- Getty Images
VIVAnews - Bank Indonesia mengatakan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) perminyakan PT Chevron Indonesia dan PT Total E&P Indonesie ternyata masih bertransaksi menggunakan devisa hasil ekspor di luar negeri.
Tentu saja, menurut BI, hal tersebut akan merugikan negara. Sebab, dengan bertransaksi di luar negeri, secara tidak langsung akan mengurangi pasokan valas di Indonesia.
"KKKS seperti Chevron dan Total masih menerima devisa hasil ekspor dari bank luar," kata Direktur Eksekutif Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter BI, Hendy Sulistyowati, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 9 Januari 2013.
Hendy menjelaskan, perusahaan minyak tersebut sebenarnya tidak menginginkan dananya disimpan di Indonesia. Namun, dengan adanya aturan BI, di mana para eksportir wajib menyimpan devisa hasil ekspor di bank dalam negeri, mau tidak mau keduanya wajib mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia.
BI, menurut dia, tetap berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan SK Migas (sebelumnya BP Migas) untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Mereka ini uangnya besar, satu bulan bisa Rp300 juta per KKKS. Jika jumlahnya ada 5-10 KKKS, hitung sendiri jumlahnya," ujar Hendy.
Menurut dia, ketentuan BI yang mewajibkan eksportir menyalurkan devisa hasil ekspor di dalam negeri bertujuan untuk menambah pasokan valas, sehingga akan memperkuat nilai tukar dan cadangan devisa.
Sementara itu, berdasarkan data BI selama periode Januari-Oktober 2012, devisa hasil ekspor yang masuk sebesar US$22,3 miliar. (art)