justru ke kendaraan baru yang dari awal sudah didesain ke arah sana.

Perusahan otomotif juga melihat hal ini dari segi kepastian dan peluang bisnis. Kami memang mesti melihat dampak langsung pada anggaran 2012 tapi dampaknya pada anggaran tahun-tahun berikutnya. Seberapa signifikan dampak APBN 2012, mungkin akan terlihat tapi kita harus melihat lebih dari itu.

Infrastruktur SPBG bagaimana?
itu termasuk yang harus didukung dalam arti apakah dukungan bentuk penuh langsung secara komersil atau ada dukungan komponen dukungan pemerintah. Ini yang harus dihitung dulu.

Saya melihat ini investasi kita semua. Kalau pendekatan satu paket nanti akan berpikir dimana membeli gas, kalau jauh mungkin orang tak mau jalan juga. Saya tak berpikir akan smooth di awal. Siapapun menteri dan presidennya, kebijakan ini sudahlah jangan ditawar lagi.

Lebih mirip ke konversi LPG?
Ya bisa juga. Pada awalnya dikasih dukungan tabung. Tapi mesti dilihat siapa penggunanya.

Kapan diumumkan kebijakan?
Saya berharap jangka pendek karena April ini harus betul-betul implementasi. Jangan ditawar lagi.

Sebenarnya apa kendalanya jika diihat dari sisi kebijakan?
Saya rasa semua masyarakat sudah tahu mengenai hitungan implikasi sosial politiknya. Kalau konversi gas, saya rasa lebih pada komitmen untuk betul-betul ini langkah yang tak bisa ditawar lagi. Ini masalah komitmen

Apa kebijakan pembatasan ini sudah sudah diputuskan di Sidang Kabinet?
Terus terang tak ada satu keputusan yang sudah disetujui di tingkat Undang-undang tanpa melalui proses persetujuan di Sidang Kabinet. Apalagi terkait APBN.

Pelaksanannya akan bentuknya dalam keppres?
Iya. Tapi komitmen dan keputusan legilsasi lebih tinggi dari itu. Makanya jangan ditawar lagi. Keputusan Presiden lebih pada aspek eksekusi.

Saat ini sebenarnya bola mengenai pembatasan BBM ini ada di siapa?

Semua. Masing2 ada tanggung jawabnya.

Semua menteri terkait sudah setuju?
Kalau saya melihat presiden sudah komitmen. Saya melihat keputusan sudah strategis momentumnya tadi. Kalau tidak kita play defence lagi. Saya melihatnya ini bedanya dengan tahun 97-98 yang reformasi karena krisis kita. Sekarang kesempatan org lain yang krisis, kita yang reformasi.

Terkait mengenai anggaran pemerintah, masih ada kekhawatian tindakan korupsi. Bagaimana tanggapan Anda?

Kalau dilihat intensitas permasalahan, saya tidak melihat cakupannya menjadi lebih besar dalam wilayah itu. Tapi kalau yang dimaksud dengan keterlambatan, memang belum berhasil kami selesaikan dengan lebih baik.

Kalau yang pertama, intensitas saya tak melihatnya justru sebaliknya. Indikasi penyerapan lambat itu menunjukan orang main bermain aman. Jadi mereka lebih baik tak menyerap anggaran daripada mereka dianggap berbuat salah.

Persoalan itu lebih besar?
Iya, itu ada persoalan inefisiensi dalam implementasi penggunaan anggaran. Tapi karena itu tak secara langsung terefleksi dalam penilaian kinerja pengelola anggaran.

Dalam M Nazaruddin, sebetulnya seberapa tepat Kementerian Keuangan memerika kebenaran anggaran itu? Tampaknya anggaran terlalu dibesar-besarkan?

Kasus per kasus jelas bisa lebih besar sekali. Kalau saya melihat secara keseluruhan lebih besar, mungkin saja saya salah, tapi agak kurang logis saat kita proses pengelolaannya lebih transparan. Mulai dari pengiriman dana ke daerah, saat ini semua lebih transparan. Mulai dari website, besaran, dan penerimanya semua sudah jelas. Malah saya bertanya, apa memang mungkin di era yang makin tranparan, terjadi kondisi yang buruk seperti itu.

