Tingkatkan Ekspor CPO, RI Gandeng Pakistan

Kelapa sawit.
Sumber :
  • Antara/Maril Gafur

VIVAnews - Kementerian Perdagangan menjalin kerja sama dengan Pakistan untuk meningkatkan kembali volume perdagangan ekspor kelapa sawit yang dulu sempat terjun bebas.

"Penurunan tersebut karena CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah) kita terkena diferensiasi (perbedaan) dengan Malaysia," kata Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan di Jakarta, Jumat 3 Februari 2012.

Parto Patrio Dilarikan ke Rumah Sakit

Hal itu karena Malaysia sudah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan Pakistan dari 2008. Sejak itu, ekspor minyak sawit Indonesia langsung turun menjadi di bawah US$100 juta dari sebelumnya US$550 juta. "Ini sangat merugikan kita," ujar Gita.

Gita mengharapkan, melalui kerja sama ekspor dengan Pakistan dapat meningkatkan kembali nilai ekspor minyak sawit. "Sekarang ini sudah berada di kisaran US$1 miliar. Bisalah nanti mencapai US$1,5 sampai US$1,6 miliar," ujarnya.

Dia menuturkan, alasan Indonesia bekerja sama dengan Pakistan karena negara itu mempunyai potensi besar. Selain itu, banyak pasar yang harus digali, sebab di satu sisi, Pakistan sudah menjalin kerja sama dengan China. Sedangkan Malaysia, sudah menyepakati perjanjian dengan Thailand.

Parkir Liar Kian Menjamur di Minimarket, Seperti Apa Aturannya?

"Kalau tidak masuk secara cepat, berarti pasar kita sekarang yang rata-rata mencapai US$1 miliar akan berkurang. Jadi, kita harus pertahankan dan tingkatkan ke depan," kata Gita.

Sebab itu, Gita melanjutkan, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan Preferential Trade Agreement (PTA) pada tarif, setelah itu dilanjutkan FTA dengan Pakistan.

AS Tolak
Sementara itu, Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mendesak kepada pemerintah untuk segera mengambil sikap atas notifikasi Amerika Serikat yang menolak ekspor produk CPO Indonesia yang dianggap tidak ramah lingkungan.

5 Dampak Negatif Gegara Kecanduan Game Online, Bisa Ganggu Fisik dan Mental

Isu lingkungan ini perlu ditanggapi segera untuk mengantisipasi dampak besar pada perekonomian dalam negeri.

Kepala PSPD Masyhuri mensinyalir, isu lingkungan yang dihembuskan Environmental Protection Agency (EPA) atau otoritas urusan lingkungan Amerika Serikat ini merupakan bagian dari strategi perang dagang. Sebab, isu yang sama pernah pernah dihembuskan 20-30 tahun lalu, di mana AS mengklaim CPO RI mengandung minyak jenuh yang menyebabkan masalah kesehatan.

Larangan tersebut sempat menjalar ke AS hingga akhirnya bisa dimentahkan lewat penelitian yang membuktikan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia menghasilkan zat anti kanker.

"Semua isu tersebut untuk melemahkan produk pertanian, khususnya kelapa sawit negara berkembang untuk bersaing dengan negara maju,” kata dia, Jumat 3 Februari 2012

Untuk mematahkan isu lingkungan itu, ekonom pertanian UGM ini  merekomendasikan empat hal. Pertama, asosiasi produsen kelapa sawit  segera mengadakan penelitian yang valid bahwa produksi kelapa sawit dapat mengurangi efek rumah kaca lebih dari 20 persen.

"Karena AS menuduh produk minyak sawit mentah Indonesia hanya bisa menurunkan efek rumah kaca 11-17 persen," tuturnya.

Kedua, mengalihkan ekspor produk kelapa sawit ke negara tujuan lain yang nilainya lebih besar. Sebab, total ekspor produk Indonesia ke AS hanya US$68,2 juta atau 0,5 persen dari total ekspor kelapa sawit yang mencapai 23,5 juta ton.

Beberapa negara tujuan ekspor tersebut di antaranya India, China, Malaysia, Bangladesh, Singapura, Mesir, Belanda, Brasil, dan Kenya.

Ketiga, pemerintah juga mendesak Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar semua negara anggota mematuhi prinsip perdagangan dunia yang tidak boleh ada ristriksi perdagangan teknis.

Keempat, Masyhuri mengharapkan pemerintah untuk mengembangakan produk industri hilir yang selama ini kurang digarap secara optimal. "Ini sebenarnya momentum bagi kita untuk mengembangkan produk industri hilir," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya