Tak Ada Infrastruktur, Gas Terpaksa Diekspor

Gas FSRU Jakarta Mulai Mengalir
Sumber :
  • VIVAnews/Iwan Kurniawan

VIVAnews - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyatakan telah memenuhi semua kebutuhan pasokan gas untuk domestik, khususnya pemenuhan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG). Namun, keterbatasan terminal penerima (receiving terminal) yang hanya terdapat di lepas pantai utara Jakarta membuat produksi LNG tidak mampu diserap.

"Akibatnya, kami terpaksa mengirim ke pasar spot internasional untuk menghindari potensi kehilangan yang lebih besar," kata Kepala Dinas Hubungan Kemasyarakatan dan Kelembagaan BP Migas, A. Rinto Pudyantoro, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 28 Agustus 2012.

Dia mencontohkan, kebutuhan LNG domestik tahun ini yang sudah terpenuhi adalah PT Pupuk Iskandar Muda sebanyak 8 kargo. Bahkan, pasokan gas untuk pabrik pupuk ini telah dapat diamankan hingga 2014.

Sementara itu, untuk pasokan ke PT Nusantara Regas yang mengelola Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Teluk Jakarta, BP Migas telah mengalokasikan LNG 26 kargo pada tahun ini. "Namun, pihak Nusantara Regas ternyata hanya mampu menyerap 14 kargo," katanya.

Secara keseluruhan, alokasi gas untuk domestik saat ini terus meningkat sejak 2003 yang hanya sebanyak 2,38 triliun kaki kubik, menjadi 20,52 triliun kaki kubik pada 2011. Peningkatan terbesar untuk alokasi industri dari hanya sebanyak 0,1 triliun kaki kubik pada 2003, menjadi 10,18 triliun kaki kubik pada 2011. 

Cek Fakta: Timnas Uzbekistan Diblacklist AFC dan FIFA karena Pakai Doping

Selanjutnya, alokasi untuk kelistrikan yang pada 2003 hanya sebanyak 1,18 triliun kaki kubik, saat ini telah mencapai 7,01 triliun kaki kubik. "BP Migas akan selalu memprioritaskan pasokan gas untuk pasar domestik. Tetapi, hal ini mustahil dilaksanakan tanpa adanya ketersediaan infrastruktur," ujar Rinto.

Akibat ketiadaan infrastruktur penerima gas ini, sejumlah LNG yang seharusnya sudah dialokasikan untuk pasokan domestik, terpaksa dijual ke pasar spot, karena jika dibiarkan berdampak pada penutupan sumur. "Jika sumur gas harus ditutup, akan mengganggu produksi gas secara keseluruhan. Bahkan menyebabkan matinya sumur gas," tuturnya.

Potensi Besar
Saat ini, terdapat sejumlah proyek gas yang memiliki potensi produksi cukup besar. Namun, jika tidak ada infrastruktur yang disiapkan sesegera mungkin untuk dapat menerima gas, komitmen BP Migas memenuhi kebutuhan domestik menjadi terkendala.

Sebagai contoh, dari sisi hulu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, telah menyetujui alokasi gas dari kilang LNG Tangguh Train-3 sebesar 40 persen untuk domestik. Namun, jika tidak ada infrastruktur, akan sulit untuk mengirimkan LNG tersebut ke pasar domestik.

Selain itu, beberapa proyek gas besar yang diharapkan bisa mulai beroperasi dalam beberapa tahun ke depan adalah Indonesia Deepwater Development (IDD) dengan operator Chevron Indonesia Company, Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau dengan operator Eni Muara Bakau B.V, dan Lapangan Abadi, Blok Masela dengan operator Inpex Masela LTD. Proyek-proyek itu sudah disetujui dan saat ini sedang dalam proses konstruksi.

Kado Mewah SYL untuk Undangan Nikahan yang Pakai Dana Kementan, Ada Bros dan Cincin Emas

Sedangkan pengembangan Coal Bed Methane (CBM) oleh VICO Indonesia telah mulai berproduksi dalam skala kecil dan diperkirakan memasok gas cukup besar ke kilang LNG Bontang dalam beberapa tahun ke depan.

"Apabila kami perhatikan, semua proyek tersebut berlokasi di wilayah timur Indonesia, beberapa malah jauh di tengah laut. Tanpa infrastruktur terminal regasifikasi dan pipa yang memadai, tidak mungkin gas dari proyek-proyek tersebut bisa dimanfaatkan oleh domestik," ujar Rinto.

Dia menjelaskan, pengembangan infastruktur gas dalam negeri memang tidak berjalan sesuai harapan. Misalnya, dari beberapa floating storage regasification unit (FSRU) yang direncanakan, baru satu yang sudah benar-benar beroperasi, yaitu FSRU Jawa Barat yang dioperasikan oleh PT Nusantara Regas.

BP Migas juga berharap infrastruktur gas yang terkait dengan pemanfaatan gas untuk transportasi juga dapat segera diselesaikan. Untuk mendukung konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi, Mei lalu, BP Migas telah memerintahkan 16 kontraktor migas untuk memasok gas ke 21 perusahaan yang akan memenuhi keperluan BBG. (art)

Sosok Brigadir Jenderal (Brigjen) Aulia Dwi Nasrullah

Sosok Jenderal TNI Bintang 1 Termuda, Eks Pentolan Grup 2 Kopassus

Sosok Brigadir Jenderal (Brigjen) Aulia Dwi Nasrullah disebut-sebut sebagai jenderal bintang 1 termuda di Indonesia saat ini.

img_title
VIVA.co.id
7 Mei 2024