Kabarnya, banyak anggaran yang pemerintah tinggal tanda tangan. Bagaimana tanggapan Anda?

Itu ironis. Makanya bahwa hipotesa itu intensitasnya membesar disaat membesarnya transparansi, itu ironis. Tapi menurut saya tak ada cara lain, selain makin transparan dan makin dibuka. Karena alternatifnya akan lebih berat lagi. Harus diingat, persoalan distrust persoalannya mahal sekali.

Apakah Depkeu hanya juru bayar?
Kita sudah jelas, melihat secara performance budget. Itu kriterianya, peruntukannya, outputnya, kelengkapannya sudah jelas. Memang siklus budget seperti itu.

Tak ada Review mendalam dari sisi pembayar atas proyek itu?
Proses review itu dilakukan dalam penyampaian proposal, dalam penyampaian output target. Disitu bagiannya, bukan di aspek eksekusi. Jadi lebih pada aspek kesiapan dan kelayakan suatu kegiatan bukan dari sisi eksekusi.

Kalau di eksekusi, sudah membicarakan audit penggunaan uang sudah ke auditor, BPKP dan BPK.  Mungkin disitu diperlukan sinkronisasai antara perencanaan dan pemantauan dan evaluasi. Memang itu institusi yg berbeda

Terkait redenominasi rupiah, bagaimana sebenarnya sikap Kemenkeu?
Ini memang apa yang ingin kita ingin capai dalam beberapa waktu ke depan. Ini sudah jelas bahwa redenominasi langkah yg baik.

Apa tak khawatirkan kebijakan itu membuat harga malah naik?
Memang ini harus hati-hati dalam penyampaian. Redenominasi ini justru dilakukan saat kepercayaan pada ekonomi sedang baik. Berbeda jika dilaksanakan ketika ekonomi tengah menghadapi masalah, lalu kami melakukan kebijakan ini. Nanti, orang bisa salah mengerti.

Justru kami melakukan redenominasi, dalam rangka perkembangan ekonomi yang baik.

Manfaatnya apa sebenarnya?
Itu simplifikasi saja dari jumlah yang sudah kurang pas untuk ukuran standar internasional. Redenominasi sebetulnya semua negara yang hampir maju melakukan itu.

Kalau belajar dari proses Euro, tak semudah itu, pada akhirnya terjadi kenaikan harga?
Hal itu berbeda. Untuk kases euro, negara itu seakan-akan harus menyesuaikan nilai tukar euro kepada nilai tukar mata uang yang sudah tak ada lagi sehingga perbedaan itu menjadi lebih tipis.

Dalam kasus Indonesia, kami kan tidak ada keperluan seperti itu. Ini kan tetep pada daya beli dan tingkat harga yang tidak harus disesuaikan dengan negara manapun.

Keuntungan apa bagi Indonesia?
Penyederhanaan. Pada akhirnya kepercayaan diri pada daya beli mata uang kita. Kalau tanpa penyesuaian seperti itu dan nol yang terlalu banyak, kesannya sebagai mata uang yang tak kuat. Kuat bukan dalam arti mahal.

Tampaknay lebih pada kosmetik?

Dari segi nilai tidak. tapi dari segi kepercayaan bahwa rupiah adalah nilai mata uang yang dapat dianggap makin serius. mata uang yang nolnya kebanyakan itu, jarang dianggap serius.

Saya pikir ini lebih dari pada kosmetik, kalau kosmetik itu lebih pada diri sendiri. Redenominasi itu menjadi kosmetik kalau dibelakangnya tak ada perbaikan dalam kondisi perekonomian. Kalau ekonomi sedang baik, saya optimis.

Tidak sederhana?
makanya kami tak berani dalam waktu singkat harus selesai dan waktu transisi pun diperkenankan dua satuan. Jadi sangat berhati-hati dan internasional best practices banyak yang bisa kami pakai. Ada 10 negara yang sudah melakukan itu. Ada negara yang berhasil dan ada juga yang gagal, kami ambil pelajaran dan belajar dari dua itu.

