VIVAnews - Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi atau biasa disebut Tipikor kian hari kian mengkhawatirkan. Apalagi kini agenda kampanye Pemilihan Umum 2009 sudah dekat.
Bagaimana pun juga, anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan sibuk berkampanye ke daerah-daerah. Akibatnya agenda sidang di dewan pun terbengkalai. Salah satunya adalah RUU Pengadilan Tipikor. Padahal Mahkamah Konstitusi sudah memberi tenggat waktu hanya sampai 19 Desember 2009.
Sebenarnya, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya Dewan Perwakilan Rakyat. Kesalahan juga disumbang oleh pemerintah yang terlalu lama membuat draft RUU Pengadilan Korupsi ini. Pemerintah baru menyerahkan draft itu kan Agustus 2008. Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi itu tahun 2006. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk itu.
Sebagai antisipasi, saya kira pemerintah perlu membuat draft peraturan Penganti Undang-undang (Perppu) Pengadilan Korupsi.
Perppu ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah karena sudah lamban dalam membuat draft. Draft tersebut harus sudah mulai dipertimbangkan karena waktu memang sudah tidak banyak lagi.
Dengan Perppu itu, Pemerintah harus mampu menghadirkan Pengadilan Korupsi yang lebih baik dari yang ada saat ini. Jika sampai DPR tidak berhasil mengetuk palu untuk Undang-Undang Pengadilan Korupsi, Perppu ini akan menjadi semacam nafas baru pengadilan korupsi.
Dalam Perppu, pemerintah harus mendengarkan kritik yang selama ini dilontarkan masyarakat. Salah satunya adalah komposisi hakim karir dan nonkarir. Kalau pemerintah sampai membuat hakim karir mayoritas dalam satu majelis, maka patut kita katakan bahwa pemerintah juga berencana menghancurkan pengadilan korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kalau sampai pilihannya tinggal Perppu, maka Pemerintah punya dua tugas pokok. Pertama, membuat Perppu yang bagus dan kedua Pemerintah harus melobi DPR periode berikutnya agar menerima Perppu itu dan melanjutkan pembahasan RUU Pengadilan Korupsi.
Kalau sampai DPR tidak mau menerima Perppu itu, maka habislah. Terserah Pemerintah bagaimana caranya melobi, pokoknya DPR periode berikutnya harus mau melanjutkan pembahasan. Sebab, Perppu itu bersifat sementara saja yang dikeluarkan presiden dalam kondisi darurat.
Namun, saat ini saya masih menilai bahwa DPR periode ini harus dipaksa menyelesaikan pembahasan RUU Pengadilan Korupsi. Semua elemen masyarakat harus merapatkan barisan. Kalau perlu dengan membuat black campaign: jangan pilih anggota DPR saat ini kalau sampai RUU tidak rampung.
Kalau kita biarkan begitu saja, mereka akan berpendapat masyarakat menerima kesengajaan mereka tidak membahas RUU ini. Perlu diingat, Pemerintah dan DPR bertanggung jawab membuat dasar hukum bagi pengadilan korupsi.
Disarikan dari wawancara Saldi Isra, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Padang
VIVA.co.id
19 Mei 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
KK KTP Tak Masuk Data PKH 2024, Pakai Link Ini Langsung Cair Rp250 Ribu ke Rekening
Bandung
17 menit lalu
Berita baik bagi mereka yang memiliki nomor KTP yang belum terdaftar untuk bantuan PKH 2024 Orang-orang yang belum terdaftar masih dapat menerima saldo uang secara grati
Keberanian Kapolsek Barus Iptu Mulia Riadi menolak setoran uang dari bandar judi Togel membuatnya diberangkatkan umrah oleh Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam.
Dua Cara Menemukan Tiga Buronan Pembunuh Vina Cirebon
Banten
22 menit lalu
Cara temukan tiga buronan pelaku pembunuh serta pemerkosa Vina Cirebon. Setidaknya ada berbagai cara untuk menemukan para buronan tersebut dengan mudah.
Profil Soraya Rasyid, Host Uang Kaget Diduga Jadi Wanita Simpanan Andrew Andika
Bandung
26 menit lalu
Sosok artis Soraya Rasyid baru-baru ini tengah jadi sorotan publik usai diduga melakukan perselingkuhan dengan istri Tengku Dewi Putri, Andrew Andika. Kabar tersebut lang
Selengkapnya
Isu Terkini