- Antara/ Yudhi Mahatma
VIVAnews - Penangkapan dua hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Semarang menambah panjang deretan hakim yang tersandung hukum. Ketua Komisi III DPR, I Gede Pasek Suardika menilai hal tersebut terjadi karena rekrutmen yang bermasalah.
"Bagaimana mekanisme waktu mereka diseleksi, kok lolos. Bagaimana track record-nya, bagaimana pengecekan, atau jangan-jangan begitulah parahnya Indonesia saat ini, sehingga hakim Tipikor itu susah memilih orang," kata Pasek di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 27 Agustus 2012.
Menurut Pasek, hakim yang bermasalah tidak hanya berasal dari hakim adhoc saja. Tetapi juga berasal dari hakim karier. "Artinya rekrutmennya yang memang bermasalah. Ibarat kayu kalau bahan baku yang bagus maka tidak masalah," ujar politisi Demokrat itu.
Kualitas para hakim, kata dia, tergantung bagaimana proses seleksi di Pansel. Oleh karena itu, untuk proses seleksi hakim yang saat ini sedang berlangsung, Pasek berharap masyarakat turut serta mengecek rekam jejak calon hakim tersebut. "Untuk mengecek semua nama itu punya track record nggak, yang paling tahu mereka, kirim kan saja sebanyak mungkin informasi," ujarnya.
Pasek juga berharap pengadilan Tipikor di daerah lebih dikembangkan agar kasus korupsi di daerah dapat ditangani.
Pada 17 Agustus, KPK menangkap hakim ad hoc Tipikor Semarang, Kartini Marpaung. Selain Kartini, hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono dan Sri Dartuti yang merupakan adik Yaeni juga ditangkap.
Sebelum kasus ini terungkap, KPK sudah pernah menangkap tangan hakim karena menerima suap yakni Hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin dan Hakim Pengadilan Hubungan Industri (PHI) Imas Dianasari. Keduanya juga telah divonis bersalah menerima suap di Pengadilan Tipikor.