Sudah disepakati atau hanya usulan BI?

Sudah disepakati, dan memang kami perlu bersinergi untuk implementasi itu.

Belum diajukan ke DPR?

Kalau pembahasannya sudah dilakukan, untuk formalitasnya tentu harus dilalui.

Seberapa serius sebenarnya redenominasi ini?

Kami melihat itu komitmen bersama yang harus kami dorong ke proses yang formal. Memang tim tadi tak eksklusif dari Kemenkeu tapi terdapat tim dari Bank Indonesia juga. Sudah saat Indonesia menuju ke perekonomian 12 besar dunia

Pembahasan sudah sampai mana?
Sudah. Dalam arti sudah betul-betul ke revisi draft yang ke final, kami tak bisa konsep lagi.

Apakah rencana redenominasi ini akan tetap diajukan kendati berganti presiden?

Banyak hal di negara berkembang yang sebenarnya sangat mendasar untuk melakukan sesuatu lebih dari satu term pemilu. Kalau tidak, tidak akan selesai-selesai.

Mengenai Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan TOEFLS 600, Apa hal yang sama akan diikuti Kemenkeu?

Kami melihat hal itu sebagai terobosan. Kalau objektif saya rasa baik.
Kami melihat implementasi mudah-mudahan transisinya baik juga.

Sedikit ke belakang, bagaimana sebenarnya Anda bisa terpilih sebagai Wakil Menkeu?

Saya juga bingung.

Ada perasaan Anda akan menjadi Wakil Menkeu?

Saya tak ada rasa bakal jadi Wakil Menkeu. Malah saya sedang sidang diberitahu pak Sudi Silalahi (Mensekneg) ketika tengah mengikuti pertemuan ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia. kala itu saya disuruh kembali lebih cepat.
Pak sudi mengatakan diberi tahu dipanggil presiden SBY ke Cikeas. Di Cikeas langsung dikasih instruksi saja.

Instruksinya dari SBY kala itu apa?
Kondisi global kita semua harus waspadai untuk itu perlu Wakil Menkeu satu lagi yang lebih melihat soal itu secara global. Saya tak tanya kenapa saya terpilih tapi mungkin karena interaksi selama ini, secara tak langsung sering berhubungan. Saya tak tahu pertimbangan beliau.

Pembagian tugas dengan Wakil Menkeu Anni Ratnawaty?
Pada akhirnya banyak overlaping, jelas terjadi. Tapi dari aspek unit-unit yang ditangani. Untuk Bu Anni dia mengurusi siklus anggaran mulai dari Dirjen anggaran, Dirjen Pengelolaan Utang, Dirjen Perimbangan Keuangan dan Dirjen Perbendaharaan.

Kalau tugas saya Badan Kebijakan Fiskal, Bapepam LK, Dirjen Kekayaan Negara dan Badan Diklat. Menteri Keuangan langsung Iirjen, Sekjen, Bea Cukai, dan Pajak.

Overlaping dalam arti pelaksanannya semua terlibat. Gaya pak menteri (Agus Martowardojo) ini menarik. Saya rasa mirip, di satu pihak pengambilan keputusannya firm tapi prosesnya demokratis dalam arti semua digali pandangannya, dan perspektifnya dalam suatu keputusan.

Banyak yang protes Sabtu Minggu masuk?
Malamnya itu yang repot (tertawa). Tapi risiko jabatan lah. Kalau saya melihat banyak sekali masalah yang harus diselesaikan, bukan dalam arti masalah tapi  pending matters (persoalan tertunda) yang semua punya deadline sendiri yang ketat. Jadi mau bagaimana lagi, kalau tidak, semua akan terlambat.

Ini saja langkah untuk menuju Otoritas Jasa Keuangan, ketatnya minta ampun. Kalau slip sedikit dari jadwal, kami berhadapan dengan UU di sebelah sana.

