- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai pembangunan infrastruktur di Indonesia belum efisien. Sebab, realisasi anggaran infrastruktur terhambat pada hal-hal nonteknis.
Peneliti ekonomi LIPI, Latif Adam, mengungkapkan bahwa koefisien elastisitas belanja infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi baru mencapai 0,17 persen.
"Ini lebih rendah dari China dan India. Di China, koefisien elastisitas belanja infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 0,33 persen. Di India 0,21 persen, sedangkan di Indonesia 0,17 persen. Ini berarti tidak efisien untuk mendorong pertumbuhan infrastruktur," ujar Latif di acara Indonesia's Infrastructure Outlook 2012 di Gedung BRI II, Jakarta, Kamis 19 Januari 2012.
Ketidakefisienan ini, dia melanjutkan, disebabkan oleh lambannya realisasi anggaran infrastruktur. Per September 2011, anggaran yang terserap hanya 30 persen dari total anggaran.
"Bagaimana bisa meningkatkan infrastruktur jika penyerapannya terburu-buru di tiga bulan pada akhir tahun," tutur Latif.
Selain itu, Latif menambahkan, proporsi anggaran untuk fisik pembangunan tergolong kecil. Ini disebabkan banyak anggaran terserap di pos-pos lain seperti membayar jasa konsultan, biaya perencanaan, monitoring, dan supervisi serta fee project.
Dia mengungkapkan, implikasi dari permasalahan infrastruktur ini menyebabkan biaya kegiatan usaha di Indonesia menjadi mahal. Perusahaan di Indonesia mengeluarkan biaya transportasi 30 persen dari total biaya produksi.
"Dan survei World Bank, 900 perusahaan mengungkapkan kehilangan empat persen dari total penjualan per tahun karena masalah transportasi," ujarnya. (art)