Soal BPJS, bagaimana sebenarnya sikap pemerintah?
Saya pikir, lebih kepada proses bersifat strategisnya dan kemudian masalah teknis. Kalau strategis, tentu kesiapan di institusinya. Saya pikir mesti lebih banyak diskusi dengan pemangku kepentingan karena kami di satu pihak menuju ke sistem yang lebih ramping. Di pihak lain, sistem yang sekarang harus berjalan baik sehingga transisi lebih baik.

Kedua, coverage yang lebih luas. Tadinya para peserta asuransi betul-betul  aktif dan kini menjangkau seluruh masyarakat. Saya kira bagian ini yang menjadi tantangannya disamping prosesnya juga cukup panjang. Saya rasa dengan pendapatan pemerintah yang makin besar, kami harus melihat dalam konteks yang menyeluruh, bukan lagi selektif.

Saya merasa ini sudah sepatutnya. Tapi di lain pihak, Kami juga harus belajar dari kesalahan negara lain yang tak waspada pada risiko apabila tak dikelola secara kesimbungan dan prudent. Mestinya membawa kesejahteraan sosial malah membawa menjadi persoalan dalam kesinambungan perekonomian dan pengelolaan ekonomi.

Berapa dana jaminana sosial yang akan disiapan?

Ini yang harus dihitung, keseimbangan dua-duanya. Kemampuan kita menjaga sosial dan anggaran.

Pada kabinet kali ini, tampaknya terdapat sinyal positif bahwa para pejabat berasal dari kalangan muda. Apa pendapat Anda?

Saya belum pernah diskusi dengan Presiden mengenai masalah referensi beliau soal ini (kabinet muda). Tapi kalau lihat dari mereka yang ikut membantu di sekliling presiden, bukan hanya kementerian, saya melihat memang relatif muda.

Mungkin preferensi juga dari SBY karena ini prerogatif beliau. Dilain pihak, mungkin tak juga eksklusif pak SBY. Saya melihat juga gejala yang sama di sekeliling Wakil Presiden Boediono, dan para menteri juga demikian. Apakah ini eranya usia tak penting lagi menjadi faktor, apalagi di non pemerintah tak ada lagi yg mempersoalkan itu lagi (umur).

Saya pikir usia tak lagi jadi faktor yang menentukan. Mungkin karena struktur kita yang lebih demokratis dan semakin modern. Tidak lagi ada senioritas.

Keputusan Anda beralih dari jalur diplomasi ke ekonomi salah satunya karena andil Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Bagaimana kisahnya?

Saya aslinya berasal dari lingkungan Departeman Luar Negeri (Deplu) dan seangkatan pak Marty Natalegawa (Menteri Luar Negeri). Saya sempat bertugas beberapa kali dan dua kali di luar negeri yaitu London dan Washington. Waktu di Washington, AS, Pak Djatun tengah menjadi diplomatnya. Ketika beliau selesai menjabat di AS, Pak Djatun pulang dan beliau diangkat menjadi Menko Perekonomian. Sewaktu saya selesai di AS, Pak Djatun meminta saya untuk ikut membantu di kantor Menko. Sudah waktu itu saya tak balik-balik lagi, malah makin melebar.

Saya sempat beberapa bulan ke LPEI, lalu Exim Bank selanjutnya Kementerian Perdagangan, dan terakhir ke Kemenkeu.

Memang dari segi kementerian saya berpindah, tapi dari segi penugasannya lebih bersifat akumulatif, tak lepas satu dengan yang lain. Mungkin sifat dari globalisasi, masalah di satu kementerian menjadi masalah kementerian lain dan masalah global semua saling terkait dan ada manfaatnya satu orang yang sudah ada di satu atau dua tempat.

Saya kira sama seperti swasta. Pada gilirannya disatu pihak diperlukan kemampuan mendalam, spesialisasi. Tapi dilain pihak visi dan jaringan juga menentukan. Ternyata, saat ini persoalan global, krisisnya global. Kalau kita penyelesaiannya terisolasi dari konteks global mungkin akan tak langgeng.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya